Mengapa Tinta Pemilu Selalu Berwarna Ungu? Ini Penjelasan dan Sejarahnya
Wamena - Setiap kali Pemilihan Umum (Pemilu) digelar, pemandangan warga yang jarinya berwarna ungu setelah mencoblos menjadi hal yang lazim. Pada Pilpres 2024, tepatnya 14 Februari 2024, tanda tinta ungu di jari menjadi simbol bahwa seseorang telah menggunakan hak pilihnya. Namun, tahukah Anda dari mana asal-usul penggunaan tinta tersebut dan mengapa warnanya ungu?
Tinta pemilu bukan sekadar atribut pelengkap, melainkan salah satu dari tujuh perlengkapan penting dalam proses pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Penggunaannya sudah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 14 Tahun 2003 tentang Perlengkapan Pemungutan Suara dan Dukungan Perlengkapan Lainnya.
Berdasarkan regulasi ini, tinta berfungsi sebagai penanda bahwa seseorang telah memberikan suaranya di TPS atau Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN), sehingga tidak dapat memilih dua kali.
Baca juga: Perlu Surat Pemberitahuan untuk Mencoblos? Ini Penjelasan KPU Papua Pegunungan
Awal Mula Penggunaan Tinta Pemilu
Sejarah tinta dalam pemilu bermula pada tahun 1950, dan menariknya, bukan Indonesia yang pertama kali memakainya, melainkan India.
Pada masa itu, India menghadapi masalah serius berupa praktik kecurangan identitas, di mana satu pemilih bisa mencoblos lebih dari sekali.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah India bekerja sama dengan Fallow’s Chemical Society di London dan berhasil menemukan formula tinta khusus yang mampu menandai jari pemilih secara permanen selama beberapa waktu.
Tinta pemilu mulai resmi digunakan di India pada Pemilu ketiga tahun 1962. Sejak saat itu, metode mencelupkan jari ke tinta menjadi standar dalam sistem pemilihan umum di berbagai negara, termasuk Malaysia, Mesir, Filipina, Turki, Afganistan, dan Indonesia.
Di Indonesia, penggunaan tinta pemilu mulai diterapkan pada tahun 1995, tepatnya di masa pemerintahan Orde Baru.
Tinta tersebut dirancang dengan spesifikasi khusus agar tidak mudah hilang, tahan lama, serta memiliki daya lekat kuat pada kulit atau kuku pemilih.
Langkah ini menjadi salah satu bentuk upaya menjaga integritas dan kejujuran dalam proses demokrasi.
Mengapa Warnanya Ungu?
Pemilihan warna ungu pada tinta pemilu bukan tanpa alasan. Warna ini mengandung bahan kimia perak nitrat (AgNO₃) dengan kadar 3–4%, yang dikenal tahan lama dan sulit dihapus bahkan dengan sabun atau cairan yang mengandung klorin.
Selain itu, warna ungu dianggap lebih mudah terlihat di berbagai warna kulit dibanding warna lain, sehingga efektif sebagai penanda visual.
Dalam aturan PKPU Nomor 14 Tahun 2003, disebutkan bahwa tinta pemilu harus memenuhi standar tertentu, baik dari segi bahan, keamanan, maupun kehalalan.
Formulasi tinta bisa berasal dari bahan sintetis seperti perak nitrat dan gentian violet, atau bahan alami seperti getah kayu, kunyit, dan gambir.
Semua bahan tersebut wajib lulus uji keamanan dari lembaga berwenang, memiliki sertifikat halal, serta telah diuji oleh laboratorium terakreditasi.
Secara teknis, tinta pemilu berbentuk cair dengan volume sekitar 40 ml per botol, memiliki daya lekat minimal enam jam, dan disediakan dua botol untuk setiap TPS atau TPSLN.
Baca juga: Kenapa TNI dan Polri Tidak Boleh Mencoblos? Ini Alasan Hukumnya!
Simbol Integritas Demokrasi
Lebih dari sekadar tanda jari berwarna ungu, tinta pemilu mencerminkan semangat demokrasi dan kejujuran dalam proses pemilihan.
Tanda sederhana ini menjadi bukti bahwa setiap warga negara telah berpartisipasi dalam menentukan arah bangsa.
Melalui penerapan sistem yang transparan dan akuntabel seperti ini, KPU berupaya menjaga kepercayaan publik terhadap hasil pemilu serta menegakkan prinsip keadilan dalam setiap tahapan demokrasi. (GSP)