Artikel

Pemilu 1955: Sejarah Pemilu Paling Demokratis di Indonesia

Wamena, Papua Pegunungan - Pemilu pertama di Indonesia tahun 1955 menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan demokrasi bangsa Indonesia. Butuh waktu sepuluh tahun sejak Indonesia merdeka sebelum rakyat akhirnya bisa benar-benar memilih wakilnya sendiri. Saat itu, situasi politik dan keamanan belum stabil. Pemerintah masih sibuk membangun lembaga negara dan menata sistem pemerintahan yang baru berdiri.

Setelah semua dianggap siap, pemilihan umum pun digelar. Untuk pertama kalinya, rakyat diberi kesempatan memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante. Pemilu 1955 diselenggarakan dengan menjunjung tinggi asas jujur, umum, berkesamaan, rahasia, bebas, dan langsung.

Badan Penyelenggara Pemilu 1955

Dalam penyelenggaraan Pemilu 1955, pemerintah menunjuk Kementerian Kehakiman untuk membentuk badan-badan pemilihan umum. Pembentukan ini didasarkan pada Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor JB.2/9/4 Und. tertanggal 23 April 1953 dan Surat Edaran Nomor 5/11/37/KDN tertanggal 30 Juli 1953.

Badan-badan tersebut mengatur jalannya pemungutan suara, mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah. Struktur penyelenggaraannya dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), Panitia Pemilihan (PP), Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Baca juga: Perkembangan Sistem Pemilu Indonesia dari 2004-2019

Peserta Pemilu 1955

Pemilu 1955 diikuti oleh beragam peserta, mulai dari partai politik, organisasi kemasyarakatan, hingga calon perseorangan. Untuk pemilihan anggota DPR, tercatat ada 118 peserta, terdiri atas 36 partai politik, 34 organisasi kemasyarakatan, dan 48 calon perseorangan. Mereka memperebutkan 260 kursi DPR yang tersedia. Sementara itu, pemilihan anggota Konstituante diikuti oleh 91 peserta, yang meliputi 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29 calon perseorangan. Dalam ajang ini, sebanyak 520 kursi Konstituante diperebutkan oleh para peserta dari berbagai latar belakang.

Baca juga: Jejak Demokrasi Papua: Dari Pepera 1969 ke Pemilu 1971

Sistem Pemilu 1955 di Indonesia

Pemilu 1955 menggunakan sistem perwakilan proporsional, di mana jumlah kursi yang diperoleh setiap daerah pemilihan ditentukan berdasarkan jumlah penduduk. Saat itu, terdapat 16 daerah pemilihan (Dapil) di seluruh Indonesia.

Berdasarkan aturan yang berlaku, setiap daerah mendapat jatah minimal 3 kursi untuk DPR dan 6 kursi untuk Konstituante. Pemilihan anggota DPR digelar pada 29 September 1955, disusul pemilihan anggota Konstituante pada 15 Desember 1955. Melalui sistem ini, pemerintah berupaya memastikan keterwakilan dari berbagai wilayah di Indonesia, sehingga hasil pemilu dianggap lebih proporsional dan mencerminkan suara rakyat secara menyeluruh.

Hasil Pemilu 1955

Hasil Pemilu 1955 menunjukkan tidak ada satu pun partai yang berhasil meraih mayoritas mutlak di parlemen. Dari 260 kursi DPR yang diperebutkan, empat partai besar muncul sebagai kekuatan utama. PNI meraih sekitar 22,3 persen suara dengan 57 kursi, disusul Masyumi yang memperoleh 20,9 persen dengan jumlah kursi sama. Nahdlatul Ulama (NU) menempati posisi ketiga dengan 18,4 persen suara dan 45 kursi, sedangkan PKI menyusul dengan 16,4 persen suara dan 39 kursi. Partai-partai lain seperti PSI, Parkindo, dan Partai Katolik hanya mendapat kursi dalam jumlah kecil. Hasil ini memperlihatkan betapa beragamnya kekuatan politik Indonesia pada masa itu tidak ada satu partai pun yang benar-benar dominan.

Sementara itu, hasil pemilihan Konstituante pun tidak jauh berbeda. Perbedaan ideologi yang tajam membuat lembaga ini gagal mencapai kesepakatan dalam menyusun Undang-Undang Dasar baru. Akhirnya, situasi tersebut berujung pada Dekret Presiden 5 Juli 1959, ketika Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan mengembalikan berlakunya UUD 1945.

Baca jugaProporsional Terbuka vs Tertutup: Mencari Format Ideal untuk Pemilu 2029

Makna Pemilu 1955 bagi Demokrasi Indonesia

Pemilu 1955 menjadi pijakan awal lahirnya demokrasi modern di Indonesia. Untuk pertama kalinya, rakyat benar-benar ikut menentukan wakilnya di lembaga perwakilan melalui proses pemilihan yang jujur dan terbuka. Momen ini menandai kesungguhan bangsa Indonesia dalam membangun sistem pemerintahan yang berlandaskan kedaulatan rakyat.

Meski hasilnya melahirkan banyak partai dan perbedaan pandangan politik, Pemilu 1955 tetap dikenang sebagai pemilu paling demokratis dalam sejarah Indonesia. Dari sinilah, tradisi pemilihan umum di tanah air mulai berakar dan menjadi dasar bagi penyelenggaraan pemilu pada masa-masa berikutnya.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 61 kali