Ancaman di Bidang Politik: Bentuk, Dampak, dan Peran KPU Mengatasinya
Tolikara - Pernahkah Anda membayangkan bahwa runtuhnya sebuah negara tidak selalu dimulai dengan dentuman meriam atau serbuan pasukan militer asing? Di era modern yang serba terhubung ini, bahaya yang mengintai kedaulatan bangsa sering kali tidak kasat mata, menyusup perlahan ke dalam sendi-sendi kehidupan bernegara, dan merusak fondasi demokrasi dari dalam. Apakah kita, sebagai warga negara dan pemilih, sudah benar-benar aman dari bahaya laten tersebut?
Pertanyaan ini menjadi relevan ketika kita mendiskusikan apa yang disebut sebagai ancaman non-militer, khususnya yang menyasar stabilitas pemerintahan dan integrasi bangsa.
Dalam diskursus ketahanan nasional, ancaman di bidang politik adalah salah satu isu krusial yang menuntut kewaspadaan tinggi. Ancaman ini tidak hanya membahayakan kelangsungan pemerintahan, tetapi juga berpotensi mencederai hak konstitusional rakyat dalam menentukan pemimpinnya.
Sebagai penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyadari bahwa menjaga integritas proses demokrasi adalah benteng pertahanan pertama dalam menghalau ancaman tersebut.
Artikel ini akan mengupas tuntas dinamika ancaman politik, dampaknya bagi kita semua, serta bagaimana KPU dan masyarakat dapat bersinergi untuk melawannya.
Baca juga: Legitimasi Adalah Dasar Kekuasaan yang Sah: Pengertian dan Jenisnya
Apa Itu Ancaman di Bidang Politik?
Secara terminologi, ancaman di bidang politik dapat didefinisikan sebagai setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa yang berdimensi politik.
Berbeda dengan ancaman militer yang mengandalkan kekuatan senjata, ancaman politik menggunakan instrumen-instrumen non-fisik untuk menekan, memecah belah, atau melemahkan sistem tata negara.
Dalam konteks pemilu dan demokrasi, ancaman ini sering kali bermanifestasi sebagai upaya untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu, memanipulasi opini publik secara destruktif, hingga upaya mengganti ideologi negara yang bertentangan dengan Pancasila.
Memahami ancaman di bidang politik bukan berarti kita menjadi paranoid, melainkan menjadi warga negara yang waspada.
Ancaman ini sering kali bekerja dengan cara memengaruhi pola pikir dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan yang sah. Jika dibiarkan, hal ini dapat memicu ketidakstabilan nasional yang serius.
Bentuk-Bentuk Ancaman Politik di Indonesia
Indonesia, dengan keragaman suku, agama, dan budaya, serta kondisi geografis kepulauan yang luas, memiliki kerentanan tersendiri terhadap ancaman berdimensi politik. Berikut adalah beberapa bentuk nyata ancaman yang sering muncul, terutama menjelang tahun-tahun politik:
1. Politik Identitas dan Polarisasi
Politik identitas yang mengeksploitasi perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) adalah salah satu ancaman di bidang politik yang paling berbahaya.
Ketika preferensi politik ditarik ke ranah sentimen primordial yang ekstrem, masyarakat akan terbelah (polarisasi). Hal ini tidak hanya memecah persatuan, tetapi juga memicu konflik horizontal yang bisa berujung pada kekerasan fisik.
2. Disinformasi dan Ujaran Kebencian (Hoaks)
Di era digital, penyebaran berita bohong atau hoaks menjadi senjata ampuh untuk membunuh karakter lawan politik atau menjatuhkan kredibilitas penyelenggara pemilu.
Disinformasi yang sistematis dapat membuat pemilih bingung, marah, dan akhirnya kehilangan kepercayaan pada proses demokrasi.
3. Politik Uang (Money Politics)
Politik uang adalah racun demokrasi. Praktik jual beli suara ini merusak mentalitas pemilih dan melahirkan pemimpin yang koruptif.
Politik uang mengubah hak pilih yang sakral menjadi komoditas transaksional semata, yang pada akhirnya melemahkan kualitas pemerintahan yang terbentuk.
4. Intervensi Pihak Asing
Meskipun tidak selalu terlihat secara fisik, intervensi asing bisa hadir melalui tekanan politik internasional, pendanaan ilegal kepada kelompok tertentu, atau intimidasi diplomasi yang bertujuan menyetir kebijakan nasional agar menguntungkan pihak asing tersebut.
5. Separatisme
Gerakan separatis atau upaya memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk ancaman politik tingkat tinggi yang langsung menyerang kedaulatan wilayah. Hal ini sering kali dipicu oleh ketidakpuasan politik atau hasutan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Baca juga: Yudikatif Adalah: Pengertian, Fungsi, dan Lembaganya di Indonesia
Dampak Ancaman Politik terhadap Demokrasi
Jika berbagai bentuk ancaman di bidang politik tersebut tidak ditangani dengan serius, dampaknya akan sangat destruktif bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Pertama, erosi kepercayaan publik (trust). Ketika masyarakat terus-menerus disuguhi narasi kebencian dan kecurangan, kepercayaan mereka terhadap institusi demokrasi, termasuk KPU dan pemerintah, akan runtuh. Ketidakpercayaan ini bisa memicu civil disobedience atau pembangkangan sipil.
Kedua, kualitas kepemimpinan yang buruk. Jika proses politik didominasi oleh politik uang dan manipulasi, maka pemimpin yang terpilih bukanlah putra-putri terbaik bangsa, melainkan mereka yang memiliki modal besar atau kemampuan manipulasi tertinggi. Akibatnya, kebijakan publik yang dihasilkan tidak akan berpihak pada rakyat.
Ketiga, disintegrasi bangsa. Dampak paling fatal adalah perpecahan. Konflik akibat polarisasi politik yang tidak terkendali dapat merobek tenun kebangsaan yang telah dirajut sejak kemerdekaan, membuat sesama anak bangsa saling bermusuhan.
Ancaman Politik dalam Penyelenggaraan Pemilu
Dalam konteks penyelenggaraan Pemilu atau Pilkada, ancaman politik memiliki target yang spesifik: menggagalkan atau mencacati proses pergantian kekuasaan yang konstitusional.
Ancaman ini bisa berupa intimidasi terhadap pemilih agar tidak datang ke TPS, perusakan logistik pemilu, hingga serangan siber terhadap sistem teknologi informasi KPU.
Tujuannya adalah menciptakan kekacauan (chaos) sehingga hasil pemilu tidak dapat diterima oleh publik. Bagi KPU, termasuk di Provinsi Papua Pegunungan, tantangan geografis sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan kecurangan atau intimidasi di wilayah yang sulit dijangkau. Oleh karena itu, deteksi dini terhadap potensi ancaman ini menjadi sangat krusial.
Peran KPU dalam Mencegah Ancaman Politik
Sebagai garda terdepan demokrasi, KPU tidak tinggal diam. KPU memiliki peran strategis dan wewenang regulatif untuk memitigasi dan mengatasi berbagai ancaman tersebut. Berikut adalah langkah-langkah konkret yang dilakukan KPU:
1. Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum
KPU menyusun Peraturan KPU (PKPU) yang ketat untuk mengatur tahapan pemilu, mulai dari kampanye hingga rekapitulasi suara. KPU juga bekerja sama erat dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan aparat penegak hukum (TNI/Polri) melalui Sentra Gakkumdu untuk menindak tegas pelanggaran pidana pemilu, seperti politik uang dan kampanye hitam.
2. Transparansi Berbasis Teknologi
Untuk melawan narasi kecurangan dan disinformasi, KPU mengedepankan transparansi. Penggunaan sistem informasi seperti Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) dan Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih) memungkinkan publik memantau data secara real-time. Keterbukaan ini mempersempit ruang gerak bagi pihak-pihak yang ingin memanipulasi data.
3. Pendidikan Pemilih yang Masif
KPU secara aktif melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih, baik melalui media sosial, tatap muka, maupun program Relawan Demokrasi. Tujuannya adalah membangun kesadaran masyarakat agar menolak politik uang, anti-hoaks, dan menggunakan hak pilihnya secara cerdas.
4. Menjaga Netralitas Penyelenggara
KPU secara internal terus melakukan konsolidasi untuk memastikan seluruh jajaran penyelenggara, dari tingkat provinsi hingga KPPS di desa/kampung, menjaga integritas dan netralitas. Kode etik penyelenggara pemilu ditegakkan dengan tegas demi menjaga marwah lembaga.
Baca juga: Integritas Adalah: Pengertian, Ciri, dan Pentingnya bagi ASN dan Pejabat Publik
Pentingnya Literasi Politik Masyarakat
Sebuat apapun sistem yang dibangun oleh KPU, pertahanan semesta menghadapi ancaman di bidang politik terletak pada masyarakat itu sendiri. Literasi politik adalah kuncinya.
Masyarakat yang melek politik tidak akan mudah terprovokasi oleh isu SARA. Mereka akan memverifikasi setiap informasi yang diterima sebelum menyebarkannya (saring sebelum sharing).
Mereka juga akan memandang perbedaan pilihan politik sebagai hal yang wajar dalam demokrasi, bukan alasan untuk bermusuhan. Dengan literasi yang baik, masyarakat akan menjadi "CCTV hidup" yang turut mengawasi jalannya pemilu, melaporkan kecurangan, dan menolak segala bentuk suap politik.
Ancaman di bidang politik adalah realitas yang harus dihadapi dengan kedewasaan berdemokrasi, bukan dengan ketakutan. Dari politik uang, disinformasi, hingga polarisasi, semuanya bertujuan melemahkan fondasi bangsa.
Namun, dampak destruktif tersebut dapat diredam melalui sinergi yang kuat antara penyelenggara pemilu yang berintegritas dan pemilih yang cerdas. KPU berkomitmen penuh menjaga mandat konstitusi, namun partisipasi aktif Andalah yang menyempurnakannya.
Menjawab pertanyaan di awal tulisan ini: apakah kita aman dari ancaman tersebut? Jawabannya ada di tangan kita sendiri. Keamanan demokrasi tidak jatuh dari langit, tetapi diperjuangkan di bilik suara dan dirawat dalam diskursus publik yang sehat. Mari menjadi pemilih berdaulat untuk Indonesia yang kuat.
Jadilah bagian dari solusi. Cek status terdaftar Anda di DPT sekarang, tolak politik uang, dan lawan hoaks demi masa depan Papua Pegunungan dan Indonesia. (GSP)
Daftar Referensi Hukum:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
- Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024.