
Demokrasi Liberal di Indonesia: Pengertian, Sejarah, dan Dinamika Penerapannya
Papua Pegunungan - Demokrasi merupakan fondasi penting dalam membangun kehidupan politik yang menjunjung tinggi partisipasi rakyat, kebebasan berpendapat, dan penegakan hukum. Dalam artikel ini kami akan membahas tentang pengertian, sejarah, Demokkrasi Liberal di Indonesia terus ikuto dinamika dan penerapannya.
Dalam perjalanan sejarahnya, Indonesia telah melalui beberapa periode demokrasi, mulai dari Demokrasi Parlementer (1945–1959), Demokrasi Terpimpin (1959–1966), Demokrasi Pancasila (1965–1998), hingga Era Reformasi yang berlangsung hingga kini.
Salah satu fase penting dalam perjalanan politik Indonesia adalah masa Demokrasi Liberal atau sering disebut juga Demokrasi Parlementer, yang berlangsung antara tahun 1950 hingga 1959.
Pada masa ini, Indonesia berupaya menerapkan sistem pemerintahan yang meniru model parlementer Barat, di mana kekuasaan eksekutif dan legislatif dijalankan secara seimbang, dan rakyat memiliki peran besar melalui partai politik.
Baca juga: Prinsip-Prinsip Demokrasi dan Pentingnya dalam Sistem Pemerintahan Modern
Pengertian Demokrasi Liberal
Secara umum, demokrasi liberal adalah sistem politik yang menekankan pembagian kekuasaan, perlindungan terhadap hak-hak individu, serta partisipasi rakyat dalam pemerintahan.
Menurut Matroji (2002), demokrasi liberal menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. Sementara Wati (2018) menjelaskan bahwa sistem ini bertujuan melindungi hak-hak individu dari potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah.
Berdasarkan e-Modul Sejarah Indonesia Kelas XII Kemendikbud, demokrasi liberal dikenal juga sebagai demokrasi parlementer, di mana kekuasaan legislatif lebih dominan dibanding eksekutif.
Dengan demikian, demokrasi liberal dapat dipahami sebagai sistem politik yang mengedepankan kedaulatan rakyat, pembagian kekuasaan yang seimbang, serta perlindungan hak-hak individu melalui konstitusi.
Ciri-Ciri Demokrasi Liberal
Ciri utama sistem demokrasi liberal adalah adanya pembagian kekuasaan dan sistem multipartai, yang membuka ruang bagi rakyat untuk berpartisipasi melalui berbagai partai politik. Beberapa ciri khas demokrasi liberal antara lain:
- Kepala negara bersifat simbolis dan tidak dapat diganggu gugat.
- Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen.
- Kabinet dibentuk berdasarkan suara terbanyak di parlemen.
- Masa jabatan kabinet tidak tetap dan dapat dijatuhkan oleh parlemen kapan saja.
- Keputusan diambil berdasarkan suara mayoritas melalui sistem voting.
- Adanya pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif.
- Pemerintahan dijalankan atas dasar kedaulatan rakyat yang diwujudkan melalui pemilihan umum.
Baca juga: Haji Agus Salim: Teladan Intelektual dan Pejuang Demokrasi Bangsa
Latar Belakang Munculnya Demokrasi Liberal di Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Indonesia berusaha mencari bentuk pemerintahan yang paling sesuai dengan kondisi bangsa. Berbagai gagasan muncul, termasuk sistem federasi, republik, hingga monarki konstitusional.
Langkah awal menuju demokrasi liberal dimulai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun 1945 yang memberikan wewenang legislatif kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Kemudian disusul Maklumat Pemerintah 3 November 1945, yang membuka kesempatan bagi rakyat untuk membentuk partai politik.
Tokoh muda seperti Sutan Sjahrir mendorong gagasan sistem multipartai sebagai bentuk demokrasi sejati. Akibatnya, berbagai partai politik lahir, seperti PNI, Masyumi, NU, PKI, PSI, Parkindo, dan lainnya.
Langkah tersebut menunjukkan bahwa Indonesia ingin menunjukkan kepada dunia internasional, terutama negara-negara Barat, bahwa bangsa yang baru merdeka ini mampu menjalankan sistem politik yang demokratis.
Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia (1950–1959)
Demokrasi liberal mulai diterapkan setelah berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang menetapkan sistem pemerintahan parlementer. Dalam sistem ini, presiden berperan sebagai kepala negara, sedangkan pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri bersama kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Dalam kurun waktu sembilan tahun, Indonesia mengalami tujuh kali pergantian kabinet, di antaranya:
- Kabinet Natsir (1950–1951)
- Kabinet Sukiman (1951–1952)
- Kabinet Wilopo (1952–1953)
- Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953–1955)
- Kabinet Burhanuddin Harahap (1955–1956)
- Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956–1957)
- Kabinet Djuanda (1957–1959)
Seringnya pergantian kabinet ini menunjukkan ketidakstabilan politik, yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan antarpartai di parlemen.
Namun, di sisi lain, masa ini juga mencatat beberapa kemajuan penting, seperti Pemilu pertama tahun 1955, yang dianggap sebagai tonggak sejarah demokrasi Indonesia.
Pemilu 1955 dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante, sekaligus menjadi bukti bahwa Indonesia mampu melaksanakan pemilihan umum yang bebas dan demokratis.
Baca juga: Asas-asas Pemilu di Indonesia dan Penjelasannya: Memahami Pilar Demokrasi Luber-Jurdil
Akhir dari Masa Demokrasi Liberal
Meskipun menjadi tonggak awal demokrasi di Indonesia, sistem demokrasi liberal dianggap belum mampu menciptakan stabilitas politik.
Konflik antarpihak dan pergantian kabinet yang terlalu sering menghambat pembangunan nasional.
Situasi ini mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945. Keputusan ini menandai berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan menjadi awal dari Demokrasi Terpimpin.
Masa demokrasi liberal merupakan periode penting dalam sejarah politik Indonesia. Meski diwarnai instabilitas dan perdebatan politik, era ini menjadi fondasi bagi berkembangnya sistem demokrasi di Indonesia.
Melalui pengalaman ini, bangsa Indonesia belajar bahwa demokrasi bukan hanya soal kebebasan, tetapi juga tanggung jawab dan keseimbangan dalam menjalankan kekuasaan.
Sistem pemerintahan yang demokratis — seperti yang terus dijaga oleh KPU saat ini — menjadi bukti bahwa semangat rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan arah bangsa tetap hidup dari masa ke masa. (GSP)