Artikel

Perbedaan PSU, PSL, PSS, dan PUSS dalam Pemilu: Arti dan Contohnya

Wamena - Belakangan ini, publik ramai membicarakan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dalam beberapa putusan tersebut, MK memerintahkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU), Penghitungan Ulang Surat Suara (PUSS), dan Rekapitulasi Suara Ulang.

Selain tiga istilah tersebut, terdapat dua istilah lain yang juga penting untuk dipahami, yaitu Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) dan Pemungutan Suara Susulan (PSS). Agar tidak bingung, berikut penjelasan arti dan perbedaan dari masing-masing istilah tersebut.

1. PSU (Pemungutan Suara Ulang)

Sesuai dengan namanya, PSU berarti pelaksanaan pemungutan suara di TPS yang harus diulang. Berdasarkan Pasal 372 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, PSU dapat dilakukan apabila terjadi bencana alam atau kerusuhan yang menyebabkan hasil pemungutan suara tidak bisa digunakan.

Selain itu, ayat (2) mengatur bahwa PSU juga dilakukan jika ditemukan pelanggaran seperti

a). pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

b) petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan;

c) petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan menjadi tidak sah; dan/atau

d). pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.

PSU juga dapat diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi apabila ditemukan pelanggaran serius, seperti politik uang atau pelanggaran prosedur pemilu yang memengaruhi hasil. Bedanya, PSU berdasarkan putusan MK dilakukan setelah hasil pemilu ditetapkan, dan hasil sebelumnya dapat dibatalkan oleh MK.

Baca juga: Dampak Sosialisasi terhadap Perkembangan Pemilu di Indonesia

2. PSL (Pemungutan Suara Lanjutan)

PSL dilakukan jika sebagian tahapan pemungutan suara terhenti akibat situasi tertentu, seperti kerusuhan, bencana alam, atau gangguan keamanan.

Berdasarkan Pasal 431 ayat (1) Undang-undang (UU) 7 Tahun 2017 menyebutkan penghentian kegiatan pemungutan suara bisa karena adanya kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam atau gangguan lainnya.

Adapun nantinya pelaksanaan pemungutan suara lanjutan dimulai dari tahapan penyelenggaraan pemungutan yang terhenti.

3. PSS (Pemungutan Suara Susulan)

Berbeda dengan PSL, PSS dilakukan jika seluruh tahapan pemungutan suara tidak dapat dilaksanakan sama sekali.

Hal ini diatur dalam Pasal 432 ayat (1) Undang-undang (UU) 7 Tahun 2017 penghentian kegiatan pemungutan suara karena adanya kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam atau gangguan lainnya namun penekanannya ketika hambatan tersebut mengakibatkan seluruh tahapan tidak dapat dilaksanakan.

Kondisi yang dapat memicu PSS antara lain kerusuhan besar, gangguan keamanan, atau bencana yang menghambat seluruh proses pemungutan.

4. PUSS (Penghitungan Ulang Surat Suara)

PUSS merupakan proses menghitung ulang surat suara di TPS apabila terjadi kondisi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 374 UU Pemilu. Penghitungan ulang dapat dilakukan karena:

a. kerusuhan yang mengakibatkan penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;

b. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;

c. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau yang kurang mendapat penerangan cahaya;

d. penghitungan kurang jelas;

e. penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;

f. Saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;

g. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau

h. ketidaksesuaian jumlah hasil penghitungan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih.

Sama seperti PSU, PUSS juga bisa dilakukan atas perintah Mahkamah Konstitusi jika terbukti ada pelanggaran dalam proses penghitungan.

5. Rekapitulasi Suara Ulang

Rekapitulasi Suara Ulang berarti mengulang proses penghitungan hasil suara di tingkat rekapitulasi. Berdasarkan Pasal 376 UU Pemilu, hal ini bisa terjadi karena alasan seperti:

(a) sampai huruf (g) menjelaskan sebab rekapitulasi suara ulang dilakukan seperti:

a. kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;

b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara tertutup;

c. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau kurang mendapatkan penerangan cahaya;

d. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;

e. rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;

f. saksi Peserta Pemilu, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan pemantau pemilu tidak dapat menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas; dan/atau;

g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan.

Baca juga: Pengertian Politik Dinasti: Dampak dan Regulasi

Putusan MK Terkait PSU dan Rekapitulasi Suara Ulang

Dalam Pilkada 2024, Mahkamah Konstitusi memutuskan 24 perkara untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di berbagai daerah seperti Kabupaten Pasaman, Mahakam Ulu, Tasikmalaya, hingga Papua.

24 Perkara yang diputus PSU oleh MK

  1. Perkara Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Pasaman;
  2. Perkara Nomor 224/PHPU.BUP- XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Mahakam Ulu;
  3. Perkara Nomor 260/PHPU.BUP- XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Boven Digoel;
  4. Perkara Nomor 28/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Barito Utara;
  5. Perkara Nomor 132/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Tasikmalaya;
  6. Perkara Nomor 30/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Magetan,
  7. Perkara Nomor 174/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Buru;
  8. Perkara Nomor 304/PHPU.GUB- XXIII/2025 terkait PHPU Kada Prov. Papua;
  9. Perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kota Banjarbaru;
  10. Perkara Nomor 24/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Empat Lawang;
  11. Perkara Nomor 99/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Bangka Barat.
  12. Perkara Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Serang;
  13. Perkara Nomor 20/PHPU.BUP- XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Pesawaran;
  14. Perkara Nomor 195/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Kutai Kartanegara;
  15. Perkara Nomor 47/PHPU.WAKO-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kota Sabang;
  16. Perkara Nomor 51/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Kepulauan Talaud;
  17. Perkara Nomor 171/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Banggai;
  18. Perkara Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Gorontalo Utara;
  19. Perkara Nomor 173/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Bungo;
  20. Perkara Nomor 68/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Bengkulu Selatan;
  21. Perkara Nomor 168/PHPU.WAKO- XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kota Palopo;
  22. Perkara Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Parigi Moutong;
  23. Perkara Nomor 73/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Siak;
  24. Perkara Nomor 267/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Pulau Taliabu.

1 Perkara diputus Rekapitulasi Suara Ulang oleh MK

  1. Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Puncak Jaya

1 Perkara diputus Perubahan SK Penetapan Hasil oleh MK

  1. Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Jayapura

Istilah-istilah seperti PSU, PSL, PSS, PUSS, dan Rekapitulasi Suara Ulang merupakan bagian penting dari mekanisme hukum yang memastikan setiap proses pemilu berjalan jujur, adil, dan transparan.

Dengan memahami perbedaan di antara istilah tersebut, masyarakat dapat lebih memahami bagaimana sistem demokrasi Indonesia bekerja untuk menjaga integritas hasil pemilihan. (GSP)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 11 kali