
KH. Wahid Hasyim : Ulama, Negarawan, dan Pelopor Semangat Demokrasi Indonesia
Wamena - Setiap peringatan Hari Santri Nasional menjadi momentum penting untuk mengenang para ulama pejuang yang berperan besar dalam membangun dasar negara dan demokrasi Indonesia. Salah satu tokoh yang namanya tak pernah lekang oleh waktu adalah KH. Wahid Hasyim — sosok santri cerdas, negarawan muda, dan jembatan antara nilai keislaman dengan semangat kebangsaan.
Jejak Perjuangan KH. Wahid Hasyim dalam Kemerdekaan
Lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 1 Juni 1914, KH. Wahid Hasyim merupakan putra dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Sejak muda, ia dikenal sebagai santri visioner dengan pandangan luas mengenai hubungan antara agama dan negara.
Di masa perjuangan kemerdekaan, KH. Wahid Hasyim aktif dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ikut merumuskan Pancasila serta UUD 1945.
Kecerdasannya dalam memadukan nilai-nilai Islam dengan cita-cita kebangsaan menjadikannya tokoh penting yang dihormati lintas kalangan. Beliau juga tercatat sebagai Menteri Agama termuda pertama yang berhasil mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam sistem kenegaraan yang inklusif, toleran, dan moderat.
Baca juga: 20 Oktober: Awal Tradisi Demokrasi Baru dari Pelantikan Presiden Gus Dur
Peran Sentral dalam Pembentukan Jati Diri Bangsa
Sebagai pejabat publik sekaligus tokoh pesantren, KH. Wahid Hasyim menjadi figur pemersatu antara ulama dan kaum nasionalis. Ia menegaskan bahwa agama dan negara bukan dua hal yang saling bertentangan, melainkan dua kekuatan moral dan sosial yang saling melengkapi untuk menjaga keutuhan bangsa.
Melalui pandangan inilah lahir tradisi politik santun dan beretika, yang menempatkan perbedaan sebagai kekayaan, bukan sumber perpecahan.
Nilai-nilai perjuangan tersebut sejalan dengan semangat demokrasi yang terus dijaga oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga hari ini — yakni menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, serta memastikan setiap proses politik berlangsung jujur, adil, dan bermartabat.
Inspirasi bagi ASN dan Generasi Muda
Warisan pemikiran KH. Wahid Hasyim menjadi sumber inspirasi bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat luas. Integritas, kejujuran, serta pengabdian tanpa pamrih yang beliau contohkan mengajarkan bahwa melayani rakyat adalah panggilan moral, bukan sekadar kewajiban jabatan.
Bagi generasi muda, sosok beliau menjadi teladan tentang pentingnya menjadi pemimpin yang bijaksana, terbuka terhadap perbedaan, dan berani memperjuangkan nilai-nilai kebenaran.
Di tengah tantangan era digital dan disrupsi sosial, semangat moderasi, toleransi, serta persatuan yang diwariskannya tetap menjadi fondasi kuat dalam menjaga persaudaraan dan stabilitas demokrasi Indonesia, termasuk di tanah Papua Pegunungan.
Baca juga: Haji Agus Salim: Teladan Intelektual dan Pejuang Demokrasi Bangsa
Makna Hari Santri dan Refleksi Demokrasi
Peringatan Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober menjadi momen untuk meneladani perjuangan para ulama, khususnya KH. Wahid Hasyim, yang menjadikan nilai agama sebagai dasar moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Melalui keteladanan beliau, kita belajar bahwa demokrasi bukan hanya sistem politik, tetapi juga cerminan tanggung jawab moral untuk menegakkan keadilan dan kemaslahatan rakyat.
Bagi bangsa Indonesia, termasuk masyarakat Papua Pegunungan, refleksi Hari Santri merupakan ajakan untuk terus menjaga kedaulatan rakyat dan semangat kebersamaan dalam bingkai persatuan dan kesetaraan.
Sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengabdian beliau, marilah kita kirimkan doa terbaik:
Al-Fatihah, khususon ila ruh al-marhum KH. Wahid Hasyim — semoga segala perjuangan dan pengabdiannya menjadi amal jariyah bagi bangsa dan negara.