Jenderal AH Nasution: Jejak Perjuangan dan Warisan Strategis Sang Jenderal Besar
Wamena - Awal Desember menjadi waktu yang tepat untuk kembali mengingat sosok yang memberi pengaruh besar pada dunia militer dan perjalanan kebangsaan Indonesia. Jenderal AH Nasution adalah salah satu figur sentral yang meninggalkan jejak kuat dalam sejarah pertahanan negara. Ia bukan hanya perwira tinggi, tetapi pemikir yang membantu membentuk arah strategi militer Indonesia. Pengabdiannya tumbuh dari pengalaman panjang di medan perjuangan dan berbagai masa sulit yang membentuk keteguhan sikapnya. Dalam proses perumusan doktrin TNI, ia terlibat bersama Jenderal Soedirman, T.B. Simatupang, dan A.E. Kawilarang sehingga melahirkan fondasi penting bagi sistem pertahanan negara. Pemikirannya memberi dasar bagi kebijakan keamanan modern. Mengingat sosok ini bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi mengajak kita memahami nilai kepemimpinan yang tetap relevan bagi keamanan dan demokrasi saat ini.
Baca juga: Dari Medan Juang ke Demokrasi: Teladan Nasionalisme Prabowo
Akar Perjalanan Hidup dan Karier
Nasution lahir pada 3 Desember 1918 di Kotanopan, Tapanuli Selatan. Beliau tumbuh dalam suasana perjuangan yang keras. Masa mudanya diisi oleh aktivitas belajar dan penghayatan pada isu kebangsaan. Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, beliau langsung bergabung dalam barisan perlawanan. Dunia militer menjadi ruang pengabdian yang ia pilih sejak awal. Pengalaman bertempur dalam agresi militer Belanda membentuk cara berpikirnya yang tegas dan sistematis.
Perjalanan kariernya bergerak cepat. Ia terlibat dalam pertempuran penting. Beliau memimpin pasukan dalam berbagai operasi mempertahankan republik. Kesetiaannya pada bangsa terlihat pada setiap tahap tugas. Di masa awal kemerdekaan, beliau menjadi salah satu figur yang dipercaya memegang posisi strategis di tubuh TNI. Seluruh pengalaman itu menjadi dasar bagi lahirnya pemikiran militer modern di Indonesia.
Baca juga: Bayang-Bayang G30S/PKI: Dua Saudara dalam Satu Rahim, Berbeda Jalan Politik
Peran Strategis dalam Tentara Nasional Indonesia
Nasution bukan hanya prajurit. Beliau adalah pemikir militer yang melahirkan konsep dasar pertahanan rakyat semesta. Konsep ini menempatkan rakyat sebagai kekuatan penting dalam menjaga negara. Pemikirannya relevan bagi situasi Indonesia yang luas dan beragam. Ia melihat bahwa keamanan nasional tidak hanya bergantung pada kekuatan senjata. Ia bergantung pada partisipasi warga.
Perannya di tubuh TNI semakin penting ketika ia dipercaya memegang jabatan strategis. Tanggung jawab itu ia gunakan untuk membangun sistem yang berpihak pada stabilitas negara. Beliau ikut menyusun dasar pembinaan angkatan bersenjata. Cara kerjanya selalu terukur. Beliau memastikan agar TNI tetap berada dalam jalur profesionalisme.
Nasution juga mengalami masa gelap dalam perjalanan bangsa. Peristiwa 30 September 1965 menjadi titik yang memengaruhi hidupnya secara personal. Beliau dan keluarganya menjadi sasaran. Namun ia tetap bertahan dan berdiri tegar. Sikapnya yang penuh kontrol diri menunjukkan kualitas moral seorang pemimpin.
Baca juga: Kasman Singodimejo: Jembatan Persatuan dari Sumpah Pemuda hingga Dasar Negara
Perolehan Jenderal Besar Bintang Lima
Pangkat jenderal besar bintang lima adalah penghargaan tertinggi bagi seorang prajurit. AH Nasution menerima penghargaan itu sebagai bentuk pengakuan atas pengabdian, jasa, dan pemikirannya. Pangkat dan penghargaan tersebut diberikan pada 5 Oktober 1997 melalui Keppres No 46/ABRI/1997. Gelar itu lahir setelah menilai perjalanan panjang kariernya dalam mempertahankan kedaulatan negara. Ini bukan gelar seremonial. Ini simbol kontribusi yang melampaui jabatan biasa dan menegaskan posisinya sebagai salah satu perwira paling berpengaruh dalam sejarah militer Indonesia.
Baca juga: Mengenang Bung Tomo: Pahlawan 3 Oktober, Inspirasi Demokrasi
Warisan Pemikiran yang Tetap Relevan
Ada beberapa pemikiran Nasution yang masih relevan untuk Indonesia hari ini. Pertama. Ketahanan nasional harus berbasis pada keterlibatan rakyat. Rakyat bukan penonton. Rakyat adalah subjek yang menentukan arah stabilitas negara. Kedua. TNI harus tetap profesional. TNI harus memegang prinsip tidak memihak. Ketiga. Negara butuh sistem keamanan yang adaptif. Nasution selalu melihat perubahan zaman sebagai tantangan yang harus direspons dengan kebijakan yang kuat.
Warisan pemikiran itu tidak hanya tertulis dalam bukunya. Warisan itu hidup dalam doktrin dan cara bekerja institusi keamanan Indonesia. Ia menyusun kerangka konsep yang membuat TNI terus berkembang sebagai alat pertahanan negara. Cara berpikirnya mendorong negara memiliki sistem yang tertata antara militer, pemerintah, dan masyarakat.
Relevansi Nasution bagi Indonesia Masa Kini
Mengangkat kembali kisah Nasution memberi banyak manfaat. Kita belajar bahwa kepemimpinan bukan soal kekuasaan. Kepemimpinan adalah keberanian untuk berpikir jauh ke depan. Ia mengajarkan pentingnya kedisiplinan di tengah perubahan yang cepat. Ia menekankan perlunya strategi yang memberi ruang bagi rakyat untuk terlibat.
Di tengah tantangan keamanan digital, ancaman sosial, dan ketegangan politik yang mungkin muncul, pemikiran Nasution tetap menjadi fondasi kuat. Kita bisa menata ulang cara memandang pertahanan negara. Kita bisa menempatkan masyarakat sebagai bagian dari solusi. Ini sesuai dengan nilai demokrasi yang menuntut partisipasi publik dalam menjaga negara.
Nilai demokrasi yang sejalan dengan pemikiran Nasution menegaskan bahwa kekuatan negara terletak pada warga yang aktif dan dilibatkan. Prinsip keterbukaan, partisipasi setara, dan penghormatan pada hak masyarakat membuat kebijakan pertahanan lebih adil. Pandangan ini mengingatkan bahwa keamanan nasional tidak boleh mengabaikan suara rakyat. Negara berjalan stabil ketika keputusan besar lahir dari ruang demokrasi yang sehat.
Baca juga: Hari Pahlawan 10 November: Makna, Cara Peringatan, dan Inspirasi bagi Generasi Muda
Refleksi Singkat untuk Hari Ini
Mengenang Nasution bukan untuk mengagungkan masa lalu. Tujuannya agar kita belajar dari jejak perjuangan dan keteguhannya. Beliau menunjukkan bahwa negara yang kuat lahir dari integritas dan visi jangka panjang. Demokrasi juga membutuhkan rasa aman yang adil. Tidak otoriter. Tidak berlebihan. Pemikiran Nasution membantu kita menjaga keseimbangan itu.
Ketika kita melihat kembali hidupnya, kita diingatkan bahwa sejarah membentuk masa depan. Warisan Nasution adalah ajakan untuk membangun negara yang disiplin. Kuat. Dan tetap mengutamakan rakyat. Dari sosok ini kita belajar bahwa Indonesia bisa maju dengan strategi yang tepat. Nilai keteguhan dan kecintaan pada bangsa akan selalu relevan untuk generasi muda hari ini dan esok.