
Jejak Demokrasi Papua: Dari Pepera 1969 ke Pemilu 1971
Wamena - Perjalanan demokrasi di Tanah Papua tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang integrasi wilayah ini ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemilu pertama di Papua bukan hanya sekadar pesta politik, melainkan momentum penting yang menandai lahirnya kesetaraan politik bagi masyarakat di ujung timur Nusantara.
Baca juga: Wajib Tahu! Syarat Menjadi Pemilih Sah di Pemilu
1. Dari Pepera ke Integrasi: Awal Perjalanan Politik Papua
Ketika Indonesia melaksanakan Pemilu pertama tahun 1955, wilayah Papua — saat itu masih bernama Nederlands Nieuw-Guinea — belum menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Situasi berubah setelah Perjanjian New York (15 Agustus 1962) antara Indonesia dan Belanda, yang kemudian melahirkan pemerintahan sementara PBB (UNTEA) di wilayah tersebut.
Pada 1 Mei 1963, administrasi Papua resmi diserahkan kepada Indonesia. Namun, status politik Papua baru dikukuhkan setelah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969, yang menghasilkan keputusan bergabung dengan Indonesia.
Inilah titik awal rakyat Papua mulai menjadi bagian aktif dalam sistem politik dan demokrasi nasional.
2. Pemilu 1971: Babak Baru Demokrasi di Tanah Papua
Setelah integrasi pasca-Pepera, pemerintah Indonesia mulai menata sistem pemerintahan di wilayah Papua (saat itu disebut Irian Barat).
Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969, pemerintah membentuk Provinsi dan Kabupaten di Irian Barat serta menyiapkan penyelenggaraan pemilu secara serentak.
Maka pada tahun 1971, untuk pertama kalinya rakyat Papua ikut serta dalam Pemilu kedua secara nasional — memilih wakil-wakilnya di DPR dan DPRD.
Bagi masyarakat Papua, momen ini menjadi simbol pengakuan atas hak politik yang setara dengan warga negara di seluruh wilayah Indonesia.
Baca juga: Asas-asas Pemilu di Indonesia dan Penjelasannya: Memahami Pilar Demokrasi Luber-Jurdil
3. Makna Pemilu Papua bagi Demokrasi Nasional
Pemilu 1971 menandai bahwa semangat demokrasi Indonesia telah menjangkau seluruh wilayah Nusantara.
Partisipasi masyarakat Papua dalam pemilu menunjukkan bahwa demokrasi adalah ruang bagi semua warga negara untuk berpartisipasi, menyampaikan aspirasi, dan menentukan arah pembangunan bangsanya.
Kini, melalui lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri, nilai-nilai demokrasi itu terus dijaga.
Di era modern, KPU Papua Pegunungan menjadi garda depan dalam memastikan setiap warga memiliki hak pilih dan kesempatan politik yang adil, sebagaimana cita-cita demokrasi yang diperjuangkan sejak awal kemerdekaan.
4. Nilai-Nilai Demokrasi yang Terus Hidup
Dari Pepera 1969 hingga Pemilu 1971 dan seterusnya, perjalanan politik di Tanah Papua mencerminkan nilai-nilai musyawarah, partisipasi, dan persatuan.
Sejarah ini menjadi pengingat bahwa demokrasi bukan sekadar soal pemungutan suara, tetapi tentang rasa memiliki terhadap bangsa dan tanggung jawab bersama menjaga keutuhan Indonesia.
Baca juga: Demokrasi Indonesia tegak bersama KPU Papua Pegunungan
(Pram)
Rujukan Sumber:
Perjanjian New York, 15 Agustus 1962.
United Nations General Assembly Resolution 2504 (XXIV), 19 November 1969.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten di dalamnya.
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI): Dokumentasi Pelaksanaan Pemilu 1971 di Irian Barat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI: Sejarah Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.