UU Otsus Papua Berikan Mandat Baru kepada Pemda untuk Lindungi Hak OAP
Wamena — Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Otonomi Khusus Papua membawa sejumlah perubahan mendasar dalam tata kelola pemerintahan di Tanah Papua. Salah satu aspek penting yang mendapat penguatan signifikan ialah kewajiban pemerintah daerah dalam melindungi dan memberdayakan Orang Asli Papua (OAP). Penguatan ini bukan hanya menyangkut aspek politik dan representasi, tetapi juga menyentuh sektor sosial, ekonomi, adat, dan budaya yang selama ini menjadi bagian penting dari jati diri masyarakat Papua.
Mandat Baru: Pemerintah Daerah Wajib Hadir untuk OAP
Melalui UU Otsus yang diperbarui, pemerintah daerah pada seluruh tingkat—provinsi hingga kabupaten/kota—mendapatkan mandat yang lebih jelas untuk menghadirkan kebijakan afirmatif bagi masyarakat asli Papua. Mandat ini menekankan bahwa pembangunan di Papua tidak boleh hanya bertumpu pada aspek infrastruktur, melainkan harus memastikan keberpihakan nyata kepada OAP melalui perlindungan, pembinaan, dan pemberdayaan yang berkelanjutan.
Penguatan mandat ini lahir dari kesadaran bahwa keberadaan OAP harus diperhatikan secara serius dalam setiap kebijakan pemerintah. Bukan hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai subjek utama pembangunan di tanahnya sendiri.
Perlindungan Hak Adat dan Budaya OAP
Salah satu penekanan utama UU 2/2021 adalah pengakuan dan perlindungan hak-hak adat OAP. Pemerintah daerah berkewajiban memastikan bahwa hak tersebut terus hidup dan terjaga melalui:
- perlindungan wilayah adat,
- penguatan lembaga adat,
- perlindungan hukum terhadap kearifan lokal dan praktik budaya, serta
- dukungan penyelenggaraan kegiatan budaya Papua.
Hal ini berarti pemda tidak hanya mengakui eksistensi masyarakat adat, tetapi juga harus melibatkan mereka dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut pengelolaan tanah, sumber daya alam, dan tradisi lokal.
Afirmasi Ekonomi: Memberdayakan OAP sebagai Pelaku Pembangunan
UU Otsus Papua memberikan ruang lebih luas bagi pemda untuk menjalankan affirmative action di sektor ekonomi, seperti:
- mendorong prioritas pengelolaan usaha oleh OAP,
- memastikan akses OAP terhadap pendidikan dan pelatihan kerja,
- meningkatkan partisipasi OAP dalam proyek pemerintah, dan
- mendukung pengembangan UMKM yang dipimpin oleh masyarakat asli.
Dengan pendekatan ini, pembangunan ekonomi tidak lagi dipandang sebagai proses yang bersifat struktural, tetapi sebagai sistem yang berakar pada keadilan sosial bagi OAP.
Kesejahteraan Sosial sebagai Prioritas
UU ini juga memperluas tanggung jawab pemda dalam mewujudkan kesejahteraan OAP melalui:
- peningkatan akses kesehatan,
- layanan pendidikan yang bermutu,
- kebijakan sosial berbasis komunitas, dan
- perlindungan kelompok rentan OAP (anak, perempuan, dan masyarakat adat terpencil).
Pendekatan tersebut menegaskan bahwa kesejahteraan masyarakat bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi tentang kehadiran negara yang lebih dekat, lebih mendengar, dan lebih memahami kebutuhan masyarakat Papua.
Memperkuat Representasi Politik OAP
Walaupun fokus utama pasal-pasal tertentu berkaitan dengan pemilihan kepala daerah dan komposisi DPRP/DPRK, pesan yang ingin ditegaskan UU ini adalah bahwa OAP harus memiliki ruang politik yang setara dan dilindungi. Pemda wajib mendukung:
- partisipasi politik OAP,
- rekrutmen kader OAP di lembaga pemerintahan, dan
- tata kelola yang melibatkan masyarakat adat secara langsung.
Ini menjadi fondasi penting agar kebijakan daerah benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat Papua.
Meneguhkan Komitmen Negara Hadir untuk OAP
Penguatan kewajiban pemerintah daerah melalui UU Otsus Papua bukan hanya sebatas amanat administratif, tetapi merupakan bentuk komitmen negara untuk memperbaiki kualitas hidup OAP secara menyeluruh.
Dalam konteks Papua Pegunungan yang masih terus membangun fondasi pemerintahan, mandat ini mengingatkan bahwa keberpihakan pada OAP harus menjadi arah utama kebijakan daerah.
Dengan kerangka hukum yang lebih jelas, pemerintah daerah kini memiliki landasan kuat untuk melaksanakan pembangunan yang lebih inklusif dan berakar pada kebutuhan masyarakat. Melalui implementasi yang tepat, UU ini diharapkan menjadi pijakan baru bagi lahirnya pemerintahan yang lebih adil, responsif, dan berpihak kepada masyarakat asli Papua. (GSP)