
Papua Pegunungan - Dalam beberapa tahun terakhir, kosakata gaul terus bermunculan dan makin beragam, salah satunya yaitu istilah kalcer. Kata ini cukup populer di telinga Generasi Z dan sering mereka gunakan dalam percakapan sehari-hari, baik secara langsung maupun di media sosial. Kata kalcer diadaptasi dari kata bahasa Inggris culture yang berarti budaya. Namun, dalam konteks bahasa gaul, kalcer memiliki makna yang lebih spesifik. Istilah ini biasanya dipakai untuk menyebut sekelompok orang dengan gaya penampilan khas yang identik dengan kebiasaan, lingkungan, atau tren tertentu. Misalnya, di Jakarta Selatan atau yang akrab disebut Jaksel, kita sering mendengar istilah “anak kalcer”. Mereka dikenal dengan gaya fesyen serba oversize, memakai sneakers populer seperti Adidas Samba, dan sering terlihat mengendarai motor Vespa Matic. Baca juga: KPU Jayawijaya sahkan 230.387 pemilih dalam PDPB 2025 Kalcer dalam Kehidupan Gen Z Deskripsi tentang siapa yang pantas disebut anak kalcer sebenarnya cukup subjektif. Sebab, istilah ini lahir dari kebiasaan kelompok tertentu, kemudian mendapat validasi dari orang lain hingga akhirnya populer. Anak kalcer sering dianggap punya gaya hidup yang berbeda dari kebanyakan remaja lain. Sama halnya dengan “anak skena”, mereka juga terlihat menonjol lewat fesyen nyentrik serta pilihan tempat nongkrong. Bedanya, anak skena identik dengan komunitas musik indie atau underground, sedangkan kalcer lebih luas cakupannya—bukan hanya musik, tetapi juga gaya hidup sehari-hari. Anak kalcer, misalnya, sering menghabiskan waktu di coffee shop artisan. Aktivitasnya beragam, ada yang mengerjakan tugas kuliah, bekerja dengan laptop, atau sekadar nongkrong sambil menikmati kopi. Bukan hal aneh jika laptop yang mereka gunakan penuh dengan stiker lucu, seakan sudah menjadi identitas visual yang melekat. Ciri-Ciri Anak Kalcer Kalcer bukan sekadar istilah gaul yang viral di media sosial. Di baliknya, ada gaya hidup yang khas dan sering dijadikan ciri pembeda oleh Gen Z. Berikut beberapa karakteristik yang biasanya melekat pada anak kalcer: Fesyen simpel dan estetik Outfit yang dikenakan umumnya didominasi warna hitam atau netral, dipadukan dengan gaya streetwear yang terkesan santai tetapi tetap stylish. Sneakers sebagai identitas Koleksi sepatu jadi salah satu kebanggaan. Beberapa model yang populer di kalangan anak kalcer antara lain Adidas Samba, Nike Dunk Low, hingga New Balance 530. Budaya ngopi di kafe artisan Nongkrong di coffee shop bukan sekadar minum kopi, melainkan bagian dari gaya hidup. Di sana mereka bisa bekerja, membaca buku, hingga membuat konten untuk media sosial. Laptop penuh stiker Hampir menjadi pemandangan khas saat nongkrong. Laptop dengan hiasan stiker warna-warni dianggap memperkuat identitas anak kalcer. Tato minimalis Beberapa anak kalcer memilih mengekspresikan diri lewat tato kecil di tangan atau kaki. Motifnya sederhana, namun dianggap cukup untuk menunjukkan sisi seni dan personalitas mereka. Baca juga: PDPB 2025 Pegunungan Bintang Catat 98.336 Pemilih! Kalcer vs Anak Skena Meski kerap disamakan, sebenarnya ada perbedaan antara anak kalcer dan skena. Keduanya sama-sama menonjolkan gaya fesyen nyentrik seperti kaus hitam bergambar, celana cargo, dan sepatu docmart. Namun, anak skena lebih erat kaitannya dengan dunia musik independen, sedangkan kalcer punya cakupan lebih luas yang meliputi gaya nongkrong, hobi, serta identitas sosial. Kalcer sebagai Identitas Sosial Fenomena kalcer menunjukkan bagaimana bahasa gaul berkembang seiring budaya digital dan tren anak muda. Istilah ini bukan hanya tentang gaya berpakaian, melainkan juga mencerminkan identitas sosial. Dengan menjadi “anak kalcer”, seseorang seolah menegaskan dirinya bagian dari komunitas modern yang estetik, produktif, sekaligus gaul. Bagi Generasi Z, penggunaan istilah kalcer tak sekadar mengikuti tren, melainkan juga cara untuk menunjukkan eksistensi diri. Mereka membangun citra lewat fesyen, hobi nongkrong di kafe, serta kebiasaan yang akhirnya membentuk komunitas tersendiri. Pada akhirnya, kalcer hanyalah satu dari sekian banyak istilah gaul yang terus bermunculan. Namun, ia berhasil menggambarkan dinamika kehidupan anak muda, khususnya Gen Z, yang selalu mencari cara baru untuk mengekspresikan identitas mereka. (GSP)