Artikel

Brimob dan Api 10 November: Dari Polisi Istimewa ke Penjaga Bhayangkara Negara

Wamena — Ketika pekik Merdeka.!! menggema di seluruh negeri pada Agustus 1945, semangat perjuangan tidak hanya hidup di kalangan rakyat dan tentara, tetapi juga di tubuh kepolisian. Salah satu kisah heroik itu lahir di Surabaya, saat pasukan Tokubetsu Keisatsutai, pasukan polisi khusus bentukan Jepang, memilih berpihak pada Republik. Satuan ini kemudian dikenal sebagai Polisi Istimewa, dan menjadi cikal bakal Korps Brigade Mobil yang kita kenal hari ini.

Di bawah pimpinan Inspektur Polisi Kelas I Mohammad Jasin, Polisi Istimewa memainkan peran penting pada awal Oktober 1945. Jasin mengambil langkah berani dengan menahan pimpinan polisi Jepang di Surabaya dan memutus jalur komunikasi dengan luar kota, termasuk Jakarta. Tindakan ini bukan sekadar strategi keamanan, tetapi pernyataan tegas bahwa kepolisian Indonesia berdiri di sisi rakyat dan Republik. Mereka kemudian mengambil alih markas dan persenjataan Jepang, menjadi salah satu kekuatan pertama yang bersenjata di bawah panji merah putih.

Ketika pertempuran Surabaya meletus, Polisi Istimewa berada di garis depan. Mereka ikut dalam pelucutan senjata tentara Jepang dan bersama rakyat mempertahankan kota dari pasukan Inggris dan Sekutu. Banyak di antara mereka gugur dalam pertempuran di Hotel Yamato, Jembatan Merah, dan Tanjung Perak, namun semangat juang mereka menyalakan api keberanian yang menjadi warisan bagi Brimob di kemudian hari.

Baca juga: Keteladanan Jenderal Hoegeng: Cermin Kepemimpinan dan Nilai Demokrasi di Indonesia

Dari Polisi Istimewa ke Brigade Mobil

Seiring berjalannya waktu, perubahan struktur organisasi kepolisian pun terjadi. Pada 14 November 1946, tepat setahun setelah perjuangan heroik di Surabaya, Polisi Istimewa resmi berganti nama menjadi Brigade Mobil. Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan peran pasukan dengan situasi keamanan nasional yang semakin kompleks pasca-proklamasi. Brimob berfungsi sebagai pasukan mobil tangguh yang mampu bergerak cepat menghadapi ancaman di seluruh wilayah Indonesia. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Ulang Tahun Korps Brimob Polri.

Perubahan nama itu bukan hanya pergantian administratif, melainkan simbol transformasi dari pasukan perjuangan menjadi pasukan pengabdian. Jiwa Polisi Istimewa tetap hidup di tubuh Brimob, dalam disiplin, loyalitas, dan keberanian yang berpijak pada semangat pengabdian kepada rakyat.

Baca juga: Mengenang Bung Tomo: Pahlawan 3 Oktober, Inspirasi Demokrasi

Brimob dalam Api Revolusi

Setelah perubahan itu, Brimob terus memainkan peran penting dalam berbagai pertempuran revolusi fisik. Di Ambarawa, Medan Area, dan Bandung Selatan, mereka berjuang bersama TKR dan laskar rakyat mempertahankan kedaulatan Indonesia dari agresi militer Belanda. Dalam Agresi Militer I dan II, Brimob turut menjaga jalur komunikasi, mengamankan logistik, dan melindungi masyarakat dari dampak perang.

Mereka juga terlibat dalam berbagai operasi setelah pengakuan kedaulatan, seperti penumpasan pemberontakan DI TII, APRA, Andi Azis, dan RMS. Dalam setiap peristiwa itu, Brimob menunjukkan bahwa mereka bukan hanya aparat keamanan, melainkan pejuang yang menjaga keutuhan bangsa dengan keteguhan dan disiplin tinggi. Kiprah heroik mereka berlanjut dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, di mana 68 anggota Brimob gugur di medan tugas. Pengorbanan itu kini diabadikan dalam Monumen Brimob Sedayu, Bantul, sebagai simbol abadi keberanian dan pengabdian.

Baca juga: Jenderal Oerip Sumohardjo: Peletak Dasar Profesionalisme TNI dan Teladan Demokrasi Indonesia

Sinergi Brimob dan TNI di Era Modern

Sejak masa perjuangan kemerdekaan, Brimob dan TNI telah berjalan beriringan di medan juang. Di Ambarawa, Surabaya, hingga Medan Area, keduanya sama-sama mengangkat senjata demi tegaknya republik muda. Semangat itu tidak berhenti di masa revolusi. Dalam era modern, sinergi antara Brimob dan TNI tetap menjadi fondasi kuat dalam menjaga keutuhan bangsa dan rasa aman masyarakat.

Kerja sama ini tampak nyata dalam berbagai operasi penegakan hukum, pengamanan wilayah perbatasan, serta penanggulangan konflik dan terorisme. Brimob dan TNI juga sering terjun bersama dalam misi kemanusiaan, dari membantu korban bencana di Palu dan Cianjur hingga menjaga stabilitas di Papua dan daerah rawan lainnya. Di lapangan, mereka tidak hanya berbagi tugas, tetapi juga saling menopang sebagai rekan seperjuangan.

Sinergi ini mencerminkan warisan nilai yang sama, keberanian, kedisiplinan, dan pengabdian kepada tanah air. Brimob dan TNI bukan sekadar dua institusi pertahanan dan keamanan, tetapi dua saudara seperjuangan yang lahir dari semangat yang sama. Dalam damai maupun di tengah tantangan, mereka terus menjaga semangat persaudaraan senjata yang telah ditempa sejak 1945, demi Indonesia yang aman, kuat, dan bermartabat.


Sinergi TNI  & Brimob di seputaran Tugu Salib Wamena

Baca juga: Haji Agus Salim: Teladan Intelektual dan Pejuang Demokrasi Bangsa

Sinergi Brimob dan Rakyat

Sejak awal berdirinya, Brimob tidak pernah berjarak dari rakyat. Di masa revolusi, mereka berjuang bersama pemuda dan masyarakat mempertahankan kemerdekaan. Kini, semangat yang sama hidup dalam bentuk pengabdian yang lebih luas. Brimob hadir di tengah masyarakat, bukan hanya sebagai penjaga keamanan, tetapi juga sebagai sahabat dan pelindung dalam berbagai situasi.

Dalam masa damai, Brimob turut mendampingi masyarakat di wilayah rawan, membantu korban bencana, hingga mendukung pembangunan di daerah terpencil. Mereka mengedepankan pendekatan kemanusiaan dalam setiap tugas, menyatu dengan rakyat yang menjadi sumber kekuatan utama bangsa. Melalui kegiatan sosial, pelayanan publik, hingga program Bhakti Brimob untuk Negeri, mereka menegaskan bahwa pengabdian sejati tidak selalu lahir dari medan tempur, tetapi juga dari tangan-tangan yang membantu dan hati yang peduli.

Sinergi dengan rakyat inilah yang menjaga Brimob tetap relevan dan dipercaya. Di mana pun mereka bertugas, semangatnya satu, menjaga kedamaian, melindungi kehidupan, dan menjadi bagian dari rakyat Indonesia yang mereka bela sejak hari pertama republik berdiri.

Baca juga: Kasman Singodimejo: Jembatan Persatuan dari Sumpah Pemuda hingga Dasar Negara

Warisan yang Tak Padam

Delapan dekade berlalu sejak langkah pertama Polisi Istimewa di Surabaya. Namun semangat pengabdian itu tidak pernah padam. Dari medan perang hingga masa damai, Brimob selalu hadir menjaga ketertiban, membantu rakyat, dan menegakkan hukum dengan keberanian yang lahir dari sejarah panjang perjuangan.

HUT Brimob setiap 14 November  bukan sekadar peringatan seremonial, tetapi momen untuk mengingat bahwa keberanian dan pengorbanan mereka adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan bangsa. Dari Surabaya 1945 hingga Indonesia hari ini, Brimob terus menjadi simbol keteguhan, kesetiaan, dan keberanian yang lahir dari tanah air sendiri, Bhayangkara sejati yang tetap setia di bawah panji merah putih.

“Selama republik berdiri, Brimob akan selalu ada bukan hanya di garis depan pertempuran, tetapi di setiap langkah pengabdian untuk rakyat.”
_Pram_

  • Kompas. 2022. Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. 
  • Kompas Yogyakarta. 2023. Sejarah Singkat Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
  • DetikNews. 2020. Sejarah Brimob: Pasukan Elit Polri yang Kini Berusia 75 Tahun. 
  • Kumparan News. 2023. Sejarah Hari Brimob 14 November 1945. 
  • Suara.com. 2024. Sejarah Brimob, Pasukan Elit Polri yang Dibentuk Jepang Jelang Kemerdekaan Indonesia. 
  • Pemerintah Kabupaten Bantul. 2023. Peringati Serangan Umum 1 Maret, Kobarkan Semangat Lanjutkan Pembangunan.
  • Wikipedia. 2024. Muhammad Yasin.   

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 168 kali