Mohammad Hatta: Sang Proklamator dan Bapak Koperasi Indonesia yang Visioner
Wamena — Mohammad Hatta adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Bersama Soekarno, ia menjadi Proklamator yang membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun lebih dari sekadar Proklamator, Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, seorang pemikir ekonomi yang jujur, sederhana, dan teguh memegang prinsip demokrasi ekonomi.
Siapa Mohammad Hatta?
Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang taat beragama dan menghargai pendidikan. Menurut catatan dari Museum Mohammad Hatta Bukittinggi (Kemendikbud, 2020), sejak kecil Hatta dikenal sebagai anak yang rajin membaca dan memiliki ketertarikan besar terhadap politik dan ekonomi.
Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar dan menengah di Sumatera Barat, Hatta melanjutkan studi ke Handels Hoogeschool Rotterdam, Belanda (kini Erasmus University Rotterdam) pada tahun 1921. Di sana, ia aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) — organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang memperjuangkan kemerdekaan lewat diplomasi dan pemikiran.
Dalam arsip Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas.go.id), tercatat bahwa Hatta pernah menjadi Ketua PI dan menulis berbagai artikel yang menyerukan kemerdekaan bangsa, menentang penjajahan, serta memperkenalkan gagasan nasionalisme Indonesia kepada dunia internasional.
Baca juga: Megawati Soekarnoputri: Sosok Perempuan Tangguh yang Mengukir Sejarah Politik Indonesia
Peran Mohammad Hatta dalam Kemerdekaan Indonesia
Sepulangnya ke tanah air pada tahun 1932, Hatta segera bergabung dalam gerakan nasional. Namun, perjuangan Hatta tidak selalu berjalan mulus. Ia beberapa kali ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda karena dianggap mengancam stabilitas kolonial. Tempat pembuangan seperti Boven Digoel dan Banda Neira menjadi saksi keteguhan hatinya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Menurut catatan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI, Dokumen Proklamasi No. 01/1945), Puncak perjuangannya terjadi pada 17 Agustus 1945, ketika Hatta bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Dalam teks proklamasi yang singkat namun bersejarah itu, nama Mohammad Hatta tertulis sejajar dengan Soekarno, melambangkan keseimbangan antara pemimpin karismatik dan pemikir rasional.
Hatta kemudian diangkat sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, mendampingi Soekarno dalam masa-masa awal pemerintahan yang penuh tantangan. Ia berperan penting dalam menyusun dasar-dasar pemerintahan, kebijakan ekonomi, dan sistem ketatanegaraan yang berlandaskan keadilan sosial.
Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta
Selain dikenal sebagai negarawan, Mohammad Hatta adalah ekonom ulung yang memiliki pandangan jauh ke depan. Ia menolak sistem ekonomi kapitalis yang hanya menguntungkan segelintir orang, dan juga menolak sosialisme ekstrem yang meniadakan hak individu.
Sebagai gantinya, Hatta memperkenalkan konsep “Demokrasi Ekonomi”, di mana kesejahteraan masyarakat menjadi pusat dari pembangunan ekonomi. Ia percaya bahwa kekuatan ekonomi seharusnya ada di tangan rakyat melalui sistem koperasi.
Menurut Hatta, koperasi bukan hanya badan usaha, tetapi juga sarana pendidikan moral dan sosial. Melalui koperasi, rakyat bisa belajar bekerja sama, saling percaya, dan berbagi hasil secara adil. Dalam pidatonya di Kongres Koperasi Indonesia pertama di Tasikmalaya, 12 Juli 1947, yang dikutip oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI (kemenkopukm.go.id), Hatta menyatakan bahwa koperasi adalah “alat perjuangan ekonomi untuk memperbaiki nasib rakyat kecil.” Karena jasa dan dedikasinya dalam mengembangkan gerakan koperasi, Mohammad Hatta diberi gelar “Bapak Koperasi Indonesia”, dan setiap tanggal 12 Juli diperingati sebagai Hari Koperasi Nasional.
Mengapa Mohammad Hatta Dikenang Sebagai Pemimpin Sederhana
Sosok Mohammad Hatta dikenal luas karena kejujuran dan kesederhanaannya. Dalam buku biografi “Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi” (Jakarta: Kompas, 1979), Hatta menceritakan bahwa ia tetap hidup sederhana bahkan setelah menjabat sebagai Wakil Presiden.
Dikisahkan, Hatta pernah tidak sanggup membeli sepatu impor yang diinginkannya karena gajinya sebagai pejabat negara tidak mencukupi. Kisah itu menunjukkan integritas dan kejujuran Hatta dalam menjaga moralitas sebagai pemimpin bangsa.
Dalam banyak kesempatan, Hatta menegaskan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang melayani rakyat, bukan mencari keuntungan pribadi. Prinsip ini menjadikannya teladan abadi bagi pejabat publik hingga saat ini.
Kontribusi Hatta Pasca Kemerdekaan
Setelah mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden pada tahun 1956 karena perbedaan prinsip dengan Soekarno, Hatta tetap aktif dalam dunia pendidikan dan penulisan. Ia menulis berbagai buku dan artikel tentang politik, ekonomi, dan moral bangsa. Pemikirannya menjadi warisan intelektual yang penting bagi generasi penerus.
Beberapa karyanya yang terkenal antara lain “Demokrasi Kita”, “Menuju Negara Hukum”, dan “Ekonomi Rakyat dan Koperasi”. Melalui tulisan-tulisan itu, Hatta terus menyuarakan pentingnya moralitas, hukum, dan keadilan sosial sebagai dasar kehidupan berbangsa.
Menurut Lembaga Arsip Nasional dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), nilai-nilai perjuangan Hatta telah ditetapkan sebagai Warisan Dokumenter Memory of the World (MOW) UNESCO pada tahun 2013 melalui arsip “Naskah Proklamasi dan Risalah Sidang PPKI”.
Bagaimana Warisan Hatta Hidup Hingga Kini
Warisan pemikiran dan keteladanan Mohammad Hatta masih sangat relevan di tengah tantangan ekonomi dan sosial Indonesia modern. Semangat koperasi, kemandirian ekonomi rakyat, serta integritas moral menjadi nilai-nilai yang terus dijaga oleh berbagai lembaga dan organisasi di seluruh Indonesia.
Nama Mohammad Hatta juga diabadikan dalam berbagai institusi dan tempat penting, seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Universitas Bung Hatta di Padang. Ini menjadi simbol penghormatan bangsa terhadap jasa-jasa besar yang telah ia torehkan.
Mohammad Hatta wafat pada 14 Maret 1980 di Jakarta. Meski raganya telah tiada, namun pemikiran dan keteladanannya tetap hidup dalam semangat bangsa Indonesia yang terus berjuang menuju keadilan dan kemakmuran.
Mohammad Hatta bukan hanya Proklamator, tetapi juga seorang pemimpin yang memiliki visi besar tentang masa depan bangsa. Ia memadukan semangat nasionalisme dengan moralitas, serta menempatkan rakyat sebagai pusat dari setiap kebijakan.
Melalui prinsip kesederhanaan, kejujuran, dan kerja sama, Hatta menunjukkan bahwa kemerdekaan sejati hanya dapat diraih jika rakyat berdaulat atas ekonomi dan kehidupannya sendiri. Sosoknya tetap menjadi inspirasi dan teladan bagi seluruh anak bangsa Indonesia.