Mengenal 5 Pahlawan Nasional Papua dalam Sejarah Indonesia
Wamena - Papua bukan hanya dikenal karena keindahan alam dan kekayaan budayanya, tetapi juga karena kontribusi besar putra-putrinya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Di balik sejarah panjang perjuangan bangsa, sejumlah tokoh asal tanah Papua telah berperan penting dalam memperjuangkan persatuan, kedaulatan, serta integrasi wilayah paling timur Indonesia ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pengabdian dan semangat juang mereka kemudian diakui secara resmi dengan gelar Pahlawan Nasional.
Berikut lima tokoh pahlawan nasional asal Papua yang telah memberikan sumbangsih besar bagi bangsa dan negara.
1. Frans Kaisiepo

Frans Kaisiepo merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang berasal dari Papua. Ia lahir di Wardo, Biak, pada 10 Oktober 1921 dan wafat pada 10 April 1979. Sejak muda, Frans aktif dalam pergerakan nasional untuk memperjuangkan kemerdekaan dan penyatuan Papua ke dalam wilayah Indonesia.
Salah satu kontribusi pentingnya adalah keterlibatan dalam Konferensi Malino pada tahun 1946, di mana ia mewakili Papua dalam pembahasan pembentukan Republik Indonesia Serikat.
Pada kesempatan itu, Frans Kaisiepo mengusulkan penggunaan nama “Irian”, yang berasal dari bahasa Biak dan berarti “tanah yang beruap” atau “tanah yang hangat”. Istilah ini kemudian menjadi simbol perjuangan rakyat Papua untuk bergabung dengan Indonesia.
Ia juga dikenal sebagai orang pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih di tanah Papua. Atas jasanya, Pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden tahun 1993.
Namanya diabadikan sebagai nama Bandara Frans Kaisiepo di Biak dan juga digunakan sebagai nama salah satu kapal perang Republik Indonesia, KRI Frans Kaisiepo (368). Wajahnya turut diabadikan pada uang kertas pecahan Rp10.000 tahun emisi 2016.
Baca juga: Mengenang Bung Tomo: Pahlawan 3 Oktober, Inspirasi Demokrasi
2. Marthen Indey

Marthen Indey lahir di Doromena, Papua, pada 14 Maret 1912 dan wafat pada 17 Juli 1986. Ia merupakan salah satu tokoh pejuang asal Papua yang dikenal karena keberaniannya menentang kekuasaan kolonial Belanda.
Meskipun pada awalnya bekerja sebagai polisi di bawah pemerintahan Belanda, Marthen justru berbalik arah dan memimpin perlawanan terhadap penjajahan pada tahun 1945.
Aksi pemberontakan yang dipimpinnya merupakan bentuk penolakan terhadap upaya Belanda yang ingin memisahkan Irian Barat dari wilayah Indonesia.
Karena sikap nasionalismenya yang tinggi, ia beberapa kali ditangkap dan dipenjara oleh Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Marthen terus aktif dalam perjuangan politik dan akhirnya dipercaya menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan dan pengorbanannya, Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 077/TK/1993 pada 14 September 1993.
3. Johannes Abraham Dimara

Lahir di Korem, Biak Utara, pada 16 April 1916, Johannes Abraham Dimara merupakan seorang perwira TNI yang dikenal karena dedikasinya dalam memperjuangkan integrasi Irian Barat dengan Indonesia.
Sejak masa muda, Johannes telah aktif dalam perlawanan terhadap kolonialisme dan turut mengibarkan bendera Merah Putih di Namlea, Pulau Buru, pada tahun 1946.
Pada tahun 1950, ia memimpin Organisasi Pemberantasan Irian Barat (OPI), sebuah gerakan yang bertujuan untuk membebaskan Irian Barat dari kekuasaan Belanda.
Karena aktivitasnya, ia ditangkap dan ditahan oleh pasukan Belanda. Namun semangat perjuangannya tidak pernah surut. Setelah bebas, Johannes terus berperan aktif dalam perjuangan diplomatik dan militer hingga akhirnya Irian Barat resmi menjadi bagian dari Indonesia.
Atas jasanya yang besar, Pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Johannes Abraham Dimara pada tahun 2011.
Baca juga: Semangat Usman dan Harun: Teladan Nasionalisme dan Demokrasi Bangsa
4. Silas Papare

Silas Papare lahir di Serui pada 18 Desember 1918 dan wafat pada 7 Maret 1979. Ia dikenal sebagai tokoh yang berjuang keras untuk penyatuan wilayah Irian Jaya (sekarang Papua) ke dalam Republik Indonesia.
Pada masa pasca-kemerdekaan, Silas mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta pada Oktober 1949, sebagai upaya mendukung pemerintah Indonesia dalam diplomasi internasional mengenai status Irian Barat.
Ia juga dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi salah satu delegasi Papua dalam Perjanjian New York (New York Agreement) pada 15 Agustus 1962—perjanjian yang menjadi dasar kembalinya Irian Barat ke pangkuan Indonesia.
Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Silas Papare melalui Keputusan Presiden Nomor 077/TK/1993 pada 14 September 1993. Namanya kini diabadikan sebagai KRI Silas Papare (386) dan juga menjadi inspirasi bagi banyak generasi muda Papua.
5. Machmud Singgirei Rumagesan

Machmud Singgirei Rumagesan lahir di Kokas, Fakfak, pada 27 Desember 1885 dan wafat pada 5 Juli 1964. Ia merupakan tokoh adat sekaligus pemimpin politik yang memiliki peran penting dalam perjuangan pembebasan Irian Barat.
Di usia muda, ia telah menjabat sebagai Raja Sekar dengan gelar Raja Al Alam Ugar Sekar, yang berarti “raja yang lahir dan tumbuh tanpa pengaruh kerajaan lain”.
Sebagai pemimpin lokal, Machmud memperjuangkan persatuan dan menolak dominasi kolonial. Pada tahun 1953, ia memimpin Gerakan Tjendrawasih Revolusioner Irian Barat (GTRIB) dan Organisasi Pemuda Cendrawasih Muda, dua organisasi yang berperan dalam memperjuangkan integrasi Papua ke dalam NKRI. Karena aktivitasnya, ia beberapa kali ditangkap oleh Belanda.
Setelah pembebasannya, Machmud dipercaya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) periode 1959–1965.
Atas jasa dan dedikasinya terhadap bangsa, pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2020 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 117/TK/2020.
Kelima tokoh ini merupakan bukti nyata bahwa semangat nasionalisme dan perjuangan untuk keutuhan NKRI juga tumbuh kuat di tanah Papua.
Perjuangan mereka mengajarkan nilai keberanian, persatuan, dan pengabdian yang patut diteladani oleh generasi muda masa kini. (GSP)