Jurnal KPU

Dentum Tifa, Alunan Pikon, dan Gerak Tari Ekspresi Jiwa Orang Papua Pegunungan

Dentum Tifa, Alunan Pikon, dan Gerak Tari Ekspresi Jiwa Orang Papua Pegunungan 

  1. Pendahuluan

Papua Pegunungan adalah wilayah yang kaya dengan budaya dan tradisi. Musik, tarian, dan ekspresi seni lainnya bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga media komunikasi, perekat sosial, serta simbol identitas masyarakat. Bagi orang Papua Pegunungan, dentum tifa, alunan pikon, bunyi busur dan anak panah, hingga petikan alat musik tradisional, merupakan bagian dari denyut nadi kehidupan sehari-hari.

Seperti halnya musik dan tarian yang melibatkan banyak orang untuk menciptakan harmoni, demokrasi juga membutuhkan partisipasi setiap warga. Pemilu yang diselenggarakan KPU adalah “tarian bersama” bangsa, di mana setiap suara rakyat menjadi nada penting dalam menentukan arah kepemimpinan.

  1. Tifa: Detak Jantung Upacara Adat

Tifa adalah alat musik pukul tradisional khas Papua. Terbuat dari kayu berlubang dengan kulit binatang sebagai membran, tifa menghasilkan dentuman yang dalam dan menggetarkan. Alat ini digunakan dalam pesta adat, penyambutan tamu, hingga tari perang. Menurut Ananta (2019), tifa bukan sekadar pengiring, melainkan media untuk membangkitkan semangat dan memperkuat kebersamaan.

  1. Pukulan Busur dan Anak Panah: Bunyi dari Alat Sehari-Hari

Selain tifa, masyarakat Papua Pegunungan juga memanfaatkan busur dan anak panah — benda yang sehari-hari digunakan untuk berburu dan berperang. Ketika dipukul atau digesek, busur dan anak panah mengeluarkan bunyi khas yang sering digunakan sebagai ritme tambahan dalam pertunjukan adat. Bunyi ini melambangkan keberanian, kesiapan menjaga komunitas, sekaligus menegaskan keterikatan dengan alam dan tradisi leluhur.

  1. Pikon: Suara Rindu dari Bambu Pegunungan

Pikon adalah alat musik tiup bambu khas Papua Pegunungan, terutama dikenal di kalangan Suku Dani. Alat ini kecil, sederhana, namun menghasilkan bunyi yang khas menyerupai dengung atau siulan. Biasanya dimainkan secara pribadi, di ladang atau saat beristirahat. Menurut Koibur (2020), pikon berfungsi sebagai media ekspresi emosional: dari rasa rindu, kesedihan, hingga kegembiraan. Filosofi pikon mengajarkan bahwa harmoni dapat lahir dari kesederhanaan dan kedekatan manusia dengan alam.

  1. Alat Petik Tradisional: Identitas yang Perlu Dijaga

Di beberapa komunitas Papua Pegunungan juga dikenal alat musik petik tradisional dengan senar banyak, bahkan mencapai 8–12. Dalam beberapa catatan populer, alat ini disebut dengan nama “Yunalo” di sebagian daerah, meskipun dokumentasi akademis masih terbatas. Alat petik ini sering digunakan untuk mengiringi nyanyian atau tarian, menunjukkan kreativitas masyarakat dalam menciptakan harmoni dari bahan-bahan lokal.

Meskipun belum banyak penelitian formal, keberadaan alat petik ini menunjukkan bahwa kekayaan musik Papua Pegunungan tidak hanya pada alat pukul dan tiup, tetapi juga merambah ke musik senar. Bagi masyarakat, alat ini adalah bukti bahwa tradisi musik terus berkembang dan beradaptasi.

  1. Tari Perang dan Tari Penyambutan

Tari perang adalah salah satu ekspresi seni paling menonjol di Papua Pegunungan. Gerakannya tegas, dinamis, menggunakan panah dan busur sebagai properti. Tari ini melambangkan keberanian dan semangat menjaga martabat komunitas. Sebaliknya, tari penyambutan tamu lebih lembut namun penuh wibawa, menunjukkan penghormatan sekaligus keterbukaan masyarakat terhadap orang luar yang datang dengan niat baik.

  1. Demokrasi dan Pemilihan Pemimpin

Musik dan tarian Papua Pegunungan mengandung pesan mendalam: tentang persatuan, keberanian, dan kebersamaan. Sama seperti dalam tarian di mana semua orang berperan — ada yang menabuh tifa, meniup pikon, memetik alat tradisional, atau menari dengan busur dan panah — demokrasi pun hanya bisa berjalan bila setiap warga berpartisipasi.

Dalam konteks pemilu, suara rakyat adalah “nada” yang menentukan harmoni bangsa. KPU hadir sebagai penyelenggara yang memastikan setiap nada tersebut terdengar dengan adil, transparan, dan bermartabat. Dengan demikian, pemilu bukan sekadar proses politik, melainkan pesta demokrasi yang selaras dengan semangat kebersamaan dalam budaya lokal.

  1. Penutup

Dentum tifa, alunan pikon, bunyi busur dan anak panah, serta petikan alat musik tradisional adalah ekspresi jiwa masyarakat Papua Pegunungan. Seni ini mengajarkan keberanian, solidaritas, dan keterikatan dengan alam. Nilai-nilai tersebut sejalan dengan prinsip demokrasi: partisipasi, kebersamaan, dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Melestarikan budaya dan memperkuat demokrasi bukanlah dua hal yang berbeda, melainkan satu kesatuan yang saling mendukung. Seperti musik dan tarian yang hanya indah jika dimainkan bersama, pemilu pun hanya bermakna bila seluruh rakyat ikut serta.(moses).

Referensi

  • Ananta, R. (2019). Musik Tradisional Papua: Fungsi Sosial dan Makna Simbolik. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Koibur, A. (2020). Tarian dan Musik Adat Papua dalam Perspektif Pendidikan Budaya. Jayapura: Universitas Cenderawasih Press.
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
  • Fajar Pendidikan. (2023). Mengenal Alat Musik Tradisional Khas Provinsi Papua Pegunungan. [Online]
     

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 34 kali