Saksi TPS: Peran, Hak, dan Larangan dalam Pemungutan Suara
Wamena - Bayangkan suasana pagi di hari pemungutan suara. Matahari baru saja terbit menyinari lembah-lembah di Papua Pegunungan, dan masyarakat mulai berbondong-bondong menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS). Di tengah kesibukan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang melayani pemilih, terdapat sosok-sosok yang duduk tenang namun waspada di dalam area TPS.
Mereka bukanlah penyelenggara, bukan pula pengawas, tetapi kehadiran mereka adalah manifestasi dari kecurigaan yang terlembaga demi melahirkan kepercayaan. Mereka adalah Saksi Peserta Pemilu. Tanpa kehadiran saksi yang kompeten dan berintegritas, klaim transparansi dalam sebuah pesta demokrasi akan selalu menyisakan ruang keraguan.
Namun, menjadi saksi bukan sekadar "penjaga pos" yang pasif. Ada aturan main ketat, hak istimewa yang harus diperjuangkan, serta larangan saksi TPS yang mutlak dipatuhi.
Artikel ini akan mengupas tuntas peran strategis saksi, mekanisme keberatan, hingga tantangan khusus bagi saksi di wilayah pegunungan, guna memastikan setiap suara rakyat terkawal dengan aman.
Baca juga: Kolaborasi Saksi, KPU, dan Bawaslu: Menjaga Integritas Hasil Pemilu
Pengertian Saksi Pemilu di TPS
Dalam konstruksi hukum kepemiluan di Indonesia, Saksi Peserta Pemilu adalah individu yang mendapatkan mandat tertulis dari peserta pemilu untuk menyaksikan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Mereka adalah representasi langsung dari:
-
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden;
-
Partai Politik (untuk Pemilu DPR dan DPRD);
-
Calon Anggota DPD (perseorangan).
Secara filosofis, saksi adalah "mata dan telinga" peserta pemilu yang menjamin prinsip check and balances (saling mengawasi) berjalan di tingkat akar rumput. Di Provinsi Papua Pegunungan, peran ini semakin krusial mengingat tantangan geografis yang mungkin menghambat akses informasi cepat, sehingga kehadiran fisik saksi menjadi validasi utama atas hasil pemilu di TPS tersebut.
Kedudukan Saksi dalam Proses Pemungutan dan Penghitungan Suara
Saksi memiliki kedudukan yang legal dan strategis di dalam area TPS. Berbeda dengan pemantau pemilu atau masyarakat umum yang berada di luar area pencoblosan, saksi diizinkan duduk di dalam area TPS yang telah ditentukan denahnya oleh KPPS.
Meskipun demikian, saksi bukanlah "raja" di TPS. Otoritas penuh penyelenggaraan tetap berada di tangan Ketua KPPS. Saksi berkedudukan sebagai pihak yang memverifikasi jalannya prosedur.
Tanda tangan saksi pada formulir hasil penghitungan suara bukan hanya formalitas tinta di atas kertas, melainkan sinyal persetujuan bahwa proses demokrasi di TPS tersebut telah berjalan sesuai koridor hukum (Jujur dan Adil).
Hak Saksi Pemilu di TPS
Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU (PKPU) memberikan "senjata" berupa hak-hak istimewa agar saksi tidak mandul dalam bertugas. Hak-hak tersebut meliputi:
1. Menghadiri Tahapan Persiapan
Saksi berhak hadir sebelum rapat pemungutan suara dimulai (biasanya pukul 07.00 waktu setempat). Mereka berhak menyaksikan pembukaan kotak suara, menghitung jumlah surat suara yang diterima, dan memastikan kotak suara benar-benar kosong sebelum disegel.
2. Mendapatkan Informasi dan Salinan DPT
Saksi berhak meminta dan mendapatkan salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang digunakan di TPS.
3. Mengajukan Keberatan
Jika melihat pelanggaran prosedur (misalnya pemilih mencoblos lebih dari sekali atau KPPS tidak netral), saksi berhak mengajukan keberatan kepada Ketua KPPS.
4. Menyaksikan Penghitungan Suara
Saksi memiliki akses visual penuh untuk melihat surat suara yang dibuka dan dibacakan oleh KPPS saat penghitungan, untuk memastikan kesesuaian antara coblosan fisik dengan suara yang disebutkan.
5. Mendapatkan Dokumen Hasil (C.Hasil)
Ini adalah hak paling vital. Saksi berhak menerima salinan Formulir Model C.Hasil (dokumen hasil penghitungan suara) dan berita acara. Dokumen ini adalah bukti otentik yang akan dibawa ke tingkat rekapitulasi selanjutnya.
6. Mendokumentasikan Hasil
Saksi berhak memfoto atau memvideokan proses dan hasil penghitungan suara, terutama Formulir Model C.Hasil ukuran besar (plano) yang ditempel di papan pengumuman.
Mekanisme Keberatan dan Solusi Sengketa di TPS
Seringkali terjadi kebingungan di lapangan mengenai apa yang harus dilakukan jika ada pelanggaran. Saksi tidak boleh diam, namun harus mengikuti prosedur:
-
Sampaikan keberatan secara lisan kepada Ketua KPPS.
-
Jika tidak ditanggapi atau perbaikan tidak dilakukan, saksi berhak meminta keberatannya dicatat dalam Formulir Model C.Kejadian Khusus dan/atau Keberatan Saksi.
-
Eskalasi: Jika KPPS tetap mengabaikan keberatan yang berdasar hukum, saksi dapat melaporkan hal tersebut kepada Pengawas TPS (PTPS) yang juga bertugas di lokasi yang sama. PTPS memiliki wewenang untuk memberikan saran perbaikan yang wajib ditindaklanjuti oleh KPPS.
Baca juga: Jumlah Saksi di TPS: Aturan Resmi KPU dan Pentingnya Pengawasan Demokratis
Kewajiban dan Mekanisme Pergantian Saksi
Hak diiringi dengan kewajiban. Saksi wajib membawa surat mandat tertulis dari peserta pemilu yang diwakilinya dan menyerahkannya kepada KPPS. Selain itu, saksi wajib mengenakan tanda pengenal yang diberikan oleh KPPS dan hadir tepat waktu.
Mekanisme Pergantian Saksi:
Perlu dipahami bahwa rapat pemungutan dan penghitungan suara bisa berlangsung seharian penuh. Oleh karena itu, pergantian saksi diperbolehkan. Mekanismenya adalah:
-
Peserta pemilu dapat menugaskan lebih dari satu orang saksi untuk satu TPS dalam surat mandat, namun yang boleh masuk dan duduk di dalam TPS pada satu waktu hanyalah 1 (satu) orang per peserta pemilu.
-
Artinya, jika Partai A mengirimkan dua saksi, mereka tidak boleh duduk berdua sekaligus di dalam.
-
Jika terjadi pergantian, saksi pengganti harus melapor kepada Ketua KPPS, menyerahkan mandat (jika belum diserahkan di awal), dan melakukan serah terima tanda pengenal saksi.
Larangan bagi Saksi TPS
Poin ini adalah rambu-rambu merah yang tidak boleh dilanggar. Pelanggaran terhadap larangan saksi TPS dapat mencederai integritas pemilu. Berikut rinciannya beserta contoh konkret:
-
Mengenakan Atribut Kampanye:
Saksi dilarang memakai kaos, topi, rompi, atau atribut lain yang memuat nomor urut, foto, simbol, atau logo partai/calon. Saksi harus berpakaian bebas rapi.
-
Tujuannya: Menjaga netralitas area TPS agar pemilih tidak merasa sedang dikampanyekan atau diintimidasi saat hendak mencoblos.
-
-
Mempengaruhi dan Mengintimidasi Pemilih:
Saksi dilarang mengarahkan pilihan pemilih atau melakukan ancaman.
-
Mengganggu Kerja KPPS (Intervensi Fisik):
Ini adalah larangan krusial. Saksi dilarang menyentuh perlengkapan pemungutan suara secara langsung tanpa perintah KPPS.
-
Contoh Konkret: Saksi tidak boleh mengambil sendiri surat suara dari meja KPPS untuk diperiksa, melainkan harus meminta KPPS yang menunjukkannya. Saksi juga dilarang berdebat dengan nada keras atau emosional yang mengganggu konsentrasi petugas.
-
-
Mendokumentasikan Pilihan Pemilih:
Saksi (dan siapapun) dilarang memfoto atau merekam pemilih saat berada di dalam bilik suara. Kerahasiaan adalah harga mati.
-
Membawa Senjata Tajam:
Saksi dilarang membawa senjata tajam atau benda berbahaya ke dalam TPS.
Sanksi Administratif dan Pidana:
Jika saksi melanggar larangan di atas (terutama mengganggu ketertiban), Ketua KPPS berwenang memberikan teguran.
Jika teguran diabaikan, saksi dapat dikeluarkan dari area TPS dan diserahkan kepada petugas keamanan ketertiban (Linmas) atau kepolisian. Pelanggaran yang mengandung unsur pidana (seperti kekerasan atau perusakan logistik) akan diproses sesuai hukum pidana pemilu.
Catatan Khusus untuk Saksi di Wilayah Papua Pegunungan
Provinsi Papua Pegunungan memiliki karakteristik "3T" (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) dengan medan geografis yang unik. Bagi para saksi yang bertugas di wilayah ini, ada beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan:
-
Manajemen Waktu dan Fisik
Mengingat jarak antar kampung atau distrik yang mungkin jauh dan bermedan sulit, saksi disarankan hadir jauh lebih awal. Ketahanan fisik sangat dibutuhkan karena proses penghitungan di wilayah pegunungan sering kali memakan waktu hingga malam hari. -
Strategi Dokumentasi
Di area blank spot atau susah sinyal, saksi tidak bisa mengandalkan pengiriman foto C.Hasil secara real-time via internet. Oleh karena itu, pastikan memotret dokumen hasil dengan pencahayaan yang cukup dan simpan di memori internal perangkat dengan aman sampai mendapatkan sinyal. Dokumen fisik (salinan C.Hasil) harus dijaga agar tidak rusak oleh cuaca (hujan/lembab). -
Pendekatan Kultural
Saksi harus menghormati kearifan lokal dan tokoh adat setempat. Komunikasi yang santun dengan KPPS dan masyarakat adat akan memudahkan tugas pengawasan. Namun, saksi tetap harus teguh memegang aturan pemilu nasional di atas kesepakatan-kesepakatan yang mungkin bertentangan dengan asas Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, Adil).
Baca juga: Saksi Peserta Pemilu: Pengertian, Tugas, dan Perannya di TPS
Saksi TPS adalah pilar pengawasan partisipatif yang menjamin mandat rakyat tersalurkan dengan murni. Dari pembahasan komprehensif di atas, kita memahami bahwa peran saksi melampaui sekadar kehadiran fisik.
Mereka dibekali hak untuk mengoreksi kesalahan prosedur melalui mekanisme keberatan, namun juga dibatasi oleh larangan saksi TPS yang tegas demi ketertiban. Di wilayah Papua Pegunungan, tugas ini menjadi sebuah pengabdian ganda: mengawal suara sekaligus menaklukkan tantangan alam.
Ke depan, kita berharap partai politik dan peserta pemilu semakin serius dalam membekali saksi-saksi mereka dengan pengetahuan teknis (Bimtek), bukan hanya militansi.
Mari kita dukung para saksi untuk bekerja profesional, hormati kewenangan KPPS, dan jaga kondusivitas TPS. Ingatlah, integritas pemilu tidak hanya ditentukan oleh siapa yang menghitung suara, tetapi juga oleh siapa yang berani bersaksi atas kebenaran hitungan tersebut. Jadilah saksi yang jujur, karena kejujuran adalah satu-satunya mata uang yang berlaku dalam merawat demokrasi kita. (GSP)
Referensi Hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
- Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
- Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) terkait Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara.
- Buku Saku Saksi Peserta Pemilu Tahun 2024 (KPU RI).