Paradoks antara Demokrasi dan Ketertiban Hukum
Wamena — Di era media sosial yang serba cepat, meme telah menjadi salah satu bentuk ekspresi paling populer di dunia maya. Namun, tidak jarang meme yang menampilkan sosok pejabat publik menimbulkan kontroversi, terutama ketika dianggap melecehkan, menghina, atau merendahkan martabat seseorang. Lantas, apakah pembuat meme tentang pejabat dapat dipidanakan?
Baca juga: Politik Identitas: Pengertian, Dampak, dan Tantangannya bagi Demokrasi Indonesia
Antara Kritik dan Pencemaran Nama Baik
Dalam hukum Indonesia, setiap warga negara memiliki hak kebebasan berekspresi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945. Namun, kebebasan tersebut dibatasi oleh hukum yang melindungi hak orang lain, termasuk kehormatan dan nama baik. Menurut Pasal 310 dan 311 KUHP, tindakan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dapat dipidana sebagai pencemaran nama baik atau fitnah, terutama jika dilakukan dengan maksud agar diketahui publik. Selain itu, Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE mempertegas bahwa penyebaran konten yang dapat merendahkan martabat seseorang melalui media elektronik juga termasuk delik pidana. Namun demikian, hukum juga memberikan ruang bagi kritik yang sah, terutama terhadap pejabat publik. Mahkamah Konstitusi melalui sejumlah putusannya telah menegaskan bahwa kritik yang berbasis fakta, bertujuan memperbaiki kebijakan publik, dan tidak menghina pribadi bukanlah pelanggaran hukum.
Paradoks dalam Hukum Meme
Negara demokratis seperti Indonesia menjamin kebebasan berekspresi dalam Pasal 28E UUD 1945 dan kebebasan berpendapat di Pasal 28F UUD 1945. Namun, di sisi lain, hukum juga menjamin perlindungan martabat dan nama baik setiap orang pada Pasal 28G UUD 1945. Maka muncul kontradiksi jika pembuat meme dihukum, kebebasan berekspresi terlanggar. Jika tidak dihukum, nama baik pejabat bisa tercemar. Di sinilah paradoksnya muncul dimana negara wajib melindungi dua nilai yang sama-sama dijamin konstitusi, tetapi sering kali saling bertentangan di lapangan.
Bijak di Dunia Digital
Meme adalah bagian dari budaya digital modern yang bisa menjadi alat kritik sosial, namun juga berpotensi menimbulkan sengketa hukum. Pejabat publik memiliki hak yang sama untuk dilindungi dari penghinaan, tetapi juga dituntut untuk terbuka terhadap kritik dalam konteks demokrasi. Hukum Indonesia tidak melarang meme, tetapi membedakan antara kritik konstruktif dan penghinaan personal. Kebebasan berekspresi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab moral dan etika digital.
Baca juga: 10 Pertanyaan Sulit Tentang Pemilu dan Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia
-Ande Prima Idola-