
PKPU 23 Tahun 2023, Fondasi Hukum Pencalonan Presiden 2024
Wamena, Papua Pegunungan — Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2023 menjadi salah satu regulasi yang paling banyak disorot menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. Aturan ini merupakan perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023, yang menyesuaikan ketentuan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Penyesuaian tersebut sempat menimbulkan beragam pandangan di masyarakat, namun bagi KPU, PKPU Nomor 23 Tahun 2023 tetap menjadi pijakan hukum utama dalam memastikan seluruh tahapan pencalonan berjalan sesuai koridor konstitusi dan prinsip keadilan pemilu.
Penyesuaian Regulasi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Perubahan aturan ini tidak muncul begitu saja. Lahirnya PKPU Nomor 23 Tahun 2023 berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengubah syarat usia calon Presiden dan Wakil Presiden. Dalam putusannya, MK membuka peluang bagi tokoh yang belum berusia 40 tahun untuk maju, asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan publik hasil pemilu, termasuk kepala daerah.
Langkah KPU menyesuaikan aturan melalui PKPU Nomor 23 Tahun 2023 menjadi upaya memastikan seluruh proses pencalonan tetap berada dalam koridor hukum yang jelas dan konstitusional. Dengan begitu, aturan ini tidak hanya memperkuat dasar hukum pencalonan, tetapi juga menegaskan komitmen KPU untuk menjaga kepastian dan keadilan dalam penyelenggaraan pemilu.
Isi Pokok dan Tujuan PKPU Nomor 23 Tahun 2023
Secara substansi, PKPU Nomor 23 Tahun 2023 mengatur ulang sejumlah ketentuan penting dalam proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, terutama pada bagian yang mengatur syarat calon. Aturan ini menegaskan kembali hal-hal yang wajib dipenuhi oleh pasangan calon, mulai dari kelengkapan dokumen administratif dan dukungan partai politik, hingga rekam jejak integritas dan kepatuhan hukum.
Selain soal batas usia dan pengalaman jabatan publik, PKPU ini juga mengatur aspek lain seperti pemenuhan kewajiban pajak, tidak memiliki utang yang merugikan keuangan negara, serta tidak pernah dijatuhi pidana berat. Semua ketentuan itu dibuat untuk memastikan hanya calon yang memenuhi prinsip kapasitas, integritas, dan akuntabilitas yang bisa maju dalam kontestasi nasional. Dengan kata lain, aturan ini menjadi filter hukum agar proses pencalonan tidak hanya sah secara administrasi, tetapi juga mencerminkan kualitas demokrasi yang sehat.
Baca juga: George Washington: Presiden Pertama di Dunia yang Dipilih Melalui Pemilu Konstitusional
Peran PKPU 23/2023 dalam Penyelenggaraan Pemilu Presiden 2024
Dalam pelaksanaannya, PKPU Nomor 23 Tahun 2023 menjadi pedoman utama bagi KPU dalam mengatur seluruh proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024. Mulai dari pendaftaran, verifikasi berkas, hingga penetapan pasangan calon, semua tahapan berjalan dengan mengacu pada ketentuan di dalam regulasi ini. Kehadiran PKPU Nomor 23 Tahun 2023 memberikan kepastian hukum bagi peserta pemilu sekaligus menjadi wujud komitmen KPU dalam menjaga integritas setiap tahapan pencalonan.
Lebih dari sekadar aturan, PKPU ini menunjukkan bagaimana KPU mampu beradaptasi dengan dinamika hukum dan keputusan konstitusional tanpa meninggalkan prinsip integritas lembaga. Dengan pijakan hukum yang kuat, proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden 2024 dapat terlaksana secara tertib, terbuka, dan mencerminkan semangat demokrasi yang sehat di Indonesia.
PKPU 23/2023, Cerminan Profesionalitas dan Integritas KPU
Keberadaan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 menjadi bukti bahwa setiap langkah penyelenggaraan pemilu selalu berlandaskan pada aturan yang jelas dan terbuka. Melalui regulasi ini, KPU menegaskan komitmennya dalam memastikan proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden berjalan sesuai prinsip hukum dan keadilan. Setelah seluruh tahapan Pemilu 2024 rampung, aturan ini tidak hanya tercatat sebagai pedoman teknis, tetapi juga sebagai bagian penting dari perjalanan demokrasi Indonesia yang terus tumbuh menuju arah yang lebih matang dan berintegritas.
Baca juga: MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah, Ini Alasan dan Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia