Tokoh

Ki Hajar Dewantara: Pelopor Pejuang Pendidikan Indonesia

Wamena — Pendidikan adalah salah satu bagian yang penting dan merupakan salah satu indikator kemajuan bangsa. Dengan adanya Pendidikan, suatu negara dapat mencetak kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Hal ini dapat dilihat dengan adanya Pendidikan yang baik dapat membentuk individu dengan pola fikir yang cerdas secara intelektual,emosional dan spiritual dan dapat meningkatkan keterampilan diri ataupun basic skills di masing-masing individu. Namun kenyatannya di Masa Kolonialisme, Pendidikan yang baik tidak selalu berpihak pada Masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan susahnya dalam mengakses Pendidikan oleh Masyarakat pribumi yang terbatas dengan Sumber Daya Manusia yang rendah saat itu. Akses Pendidikan yang baik saat itu hanya berpihak kepada Masyarakat Belanda. Hal inilah yang menjadi dasar dari salah satu tokoh yang Bernama Ki Hajar Dewantara untuk memperjuangan Pendidikan Indonesia pada saat itu. Ki Hajar Dewantara, Sosok Tokoh Perjuangan Pendidikan Indonesia yang Tak Lekang oleh Waktu Ki Hajar Dewantara bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, beliau adalah aktivis revolusi nasional Indonesia, politisi, yang diakui sebagai pelopor perjuangan pendidikan yang berpihak pada rakyat pribumi di masa penjajahan Belanda. Pada 1959, Beliau di anugerahi sebagai Bapak Pendidikan Nasional oleh Presiden Soekarno. Serta untuk mengenang dan menghargai jasa-jasanya.  Tanggal kelahirannya kini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 02 Mei. Selain itu, Beliau juga menciptakan semboyan dengan nama “Tut Wuri Handayani” yang memiliki arti “dibelakang memberi dorongan”. Makna tersirat yang terkandung didalamnya yang berupa peran seorang pendidik untuk memberikan dukungan moral dan semangat kepada peserta didik dari belakang, serta membantu mereka untuk membentuk pribadi yang berkembang, mandiri, utuh serta bertanggung jawab pada diri mereka sendiri. Slogan tersebut kini menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Baca juga: KH. Wahid Hasyim : Ulama, Negarawan, dan Pelopor Semangat Demokrasi Indonesia Perjuangan Mendirikan Taman Siswa Setelah mengalami pembuangan ke Belanda akibat tulisan kritisnya berjudul "Als ik eens Nederlander was" (“Seandainya Aku Seorang Belanda”), Ki Hajar Dewantara kembali ke tanah air dengan tekad kuat membangun pendidikan bagi bangsanya. Pada tahun 1922, beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa, lembaga pendidikan yang mengedepankan nilai kebebasan berpikir dan semangat nasionalisme. Melalui sistem pendidikan Taman Siswa, ia menanamkan semangat cinta tanah air dan kemandirian kepada generasi muda, di tengah keterbatasan akses pendidikan bagi pribumi pada masa itu. Selain itu awal mula didirikannya Taman Siswa tersebut yaitu karena ketidakpuasan Ki Hajar Dewantara terhadap sistem Pendidikan kolonial belanda yang diskriminatif dan tidak merata, Selain itu Taman siswa tersebut memiliki tujuan Ketika awal pembentukannya yaitu; Melawan Diskriminasi Pendidikan, Mengajarkan Nasionalisme, Mengembangkan Pendidikan yang merakyat. Memperjuangkan kesetaraan gender dan Memperkuat rasa solidarisme antar Masyarakat. Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Salah satu warisan paling berharga dari Ki Hajar Dewantara adalah semboyannya yang terkenal: "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani." Artinya: “Di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.” Semboyan ini menjadi fondasi utama sistem pendidikan nasional Indonesia, bahkan hingga kini masih dipegang teguh dalam dunia pendidikan. Warisan dan Pengaruh bagi Generasi Muda Pemikiran Ki Hajar Dewantara tak hanya menekankan aspek intelektual, tetapi juga moral dan kebangsaan berupa menanamkan semangat perjuangan dan Nasionalisme. Ia percaya bahwa pendidikan sejati harus membentuk manusia seutuhnya cerdas, berkarakter, dan berjiwa merdeka. Selain itu pengaruh didirikannya Taman siswa oleh Ki Hajar Dewantara yaitu membangun dan membentuk daya saing bagi para pemuda dan pemudi agar dapat bersaing dengan negara lain serta menghargai budaya lokal dengan menekankan pentingnya Pendidikan yang berbasis kebudayaan agar para generasi muda dapat mempertahankan nilai-nilai budaya luhur Indonesia sambil tetap terbuka terhadap pengaruh budaya luar yang sesuai. Hingga kini, nilai-nilai perjuangannya terus relevan dan menjadi inspirasi bagi generasi muda dalam menuntut ilmu serta berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Pedro Lascurain: Presiden dengan Masa Jabatan Tersingkat di Dunia, Hanya 45 Menit!

Wamena — Bayangkan, baru saja dilantik sebagai presiden, belum sempat duduk di kursi kekuasaan — sudah harus menyerahkan jabatan. Itulah kisah Pedro Lascuráin Paredes, presiden asal Meksiko yang hanya berkuasa selama 45 menit, rekor tersingkat dalam sejarah dunia. Ia naik takhta pada 19 Februari 1913 di tengah kekacauan politik, hanya untuk turun sebelum sempat benar-benar memimpin. Kisahnya bukan sekadar aneh, tetapi juga menggambarkan betapa licinnya politik bisa mengubah nasib seseorang hanya dalam hitungan menit. Presiden 45 Menit: Kudeta yang Menyamar Jadi Konstitusi Momen pengangkatan Pedro Lascuráin terjadi di tengah gejolak politik yang mengguncang Meksiko. Saat itu, kudeta terhadap Presiden Francisco I. Madero menimbulkan kekosongan kekuasaan dan ketegangan di ibu kota. Sebagai Menteri Luar Negeri, Lascuráin berada di urutan teratas suksesi konstitusional, sehingga secara hukum dialah yang seharusnya menggantikan posisi presiden. Namun kenyataannya, jabatan itu hanyalah panggung sementara dalam skenario besar yang disusun Jenderal Victoriano Huerta. Dalam hitungan menit setelah dilantik, Lascuráin menandatangani satu keputusan penting — mengangkat Huerta sebagai Menteri Dalam Negeri, posisi berikutnya dalam garis suksesi. Tak lama kemudian, ia mengundurkan diri, dan secara otomatis Huerta naik menjadi presiden. Kudeta berdarah pun berubah rupa menjadi transisi kekuasaan yang tampak sah secara hukum. Baca juga: Purbaya Yudhi Sadewa: Ekonom Visioner di Balik Arah Baru Pembangunan Nasional Mengapa Ia Mundur? Antara Tekanan, Ketakutan, dan Permainan Politik Lascuráin tidak punya pilihan. Ia bukan politikus ambisius, melainkan seorang akademisi hukum yang tiba-tiba terjebak dalam badai politik. Di balik pelantikannya yang tampak konstitusional, sebenarnya ada tekanan besar dari militer. Huerta dan para jenderalnya telah menguasai situasi, dan siapa pun yang menolak mengikuti rencana mereka berisiko kehilangan nyawa. Setelah Madero dan Wakil Presiden José María Pino Suárez dipaksa mundur, Lascuráin otomatis menjadi pengganti sah sesuai konstitusi. Tapi jabatan itu hanyalah jembatan hukum yang sudah diatur sebelumnya. Begitu ia menandatangani pengangkatan Huerta, langkah berikutnya pun sudah jelas — pengunduran diri yang dipaksa. Sejarawan menyebut, Lascuráin mungkin berharap tindakannya bisa menghindarkan Meksiko dari pertumpahan darah lebih lanjut. Namun pada kenyataannya, keputusannya justru memberi jalan bagi Huerta untuk mengambil alih kekuasaan dengan kedok legalitas. Dalam catatan sejarah, tidak ada bukti bahwa Lascuráin setuju dengan kudeta tersebut. Ia hanyalah korban politik yang memilih bertahan hidup di tengah tekanan militer dan ketidakpastian hukum. Warisan Sejarah Sang Presiden Sejam Meski hanya berkuasa selama 45 menit, nama Pedro Lascuráin tetap tercatat dalam sejarah dunia. Ia tidak dikenang karena kebijakan besar atau pidato inspiratif, tetapi karena menjadi simbol rapuhnya kekuasaan di tengah intrik politik. Setelah turun dari jabatan, Lascuráin menjauh dari dunia politik dan kembali ke profesinya sebagai pengacara hingga akhir hayatnya. Ia tidak pernah berusaha membela diri atau menulis kesaksian tentang peristiwa itu. Seolah ia ingin menghapus bab singkat yang justru membuat namanya abadi dalam sejarah. Lebih dari seabad kemudian, kisahnya masih menjadi pengingat bahwa kekuasaan tanpa moralitas hanyalah panggung sesaat. Pedro Lascuráin membuktikan bahwa menjadi presiden bukan soal berapa lama seseorang memimpin, tapi seberapa teguh ia bertahan pada prinsip — bahkan ketika hanya diberi waktu 45 menit. Baca juga: Agus Filma: Dari Biak Timur untuk Demokrasi di Papua Pegunungan

Purbaya Yudhi Sadewa: Ekonom Visioner di Balik Arah Baru Pembangunan Nasional

Wamena — Sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Purbaya Yudhi Sadewa membawa semangat baru dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif, transparan, dan berkeadilan. Gagasan dan kebijakannya tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan kesejahteraan hingga ke wilayah timur Indonesia, termasuk Papua Pegunungan. Siapa Purbaya Yudhi Sadewa dan Bagaimana Latar Belakangnya? Purbaya Yudhi Sadewa telah diakui sebagai salah satu ekonom terbaik di Indonesia atas kontribusinya dalam pengabdian memperkuat fondasi ekonomi nasional. Purbaya, yang terlatih sebagai insinyur listrik untuk pendidikan sarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB), juga memiliki gelar magister dan doktor dalam Ekonomi dari Purdue University, AS, dan dikenal karena fokusnya pada implementasi kebijakan berbasis bukti. Purbaya telah menghabiskan waktu yang cukup di sektor publik menjelang penunjukannya sebagai Menteri Keuangan pada September 2025. Selama menjabat sebagai Komisaris Utama Lembaga Penjamin Simpanan (2020-2025), ia berperan penting dalam konsolidasi dan pengendalian sistem keuangan nasional selama pandemi COVID-19. Ia juga pernah menjabat sebagai Deputi di Kementerian Kelautan dan Investasi yang mengawasi divisi Kedaulatan Maritim dan Energi (2018-2020) dan bekerja di Kantor Staf Presiden dalam isu-isu strategis nasional. Purbaya memiliki reputasi sebagai perencana visioner dan, telah secara konsisten mempromosikan perlunya kebijakan berbasis bukti dalam kebijakan publik untuk membangun sistem keuangan yang kuat, adil, dan berkelanjutan untuk mendukung fokus pembangunan nasional pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata. Baca juga: Dari Medan Juang ke Demokrasi: Teladan Nasionalisme Prabowo Fokus Dan Gagasan Apa Yang Ditawarkan Menjadi Menteri? Setelah dilantik Menteri PPN/Kepala Bappenas, Purbaya mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh menjadi satu-satunya indikator keberhasilan pembangunan nasional. Seharusnya pembangunan nasional mengedepankan pertumbuhan ekonomi secara merata. Purbaya menggunakan paradigma “pembangunan inklusif”, untuk menyamakan perolehan hasil pembangunan. Dalam RPJPN 2025–2045, Purbaya mendorong tiga prioritas: transformasi ekonomi hijau, digitalisasi tata kelola pemerintahan, dan penguatan kapasitas daerah. Dengan ketiga prioritas pembangunan, Purbaya menginginkan pembangunan selaras dan berkelanjutan dengan lingkungan, serta pemerataan kesejahteraan. Kapan Dan Bagaimana Prestasinya Terlihat? Sejak pengabdiannya yang awal, Purbaya telah menunjukkan dan meraih berbagai capaian strategis. Bappenas yang dipimpinnya, telah menyusun dokumen RPJPN 2025–2045 yang menjadi kerangka pembangunan untuk periode Indonesia Emas. Purbaya menunjukan sikap membangun, dengan mengintegrasikan data antar kementerian, sehingga setiap pembangunan bersifat data dan fakta dan bukan asumsi semata. Purbaya mendorong program sinergi pusat pusat dan daerah yang mengintegrasikan pembangunan untuk mencakup daerah-daerah seperti Papua Pegunungan. Hal ini bertujuan untuk memastikan akses infrastruktur, layanan dasar, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pengintegrasian pembangunan secara demokrasi dan partisipasi publik. Baca juga: Agus Filma: Dari Biak Timur untuk Demokrasi di Papua Pegunungan Mengapa Pemikirannya Penting bagi Demokrasi dan Papua Pegunungan? Semangat kerja Purbaya selaras dengan nilai-nilai demokrasi yang dijunjung tinggi oleh KPU, yakni transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Demokrasi yang sehat memenuhi kebijakan publik yang pro rakyat dan pelaksanaannya harus jujur dan terbuka. Di Papua Pegunungan, gagasan pembangunan inklusif menjadi sumber inspirasi pembangunan masyarakat yang berdaya dan partisipatif. Pembangunan sejati tidak hanya soal infrastruktur, tetapi sejati pembangunan adalah ketika masyarakat diberi ruang untuk ikut menentukan masa depan mereka. Baca juga: Evaluasi Kinerja 2024: KPU Papua Pegunungan Dapat BB Bagaimana Harapannya ke Depan? Purbaya Yudhi Sadewa meyakini kemajuan sebuah bangsa hanya bisa dicapai apabila setiap daerah bisa sejalan bergerak kemajuan. Ia menggerakkan kolaborasi berbagai sektor, lembaga dan masyarakat dengan semangat pembangunan berasas keadilan sosial, Pancasila dan UUD 1945. KPU Papua Pegunungan mengusung semangat itu, dan dijadikannya sebagai harapan untuk membangun demokrasi yang inklusif dan berkeadaban, KPU Papua Pegunungan menyatakan harapan itu dengan semangat untuk membangun demokrasi yang inklusif dan berkeadaban. -Pram-   Referensi: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Situs Resmi Bappenas.go.id RPJPN 2025–2045 Profil Purbaya Yudhi Sadewa (Bappenas, 2024)

KH. Wahid Hasyim : Ulama, Negarawan, dan Pelopor Semangat Demokrasi Indonesia

Wamena - Setiap peringatan Hari Santri Nasional menjadi momentum penting untuk mengenang para ulama pejuang yang berperan besar dalam membangun dasar negara dan demokrasi Indonesia. Salah satu tokoh yang namanya tak pernah lekang oleh waktu adalah KH. Wahid Hasyim — sosok santri cerdas, negarawan muda, dan jembatan antara nilai keislaman dengan semangat kebangsaan. Jejak Perjuangan KH. Wahid Hasyim dalam Kemerdekaan Lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 1 Juni 1914, KH. Wahid Hasyim merupakan putra dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Sejak muda, ia dikenal sebagai santri visioner dengan pandangan luas mengenai hubungan antara agama dan negara. Di masa perjuangan kemerdekaan, KH. Wahid Hasyim aktif dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ikut merumuskan Pancasila serta UUD 1945. Kecerdasannya dalam memadukan nilai-nilai Islam dengan cita-cita kebangsaan menjadikannya tokoh penting yang dihormati lintas kalangan. Beliau juga tercatat sebagai Menteri Agama termuda pertama yang berhasil mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam sistem kenegaraan yang inklusif, toleran, dan moderat. Baca juga: 20 Oktober: Awal Tradisi Demokrasi Baru dari Pelantikan Presiden Gus Dur Peran Sentral dalam Pembentukan Jati Diri Bangsa Sebagai pejabat publik sekaligus tokoh pesantren, KH. Wahid Hasyim menjadi figur pemersatu antara ulama dan kaum nasionalis. Ia menegaskan bahwa agama dan negara bukan dua hal yang saling bertentangan, melainkan dua kekuatan moral dan sosial yang saling melengkapi untuk menjaga keutuhan bangsa. Melalui pandangan inilah lahir tradisi politik santun dan beretika, yang menempatkan perbedaan sebagai kekayaan, bukan sumber perpecahan. Nilai-nilai perjuangan tersebut sejalan dengan semangat demokrasi yang terus dijaga oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga hari ini — yakni menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, serta memastikan setiap proses politik berlangsung jujur, adil, dan bermartabat. Inspirasi bagi ASN dan Generasi Muda Warisan pemikiran KH. Wahid Hasyim menjadi sumber inspirasi bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat luas. Integritas, kejujuran, serta pengabdian tanpa pamrih yang beliau contohkan mengajarkan bahwa melayani rakyat adalah panggilan moral, bukan sekadar kewajiban jabatan. Bagi generasi muda, sosok beliau menjadi teladan tentang pentingnya menjadi pemimpin yang bijaksana, terbuka terhadap perbedaan, dan berani memperjuangkan nilai-nilai kebenaran. Di tengah tantangan era digital dan disrupsi sosial, semangat moderasi, toleransi, serta persatuan yang diwariskannya tetap menjadi fondasi kuat dalam menjaga persaudaraan dan stabilitas demokrasi Indonesia, termasuk di tanah Papua Pegunungan. Baca juga: Haji Agus Salim: Teladan Intelektual dan Pejuang Demokrasi Bangsa Makna Hari Santri dan Refleksi Demokrasi Peringatan Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober menjadi momen untuk meneladani perjuangan para ulama, khususnya KH. Wahid Hasyim, yang menjadikan nilai agama sebagai dasar moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui keteladanan beliau, kita belajar bahwa demokrasi bukan hanya sistem politik, tetapi juga cerminan tanggung jawab moral untuk menegakkan keadilan dan kemaslahatan rakyat. Bagi bangsa Indonesia, termasuk masyarakat Papua Pegunungan, refleksi Hari Santri merupakan ajakan untuk terus menjaga kedaulatan rakyat dan semangat kebersamaan dalam bingkai persatuan dan kesetaraan. Sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengabdian beliau, marilah kita kirimkan doa terbaik: Al-Fatihah, khususon ila ruh al-marhum KH. Wahid Hasyim — semoga segala perjuangan dan pengabdiannya menjadi amal jariyah bagi bangsa dan negara.

Biografi Ones Pahabol: Wakil Gubernur Terpilih Pertama

Wamena, Papua Pegunungan - Ones Pahabol adalah sosok pemimpin karismatik yang kini dikenal sebagai Wakil Gubernur pertama Provinsi Papua Pegunungan. Namanya mulai mencuat setelah terpilih mendampingi John Tabo, Gubernur Papua Pegunungan, dalam periode pemerintahan pertama sejak provinsi ini resmi dimekarkan dari Provinsi Papua pada tahun 2022 Profil Singkat Ones Pahabol Nama Lengkap: Dr. Ones Pahabol, S.E., MM Tempat/Tanggal Lahir:  Ninia, Yahukimo, 22 November 1971 Agama: Kristen Protestan Status: Menikah Jabatan Saat Ini:  Wakil Gubernur Terpilih Provinsi Papua Pegunungan (Periode 2025–2030) Sebelum menjabat sebagai wakil gubernur, Ones Pahabol dikenal luas di Papua karena kiprahnya di dunia pemerintahan dan sosial kemasyarakatan. Ia pernah menjadi Bupati Yahukimo selama 2 periode (2005-2010) dan  (2011-2016). Serta pernah menjadi Anggota DPRD Jayawijaya pada tahun ( 1997-1999) serta ketua DPRD Yahukimo pada tahun (2003-2004) Pengalaman panjangnya dalam pemerintahan daerah membuatnya memahami betul tantangan dan potensi masyarakat pegunungan. Baca juga: Biografi John Tabo: Gubernur Terpilih Pertama Papua Pegunungan, Visioner yang Siap Membangun untuk Indonesia Riwayat Pendidikan Ones Pahabol Ones Pahabol menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) di SD Inpress Ninia pada tahun 1984. Ia lalu menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Kurima pada 1987 dan sekolah pendidikan guru (SPG) di SPG Taruna Bakti Wamena pada tahun 1990. Setelah itu, ia meraih gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Kertanegara pada tahun 1998 dan gelar Magister Manajemen dari Universitas Hasanuddin pada tahun 2004. Pada tahun 2011, Ones Pahabol meraih gelar Doktor dari Universitas Brawijaya. Baca juga: Dari Medan Juang ke Demokrasi: Teladan Nasionalisme Prabowo Riwayat penghargaan Selain memiliki Riwayat Pendidikan yang cukup baik, Ones Pahabol juga memiliki prestasi yang cukup lumayan baik yaitu; Pada Tahun 2015, Ones Pahabol mendapatkan penghargaan  The best Sorot News Award Executive pada kategori penggerak pada bidang Pembangunan infrastruktur dan penghargaan Asean Professional Golden Award. Selain itu, beliau juga mendapatkan penghargaan sebagai Figure Excellent dari Seven Media Asia di Kuta Bali pada tahun 2021. Visi dan Misi: “Papua Pegunungan Bangkit, Maju, dan Mandiri” Dalam visinya, Ones Pahabol menegaskan tiga fokus utama: Membangun Infrastruktur Terpadu — membangun jalan penghubung antarkabupaten untuk membuka akses ekonomi dan pelayanan publik. Menguatkan SDM Lokal — mendorong pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda Papua agar mampu bersaing di tingkat nasional. Pelestarian Budaya dan Alam — memastikan pembangunan tetap selaras dengan adat istiadat dan kelestarian lingkungan pegunungan. Harapan Masyarakat Papua Pegunungan Terpilihnya Ones Pahabol disambut antusias oleh masyarakat di delapan kabupaten yang tergabung dalam Provinsi Papua Pegunungan. Banyak pihak berharap kepemimpinannya mampu menghadirkan wajah baru pembangunan yang berkeadilan, humanis, dan berakar pada budaya lokal selain itu dengan terpilihnya sebagai wakil gubernur pertama di Provinsi yang baru dimekarkan ini, Masyarakat berharap dapat membuat Papua Pegunungan semakin maju baik dari segi ekonomi, pendidikan dan juga kesehatan. Baca juga: Agus Filma: Dari Biak Timur untuk Demokrasi di Papua Pegunungan

Biografi John Tabo: Gubernur Terpilih Pertama Papua Pegunungan, Visioner yang Siap Membangun untuk Indonesia

Wamena, Papua Pegunungan — Sejarah baru tercipta di Tanah Papua. Untuk pertama kalinya sejak resmi dimekarkan pada tahun 2022, Provinsi Papua Pegunungan memiliki gubernur definitif, yakni John Tabo, sosok yang dikenal rendah hati, tegas, dan memiliki komitmen tinggi terhadap pembangunan berbasis kearifan lokal. Terpilihnya John Tabo sebagai Gubernur Papua Pegunungan pertama menjadi tonggak penting bagi masyarakat di wilayah pegunungan tengah Papua. Dengan visi besar “Membangun dari Pegunungan untuk Indonesia”, ia bertekad mempercepat pemerataan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat, serta memperkuat tata kelola pemerintahan yang transparan dan berintegritas. Profil Singkat John Tabo Nama Lengkap: Drs. John Tabo, M.Si Tempat/Tanggal Lahir: Wuragi, Wugi, Tolikara 02 Juni 1970 Agama: Kristen Protestan Status: Menikah Jabatan Saat Ini: Gubernur Terpilih Provinsi Papua Pegunungan (Periode 2025–2030) Sebelum menjabat sebagai gubernur, John Tabo dikenal luas di Papua karena kiprahnya di dunia pemerintahan dan sosial kemasyarakatan. Ia pernah menjadi Bupati Tolikara periode (2005-2010) dan Bupati Mamberamo Raya periode (2021-2025). Pengalaman panjangnya dalam pemerintahan daerah membuatnya memahami betul tantangan dan potensi masyarakat pegunungan. Riwayat Pendidikan John Tabo John Tabo menempuh pendidikan dasarnya di SD Inpres 6 Anawi Karubaga, Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Sentani di Jayapura. Setelah itu melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Wamena. Ia meraih gelar Sarjana Ilmu Ekonomi (S1) dari Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura.  Pada tahun 2001, John Tabo meraih gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dari American Institute of Management Studies di Hawaii. Ketekunannya dalam menimba ilmu membentuk karakter kepemimpinan yang berpadu antara wawasan akademik dan nilai-nilai budaya Papua. Tak heran jika ia sering menekankan pentingnya pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia sebagai fondasi utama bagi masa depan Papua Pegunungan. Baca juga: Agus Filma: Dari Biak Timur untuk Demokrasi di Papua Pegunungan Visi dan Misi: “Papua Pegunungan Bangkit, Maju, dan Mandiri” Dalam visinya, John Tabo menegaskan tiga fokus utama: Membangun Infrastruktur Terpadu — membangun jalan penghubung antarkabupaten untuk membuka akses ekonomi dan pelayanan publik. Menguatkan SDM Lokal — mendorong pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda Papua agar mampu bersaing di tingkat nasional. Pelestarian Budaya dan Alam — memastikan pembangunan tetap selaras dengan adat istiadat dan kelestarian lingkungan pegunungan. Harapan Masyarakat Papua Pegunungan Terpilihnya John Tabo disambut antusias oleh masyarakat di delapan kabupaten yang tergabung dalam Provinsi Papua Pegunungan. Banyak pihak berharap kepemimpinannya mampu menghadirkan wajah baru pembangunan yang berkeadilan, humanis, dan berakar pada budaya lokal. Baca juga: Dari Medan Juang ke Demokrasi: Teladan Nasionalisme Prabowo Optimisme Baru dari Jantung Papua Sebagai gubernur pertama, John Tabo memikul tanggung jawab besar: meletakkan dasar pembangunan bagi provinsi termuda ini. Namun dengan pengalaman, pendidikan, dan dedikasinya, banyak yang percaya bahwa Papua Pegunungan akan menjadi contoh sukses pembangunan dari timur Indonesia, Dengan terpilihnya John Tabo, Masyarakat di Papua Pegunungan menanti perubahan dan Pembangunan yang jauh lebih baik lagi.