Mgr. Ignatius Suharyo: Teladan Kebangsaan dan Persaudaraan untuk Indonesia
Wamena — Di tengah dinamika bangsa yang terus berubah, muncul sosok rohaniwan yang tidak hanya berbicara tentang iman, tetapi juga tentang kemanusiaan dan persatuan nasional. Dialah Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Uskup Agung Jakarta yang diangkat menjadi Kardinal oleh Paus Fransiskus pada 2019. Lahir di Sedayu, Bantul, Yogyakarta pada 9 Juli 1950, Saat ini ia dikenal sebagai figur yang menampilkan wajah Gereja Katolik Indonesia yang terbuka, humanis, dan penuh kasih terhadap sesama tanpa memandang perbedaan.
Perjalanan Hidup dan Dedikasi untuk Indonesia.
Mgr. Suharyo menempuh pendidikan teologi hingga meraih gelar Doktor Teologi Biblika dari Universitas Urbaniana, Roma. Dalam karya pastoralnya, ia selalu menekankan pentingnya nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman hidup berbangsa. Bagi beliau, Pancasila bukan hanya ideologi politik, tetapi juga “jalan kebersamaan” yang menuntun seluruh anak bangsa menuju kedamaian dan keadilan sosial.
Sejak menjadi Uskup Agung Jakarta pada 2010, Mgr. Suharyo aktif memperjuangkan toleransi lintas agama dan memperkuat rasa kebangsaan umat Katolik di Indonesia. Ia dikenal sederhana dan teguh dalam menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan universal—menjadikannya sosok moral yang dihormati lintas agama dan budaya. Sejak 15 November 2012, Suharyo menjabat sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, menggantikan Uskup Martinus Dogma Situmorang, OFM. Cap. Pada tanggal 05 Oktober 2019, Suharyo secara resmi diangkat oleh Paus Fransiskus sebagai kardinal untuk gereja katolik di Indonesia. Ia adalah satu-satunya kardinal indonesia yang berpartisipasi sebagai kardinal elektor dalam konklaf 2025 setelah kematian Paus Fransiskus yang akhirnya memilih Paus Leo XIV.
Baca juga: Alfonso de Albuquerque: Biografi dan Pengaruhnya untuk Indonesia
Kemanusiaan dan Persaudaraan dalam Aksi Nyata
Kardinal Suharyo menegaskan bahwa demokrasi sejati tidak hanya dibangun dengan hukum dan pemilu, tetapi juga dengan rasa saling menghargai dan kasih antarwarga. Dalam banyak kesempatan, beliau mengajak umat untuk menghidupi semangat “Bhinneka Tunggal Ika”, semboyan yang selaras dengan nilai-nilai Injil tentang kasih dan keadilan.
Pemikirannya ini memiliki makna mendalam bagi daerah seperti Papua Pegunungan, di mana keberagaman budaya dan tantangan pembangunan sering bersinggungan. Nilai solidaritas dan keadilan yang ia ajarkan dapat menjadi dasar moral bagi masyarakat dalam memperkuat demokrasi lokal yang berkeadilan dan inklusif.
Teladan Lintas Iman dan Kebangsaan
Mgr. Suharyo kerap menyatakan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman. Dalam homili dan refleksinya, ia mengajak seluruh umat beragama untuk “membangun Indonesia sebagai rumah bersama”. Sikap ini sejalan dengan semangat para pendiri bangsa yang menempatkan Pancasila sebagai titik temu berbagai keyakinan dan tradisi.
Di tengah polarisasi sosial, beliau menunjukkan bahwa iman dan kebangsaan dapat bersatu dalam tindakan nyata—melalui pelayanan, dialog, dan keberpihakan pada yang lemah. Di tanah Papua, nilai-nilai seperti ini memiliki gema kuat karena sejalan dengan prinsip “satu tungku tiga batu”—simbol harmoni antara agama, adat, dan pemerintah.
Warisan Moral untuk Demokrasi Indonesia
Sebagai tokoh moral bangsa, Mgr. Suharyo memberikan inspirasi bagi generasi muda dan seluruh warga negara untuk menjaga semangat persaudaraan kebangsaan. Dalam konteks kelembagaan seperti KPU Papua Pegunungan, nilai-nilai yang beliau tanamkan dapat menjadi pengingat penting bahwa demokrasi bukan sekadar prosedur politik, melainkan juga panggilan hati untuk menghormati martabat setiap manusia.
Dari Sedayu hingga Jakarta, dari lembah Papua hingga pesisir Nusantara, teladan Mgr. Ignatius Suharyo mengajarkan bahwa cinta tanah air harus disertai kasih terhadap sesama—itulah dasar sejati dari Indonesia yang adil, damai, dan beriman.
Baca juga: Mengenal Paus Fransiskus: Kisah Hidup Pemimpin Gereja Katolik yang Rendah Hati
Referensi:
- Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Biografi Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo.
- Kompas.id. Kardinal Ignatius Suharyo: Iman, Kebangsaan, dan Persaudaraan.
- UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) – Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.