Artikel

Milad Muhammadiyah ke-113 : Jejak Perjuangan, Pendidikan, dan Dakwah Pencerahan bagi NKRI

Wamena — Muhammadiyah memasuki usia 113 tahun. Usia yang panjang bagi sebuah gerakan yang lahir dari keresahan sosial dan keinginan untuk menghadirkan perubahan. Sejak 1912, organisasi ini tumbuh sebagai kekuatan pendidikan, kesehatan, dakwah, dan kebangsaan. Bulan November menambah makna bagi peringatan ini. Hari Pahlawan, Hari Guru, dan Hari Kesehatan memberikan ruang untuk melihat kembali kontribusi Muhammadiyah dalam perjalanan bangsa. Ketiganya memiliki hubungan erat dengan sejarah dan pengabdian yang dibangun oleh organisasi ini.

Baca juga:  Kasman Singodimejo: Jembatan Persatuan dari Sumpah Pemuda hingga Dasar Negara

Akar Perjuangan dan Gagasan Pembaruan

KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan gagasan pembaruan yang berakar pada keberanian moral. Beliau melihat masyarakat membutuhkan ajaran Islam yang mendorong kerja, ilmu, dan kemajuan. Keputusan untuk memperbaiki arah ibadah, membangun sekolah modern, dan mengajarkan cara berpikir rasional menjadi fondasi gerakan ini.

Beliau tidak memulai dari struktur besar. Beliaumemulai dari pengajian kecil, pembaruan cara mengaji, dan sekolah sederhana. Langkah yang terkesan kecil itu membuka jalan perubahan. Masyarakat diajak memahami agama dengan pendekatan yang dekat dengan realitas. Kesadaran bahwa ilmu harus digabungkan dengan kerja nyata menjadi ciri khas Muhammadiyah.

Peran Nyi Ahmad Dahlan memperkuat pondasi gerakan ini. Melalui Aisyiyah, beliau memberi akses pendidikan bagi perempuan. Di masa ketika perempuan kesulitan memperoleh pendidikan, langkah ini sangat maju. Pengajaran membaca, menulis, dan agama membentuk kesadaran baru tentang keterlibatan perempuan dalam ruang sosial. Aisyiyah kemudian tumbuh menjadi gerakan perempuan besar yang memberi dorongan penting bagi kemajuan masyarakat.

Akar pembaruan yang ditanam kedua tokoh itu membentuk karakter Muhammadiyah sebagai gerakan yang berpijak pada kemurnian ajaran dan komitmen sosial. Prinsip ini menjaga Muhammadiyah tetap relevan di setiap zaman.

Baca juga:  Jenderal Soedirman: Biografi, Peran, dan Pengaruh Besarnya bagi Indonesia

Jejak Kebangsaan dan Kontribusi Tokoh Muhammadiyah

Peran Muhammadiyah dalam sejarah kebangsaan terlihat jelas dari tokoh-tokoh yang lahir dan tumbuh di dalamnya. Jenderal Sudirman adalah salah satu contohnya. Sebelum menjadi panglima perang, beliau adalah guru sekolah Muhammadiyah. Kedisiplinan, tanggung jawab, dan keteguhan yang dibawanya ke medan perang terbentuk dari budaya organisasi Muhammadiyah. Cara beliau memimpin pertempuran tidak lahir dari ambisi militer, tetapi dari jiwa seorang pendidik yang menjaga murid dan bangsanya.

Kontribusi kecendekiawanan terlihat dari Ki Bagus Hadikusumo. Beliau berperan dalam perumusan dasar negara dan berada di pusat perdebatan di BPUPKI dan PPKI. Sikapnya menekankan pentingnya persatuan nasional. Beliau menjaga agar proses perumusan dasar negara berjalan dengan semangat kebangsaan yang luas.

Jejak hubungan Muhammadiyah dengan pemikiran kebangsaan juga tampak pada masa muda Soekarno. Pendidikan yang ditemui di sekolah Muhammadiyah memberi pengaruh dalam cara berpikir dan etos kerjanya. Soekarno pernah mengakui bahwa disiplin dan nilai moral yang beliautemui pada masa sekolah memberi kesan mendalam.

Gerakan intelektual Muhammadiyah juga terlihat dari Prof Lafran Pane. Beliau mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947 yang menjadi ruang bagi generasi muda untuk berpikir kritis dan berkomitmen pada keadilan sosial. Pemikiran yang membentuk HMI lahir dari tradisi Muhammadiyah yang kuat pada rasionalitas dan kebangsaan.

Kontribusi dari tokoh-tokoh ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah memberikan fondasi kuat bagi lahirnya pemimpin bangsa. Jejak itu terus berlanjut melalui generasi baru yang tumbuh di sekolah, pesantren, organisasi otonom, dan perguruan tinggi Muhammadiyah.

Baca juga: Peringatan Hari Guru Nasional 2025: Menguatkan Peran Guru Menuju Pendidikan Berkualitas dan Berkarakter

Jejak Pendidikan yang Membangun Generasi

Pendidikan menjadi jantung pergerakan Muhammadiyah sejak awal. Pada masa kolonial, pendidikan modern hanya bisa dinikmati oleh kelompok terbatas. Muhammadiyah membuka pintu pendidikan bagi masyarakat luas. Sekolah-sekolah didirikan dengan sistem kurikulum modern yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum. Langkah ini melahirkan generasi terdidik yang mampu menatap masa depan dengan percaya diri.

Saat ini jaringan pendidikan Muhammadiyah menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. Terdapat sekitar 20.000 sekolah dan madrasah, mulai dari TK hingga SMA dan SMK. Ada juga pesantren modern serta 172 perguruan tinggi Muhammadiyah–Aisyiyah yang tersebar di berbagai daerah. Semua lembaga ini menghasilkan guru, tenaga kesehatan, ekonom, birokrat, dan pemimpin organisasi yang berperan dalam pembangunan bangsa.

Di bidang kesehatan, Muhammadiyah membangun layanan publik yang kuat dan berkesinambungan. Jaringan kesehatan ini mencakup 125 rumah sakit Muhammadiyah–Aisyiyah, lebih dari 300 klinik dan balai kesehatan, serta lebih dari 500 panti asuhan dan layanan sosial. Banyak dari fasilitas ini menjadi penopang masyarakat di wilayah terpencil. Pada masa pandemi dan bencana, tenaga kesehatan Muhammadiyah turun langsung membantu warga tanpa membedakan latar belakang. Komitmen kemanusiaan ini membuat Muhammadiyah tetap dipercaya di banyak daerah.

Dakwah Pencerahan dan Pengabdian Sosial

Dakwah Muhammadiyah menekankan aksi nyata. Gerakan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Program ekonomi, pembinaan keluarga, layanan sosial, bantuan bencana, dan advokasi pendidikan menjadi bagian dari dakwah pencerahan yang langsung menyentuh masyarakat. Pendekatan ini menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang dekat dengan kebutuhan sosial.

Organisasi otonom seperti Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah membantu memperluas ruang gerak dakwah. Mereka aktif dalam program kemanusiaan, dialog kebangsaan, dan layanan sosial. Aktivitas ini membentuk generasi muda yang peduli dan terlibat dalam isu-isu publik.

Dakwah pencerahan juga terlihat dalam cara Muhammadiyah merespons isu sosial dan nasional. Pandangan organisasi bersifat menyejukkan, rasional, dan berpihak pada kepentingan bangsa. Ini membuat Muhammadiyah menjadi penyangga stabilitas sosial yang kuat.

Peran Muhammadiyah dalam Indonesia Modern

Dalam konteks Indonesia modern, Muhammadiyah hadir sebagai kekuatan masyarakat sipil yang besar. Jaringan pendidikan dan kesehatan memberi kontribusi nyata. Peran kemanusiaan dan sosial membantu memperkuat daya tahan masyarakat. Selain itu, Muhammadiyah menjaga ruang publik yang sehat melalui dialog, riset, dan pandangan keagamaan yang terukur. Gerakan ini juga aktif berpartisipasi dalam isu global melalui kerja sama internasional.

Pendekatan yang mengutamakan ilmu dan pengabdian membuat Muhammadiyah tetap relevan. Organisasi ini hadir di ruang akademik, teknologi, kesehatan, dan kemanusiaan. Nilai yang dibangun sejak masa KH Ahmad Dahlan menjadi petunjuk arah untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan identitas.

Jejak yang Terus Bersinar

Milad ke-113 memberi kesempatan untuk melihat kembali apa yang telah dikerjakan Muhammadiyah selama lebih dari satu abad. Jejak perjuangan, pendidikan, dan dakwah pencerahan menjadi modal penting bagi bangsa. Dari sekolah kecil di Kauman hingga universitas besar. Dari layanan kesehatan sederhana hingga rumah sakit modern. Dari pengajian kecil hingga gerakan sosial besar. Semua menjadi bukti bahwa pengabdian yang lahir dari keikhlasan dapat memberi dampak nyata.

Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa nilai yang ditanam pendiri Muhammadiyah tetap hidup. Semangat perubahan, kepedulian, dan pemberdayaan akan terus menjadi cahaya bagi bangsa. Dalam suasana kebangsaan saat ini, semangat itu menjadi energi untuk menjaga Indonesia tetap kokoh dan inklusif.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 65 kali