Dari Hatta hingga Arief Budiman: Cerita Singkat Para Pahlawan di Balik Tegaknya Demokrasi Indonesia
Wamena — Demokrasi Indonesia berdiri di atas perjalanan panjang yang penuh pergulatan gagasan, pengorbanan, dan keberanian. Ia bukan hadiah yang datang tiba-tiba, melainkan hasil dari upaya banyak tokoh yang menjaga agar suara rakyat tetap memiliki ruang hidup. Dari era perjuangan kemerdekaan hingga masa modern penyelenggaraan Pemilu, muncul sosok-sosok yang layak disebut pahlawan. Mereka bekerja dalam waktu, ruang, dan peran yang berbeda, tetapi satu benang merah mengikatnya: komitmen menjaga kedaulatan rakyat.
Artikel ini menelusuri jejak para tokoh yang memberi warna penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, mulai dari Mohammad Hatta hingga Arief Budiman, serta bagaimana warisan mereka tetap relevan bagi penyelenggaraan Pemilu saat ini.
Hatta: Peletak Fondasi Demokrasi Indonesia
Nama Mohammad Hatta selalu berdiri di gerbang awal pembahasan demokrasi Indonesia. Ia bukan hanya proklamator, tetapi juga pemikir politik yang meyakini bahwa negara harus dibangun atas dasar kedaulatan rakyat. Dalam berbagai tulisan dan pidatonya, Hatta menggarisbawahi pentingnya pemilihan umum sebagai sarana rakyat memilih wakilnya secara bebas dan bertanggung jawab.
Pada masa awal Republik, Hatta mendorong terbentuknya sistem pemerintahan yang mengutamakan akuntabilitas. Gagasannya tentang kabinet parlementer, penguatan lembaga perwakilan, dan fungsi kontrol masyarakat menjadi fondasi bagi penyelenggaraan pemilu modern yang bertanggung jawab. Bila KPU hari ini bekerja menjaga integritas pemilu, jejak pemikiran Hatta menjadi salah satu akar tempat nilai-nilai itu tumbuh.
Baca juga: Marthen Indey: Pahlawan Papua yang Memperjuangkan Integrasi ke Indonesia
Miriam Budiardjo: Guru Besar Demokrasi dan Literasi Politik
Jika Hatta memperkenalkan gagasan demokrasi dari level negara, Miriam Budiardjo merawatnya dari sisi pengetahuan publik. Buku-bukunya menjadi referensi wajib mahasiswa, peneliti, hingga penyelenggara pemilu. Melalui konsep partisipasi politik, lembaga perwakilan, checks and balances, hingga definisi demokrasi yang sederhana namun tajam, Miriam membantu masyarakat memahami bahwa demokrasi tidak hidup hanya dari institusi, tetapi juga dari kecerdasan pemilih.
Dalam konteks pemilu, karya-karya Miriam memberi acuan teoretis yang memperkuat etika penyelenggara pemilu. Mereka tidak hanya bekerja menghitung suara, tetapi menjaga ruang demokrasi tetap sehat dan rasional. Inilah mengapa Miriam layak disebut pahlawan literasi demokrasi Indonesia.
Ruddy M. Harahap: Arsitek Independensi KPU Pasca Reformasi
Reformasi 1998 membuka pintu besar bagi pembentukan lembaga penyelenggara pemilu yang independen. Pada fase awal ini, Ruddy M. Harahap menjadi salah satu tokoh yang bekerja membangun KPU dari nol sebagai lembaga yang tidak berada di bawah kendali pemerintah. Langkah ini tidak sederhana, sebab KPU sebelumnya adalah bagian dari struktur pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri.
Ruddy menjadi figur penting dalam menegakkan prinsip independensi penyelenggara pemilu. Upayanya memastikan bahwa keputusan KPU harus bebas dari intervensi politik meninggalkan warisan yang sampai hari ini menjadi prinsip utama lembaga tersebut. Tanpa pondasi yang ia bangun, sulit membayangkan KPU dapat bekerja sebagai lembaga profesional seperti sekarang.
Baca juga: Siapa Saja 10 Pahlawan Nasional Indonesia yang Terkenal?
Hadar Nafis Gumay: Pejuang Transparansi dan Modernisasi Pengawasan Pemilu
Memasuki era teknologi informasi, kebutuhan transparansi publik semakin menguat. Di fase ini, Hadar Nafis Gumay menjadi salah satu figur penting yang mendorong pemilu lebih terbuka, akuntabel, dan mudah diawasi. Ia mendorong inovasi dalam publikasi data, akses pemantau pemilu, serta pemanfaatan teknologi yang tidak menghilangkan prinsip kehati-hatian.
Hadar bukan sekadar teknokrat, tetapi juga penjaga nilai integritas. Melalui pendekatannya yang dialogis dan berbasis prinsip, ia menegaskan bahwa kepercayaan publik adalah modal terbesar KPU. Tanpa transparansi, pemilu kehilangan jantungnya. Pemikiran inilah yang membuat perannya begitu penting dalam perjalanan demokrasi modern.
Arief Budiman: Menjaga Integritas Pemilu di Tengah Fenomena Digital
Di era ketika informasi beredar secepat kilat, tantangan penyelenggaraan pemilu semakin kompleks. Arief Budiman, yang menjabat sebagai Ketua KPU 2017–2022, memimpin lembaga ini di masa penuh dinamika: perkembangan teknologi digital, pengawasan publik yang semakin intens, dan tantangan misinformasi yang terus membayangi.
Arief dikenal sebagai pemimpin yang tenang dan konsisten menegakkan integritas. Di bawah kepemimpinannya, KPU memperkuat berbagai inovasi seperti sistem informasi pencalonan, sistem rekapitulasi elektronik, dan tata kelola internal yang lebih rapi. Ia menempatkan integritas sebagai prinsip utama, memastikan bahwa teknologi tidak hanya dipakai demi efisiensi, tetapi untuk memperkuat kepercayaan kepada proses pemilu.
Kontribusinya menjadikan Arief sebagai salah satu tokoh penting demokrasi era baru yang menghadapi tantangan generasi digital.
Jejak Panjang Para Penjaga Demokrasi
Dari Hatta yang menanam benih demokrasi, Miriam yang merawat kecerdasan publik, Ruddy yang membangun independensi KPU, Hadar yang menjaga transparansi, hingga Arief yang melangkah di era digital, semuanya mengisi ruang sejarah yang berbeda, tetapi saling menyempurnakan.
Demokrasi Indonesia bukan hanya tentang hari pencoblosan, tetapi tentang komitmen panjang menjaga suara rakyat. Para tokoh ini telah menapakkan jejak yang menjadi bekal bagi setiap petugas KPU, pemantau pemilu, dan warga negara yang percaya bahwa kedaulatan harus selalu kembali kepada rakyat.
Baca juga: Pahlawan Nasional Yang Terlupakan: Pilar Kemerdekaan Indonesia
Sumber :
- https://www.perpusnas.go.id/
- https://www.ui.ac.id/tokoh/miriam-budiardjo/
- https://www.kpu.go.id/
- https://perludem.org/