Artikel

Nepotisme Adalah: Pengertian, Ciri, dan Dampaknya terhadap Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih

Wamena, Papua Pegunungan — Istilah nepotisme sering kali muncul dalam pembahasan mengenai praktik penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan pemerintahan maupun organisasi publik. Meskipun demikian, tidak banyak yang mengetahui bahwa istilah ini memiliki akar sejarah panjang yang berawal dari praktik kekuasaan di masa Eropa abad pertengahan.

Secara etimologis, kata nepotisme berasal dari bahasa Latin nepos, yang berarti keponakan. Pada masa lalu, istilah ini digunakan untuk menggambarkan beberapa pemimpin gereja yang memberikan jabatan dan keistimewaan kepada kerabat dekatnya, khususnya keponakan. Jabatan ini diberikan tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki oleh keponakan atau kerabatnya tersebut. Dari praktik tersebut, nepotisme kemudian dikenal sebagai istilah yang menjelaskan bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

Pengertian Nepotisme dalam Konteks Modern

Dalam konteks pemerintahan modern, nepotisme didefinisikan sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang dengan memberikan jabatan, proyek, atau fasilitas kepada keluarga, kerabat, atau orang dekat tanpa melalui proses yang adil dan transparan. Tidakan ini jelas bertentangan dengan prinsip profesionalitas dan meritokrasi. Dimana jabatan seharusnya diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasi kinerja, bukan justru karena kedekatan personal.

Praktik nepotisme saat ini menjadi salah satu faktor yang menghambat terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih (good governance), karena dapat memunculkan konflik kepentingan, merusak moral aparatur sipil negara, bahkan lebih parahnya dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi/lembaga negara.

Ciri dan Bentuk Nepotisme

Praktik nepotisme umumnya dapat dikenali melalui beberapa ciri dan pola perilaku, misalnya;

  • Pemberian jabatan strategis kepada keluarga atau kerabat tanpa seleksi terbuka dan transparan.
  • Penilaian kinerja dan promosi jabatan yang didasarkan pada hubungan personal, bukan prestasi kinerja.
  • Dominasi kelompok keluarga atau lingkaran dekat dalam struktur organisasi yang mengakibatkan pengambilan keputusan tidak objektif.

Bentuk nepotisme yang sering terjadi antara lain:

  • Pengangkatan pejabat atau pegawai berdasarkan hubungan keluarga, bukan kompetensi.
  • Penunjukan langsung proyek pemerintahan kepada pihak yang memiliki hubungan kekerabatan.
  • Pemberian fasilitas, izin, atau bantuan publik secara khusus kepada kerabat pejabat.

Bentuk-bentuk nepotisme diatas mencerminkan penyimpangan terhadap prinsip keadilan dan akuntabilitas yang seharusnya menjadi dasar dalam sistem birokrasi maupun politik.

Dampak Negatif Nepotisme terhadap Masyarakat dan Demokrasi

Praktik nepotisme tidak hanya mencederai nilai keadilan, tetapi juga berdampak serius terhadap kualitas tata kelola pemerintahan dan kehidupan demokrasi. Dampak paling nyata antara lain:

  1. Menurunnya kualitas pelayanan publik karena jabatan diisi oleh individu yang tidak kompeten.
  2. Tertutupnya kesempatan bagi pegawai berprestasi, yang mengakibatkan rasa ketidakadilan di lingkungan kerja.
  3. Menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah dan proses demokrasi, karena masyarakat menilai kekuasaan diwariskan secara turun-temurun.
  4. Terhambatnya reformasi birokrasi dan pembentukan budaya profesional, karena keputusan tidak lagi berbasis pada kinerja dan merit.

Nepotisme pada akhirnya menciptakan sistem yang tidak efisien dan memperlemah institusi publik dari dalam.

Baca juga: Apa Itu Demokrasi dan Perkembangannya di Indonesia

Kerangka Hukum dan Upaya Pencegahan Nepotisme di Indonesia

Sebagai bentuk komitmen terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berintegritas, Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat dalam pencegahan praktik nepotisme. Landasan utamanya adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Undang-undang ini menegaskan bahwa setiap penyelenggara negara wajib menghindari konflik kepentingan, termasuk tindakan yang mengandung unsur nepotisme dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya, Peraturan tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta Kode Etik Penyelenggara Negara secara tegas melarang praktik nepotisme, terutama dalam proses pengangkatan jabatan dan penentuan kebijakan publik. Prinsip profesionalitas, integritas, dan meritokrasi menjadi dasar dalam setiap mekanisme rekrutmen dan promosi jabatan.

Dari sisi kelembagaan, berbagai institusi negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bawaslu, dan KPU turut memainkan peran penting dalam pengawasan terhadap proses rekrutmen, seleksi jabatan publik, dan pelaksanaan kebijakan agar bebas dari intervensi kepentingan pribadi maupun keluarga. Langkah lainnya adalah penerapan sistem merit dan rekrutmen berbasis transparansi, di mana setiap jabatan harus diisi berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan hasil evaluasi profesional.

Baca juga:Cara Bawaslu Kawal Pemilu: Tugas, Fungsi, Struktur, dan Wewenang

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 22 kali