Tokoh

Mengenal Jenderal M. Jasin, Pahlawan Nasional dan Bapak Brimob Polri

Wamena — Ketika republik ini baru saja berdiri dan belum punya kekuatan militer yang utuh, satu pasukan kepolisian tampil ke depan. Mereka bukan tentara, tapi bertempur layaknya pejuang. Di tengah mereka berdiri seorang pemimpin muda, Inspektur Polisi Kelas I Mohammad Jasin. Sosok inilah yang kelak dikenal sebagai Bapak Brimob Polri dan salah satu perwira pertama yang membawa institusi kepolisian berpihak penuh kepada Republik Indonesia.

Baca juga: Keteladanan Jenderal Hoegeng: Cermin Kepemimpinan dan Nilai Demokrasi di Indonesia

Dari Polisi Istimewa hingga Tokoh Pejuang

Mohammad Jasin lahir di Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, pada 9 Juni 1920. Setelah menamatkan pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), ia memilih jalan pengabdian dengan masuk pendidikan kepolisian di Surabaya. Pada masa pendudukan Jepang, Jasin bergabung dengan Tokubetsu Keisatsutai, atau Polisi Khusus bentukan Jepang, yang kelak menjadi cikal bakal Polisi Istimewa.

Namun, saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Jasin mengambil keputusan berani. Awal Oktober 1945, ia menahan pimpinan polisi Jepang di Surabaya dan memutus seluruh jalur komunikasi mereka dengan luar kota. Langkah ini menandai keberpihakan aparat kepolisian kepada Republik Indonesia yang baru berdiri. Polisi Istimewa di bawah komandonya kemudian mengambil alih markas, senjata, dan tanggung jawab keamanan Surabaya atas nama Republik.

Baca juga: Dari Medan Juang ke Demokrasi: Teladan Nasionalisme Prabowo

Api Perlawanan di Surabaya

Saat pertempuran 10 November 1945 pecah, pasukan Polisi Istimewa berada di garis depan. Mereka ikut dalam pelucutan senjata tentara Jepang dan bersama rakyat mempertahankan Surabaya dari pasukan Inggris dan Sekutu. Pertempuran di Hotel Yamato, Jembatan Merah, hingga Tanjung Perak menjadi saksi keberanian mereka. Banyak anggotanya gugur, namun api perjuangan itu menjelma menjadi semangat Bhayangkara yang tak pernah padam.

Keberanian dan ketegasan Jasin di masa itu membuatnya dihormati, tidak hanya oleh sesama polisi, tetapi juga oleh para pejuang dan pemimpin tentara di Jawa Timur. Ia menjembatani kerja sama antara aparat kepolisian dan pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), menciptakan sinergi antara dua kekuatan republik muda.

Baca juga: Mengenang Bung Tomo: Pahlawan 3 Oktober, Inspirasi Demokrasi  

Jejak di Medan Perang dan Karier Militer

Setelah Surabaya, Jasin melanjutkan perjuangannya melalui operasi gerilya di Mojokerto, Kediri, dan Blitar. Ia memimpin berbagai satuan kecil yang melakukan sabotase dan penyerangan terhadap pasukan Belanda di jalur strategis Jawa Timur. Dalam Operasi Malang-Probolinggo, pasukan di bawah komandonya berperan mengamankan jalur logistik dan mengevakuasi warga dari daerah konflik.

Pada masa Pemberontakan PKI Madiun 1948, Jasin memimpin langsung pasukan Brimob untuk menumpas pemberontakan yang mengancam kedaulatan negara. Dalam operasi itu, ketegasannya sekaligus kecermatannya dalam menjaga keselamatan warga membuatnya dihormati sebagai perwira yang mengedepankan kemanusiaan.

Selepas perang kemerdekaan, karier Jasin terus menanjak. Ia dipercaya memimpin berbagai satuan penting di lingkungan kepolisian. Salah satu warisan terbesarnya adalah gagasan membentuk sekolah pendidikan Brimob di Pasuruan, Jawa Timur, sebagai pusat pelatihan bagi anggota baru. Gagasan ini lahir dari keyakinannya bahwa pasukan tangguh harus ditempa dengan disiplin, ilmu, dan semangat nasionalisme yang kuat.

Filosofi dan Keteladanan Seorang Bhayangkara

Dalam pandangan Jasin, kepolisian bukan sekadar alat negara, tetapi pelindung rakyat dan penjaga moral bangsa. Ia menekankan bahwa Brimob harus menjadi pasukan yang berani, terlatih, dan memiliki integritas. Filosofi itu melekat hingga kini dalam semboyan Brimob: Jiwa Ragaku Demi Kemanusiaan.

Ketegasan dan kedisiplinan Jasin tidak menjadikannya keras terhadap bawahannya. Ia dikenal dekat dengan anak buah, sederhana dalam hidup, dan tegas dalam prinsip. Dalam setiap tugas, ia selalu menekankan pentingnya moralitas dan loyalitas pada negara, bukan pada kekuasaan.

Akhir Pengabdian dan Pengakuan Negara

Jenderal Polisi (Purn.) Mohammad Jasin mengakhiri pengabdian militernya dengan pangkat terakhir Jenderal Polisi dan jabatan terakhir sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung. Ia wafat pada 3 Mei 2012 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia kemudian menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan dan membangun institusi kepolisian modern.

Warisan untuk Generasi Brimob

Setiap peringatan HUT Brimob pada 14 November, nama M. Jasin selalu disebut dengan penuh hormat. Ia bukan sekadar pendiri pasukan, tetapi simbol dedikasi dan keberanian aparat keamanan Indonesia. Dari Surabaya 1945 hingga medan tugas modern, nilai yang ia tanamkan masih hidup: disiplin, keberanian, dan pengabdian untuk rakyat.

Jenderal M. Jasin telah pergi, tetapi semangatnya tetap hadir dalam setiap langkah Brimob yang bertugas di seluruh penjuru negeri. Warisannya menjadi pengingat bahwa keberanian sejati lahir dari hati yang tulus mengabdi pada bangsa dan kemanusiaan.

  • DetikJatim. (2025). Mengenal M. Jasin, Pahlawan Nasional yang Memproklamasikan Polisi Istimewa. Detik.
  • Suara.com. (2024). Profil Komjen (Purn) M. Jasin, Bapak Brimob Polri dari Bone. Suara News.
  • Suara Surabaya. (2015). Pesan Bapak Brimob bagi Keluarga Polri. Suara Surabaya.
  • Wikipedia. (2025). “Muhammad Yasin”. Wikipedia.
  • Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI). (2025). Profil M. Jasin. IKPNI Archive.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 1,065 kali