Artikel

Sudah Pemilu, Bagaimana Cara Tahu Caleg Lolos? Begini Mekanisme Resmi dan Cara Mengeceknya

Wamena — Pemilu merupakan salah satu momen penting dalam sistem demokrasi Indonesia. Setelah pemungutan suara berlangsung, perhatian publik bergeser pada proses penghitungan suara dan penetapan calon legislatif (caleg) terpilih. Banyak masyarakat yang bertanya-tanya: “Bagaimana cara mengetahui apakah caleg yang saya dukung lolos?” Pertanyaan tersebut wajar muncul, mengingat proses penetapan calon terpilih tidak dilakukan pada hari pencoblosan, melainkan melalui tahapan resmi yang memerlukan waktu. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada masyarakat, berikut penjelasan lengkap mengenai tahapan penetapan caleg, cara mengecek hasil Pemilu melalui situs resmi KPU, serta gambaran sederhana mengenai bagaimana kursi legislatif ditentukan. Tahapan Resmi Penetapan Caleg Setelah Pemilu Penetapan calon legislatif terpilih dilakukan melalui rangkaian tahapan yang bersifat berjenjang dan terbuka. KPU menetapkan hasil Pemilu berdasarkan mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan KPU. Secara garis besar, proses tersebut meliputi: 1. Penghitungan Suara di TPS Tahap pertama dilakukan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Penghitungan suara dilakukan secara terbuka, disaksikan oleh saksi peserta Pemilu, pengawas Pemilu, serta masyarakat. Hasilnya dituangkan ke dalam formulir C.Hasil yang dipasang di TPS sebagai bentuk transparansi. 2. Rekapitulasi Tingkat Kecamatan Setelah penghitungan suara selesai, formulir hasil suara dibawa ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk dilakukan rekapitulasi di tingkat kecamatan. Kegiatan ini dilakukan dalam rapat pleno terbuka dan dapat dipantau semua pihak terkait. 3. Rekapitulasi Kabupaten/Kota Hasil dari kecamatan kemudian dilanjutkan ke Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota untuk direkap kembali. Pada tahap ini, seluruh data dari masing-masing kecamatan dikompilasi dan dibacakan dalam forum resmi yang dapat disaksikan oleh saksi dan pengawas. 4. Rekapitulasi di Provinsi dan Nasional Untuk Pemilu DPRD Provinsi dan DPD, rekapitulasi final dilakukan di tingkat provinsi. Sementara untuk DPR RI, rekapitulasi dilakukan oleh KPU RI pada tingkat nasional. Tahap ini merupakan bagian paling krusial dalam proses penetapan hasil Pemilu. 5. Penetapan Hasil Pemilu Setelah seluruh proses rekapitulasi berjenjang selesai, KPU menerbitkan berita acara dan keputusan penetapan hasil Pemilu. Jika tidak ada pihak yang mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK), hasil tersebut langsung digunakan untuk menetapkan calon terpilih. Namun jika ada gugatan, KPU menunggu proses hukum hingga putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Penetapan calon terpilih dilakukan setelah penetapan hasil Pemilu serta setelah seluruh sengketa diselesaikan. Cara Mengecek Caleg Lolos atau Tidak Melalui Situs Resmi KPU Saat ini, pengecekan hasil Pemilu hanya dapat dilakukan melalui situs resmi infopemilu.kpu.go.id, karena Info Pemilu tidak menyediakan aplikasi. Situs ini menjadi sumber data resmi yang dapat digunakan masyarakat untuk memastikan perolehan suara setiap caleg maupun partai politik. Berikut langkah-langkah pengecekannya: 1. Akses Situs Info Pemilu Kunjungi situs resmi: infopemilu.kpu.go.id Situs ini dapat diakses melalui perangkat komputer maupun telepon genggam. 2. Pilih Menu Perolehan Suara Pada halaman utama, pengguna dapat memilih menu Perolehan Suara untuk melihat hasil Pemilu legislatif. 3. Tentukan Jenis Pemilu Pilih jenis Pemilu yang ingin dicek: Pemilu DPR RI Pemilu DPD RI Pemilu DPRD Provinsi Pemilu DPRD Kabupaten/Kota 4. Pilih Daerah Pemilihan (Dapil) Pilih dapil sesuai tempat caleg mencalonkan diri. Setiap jenis Pemilu memiliki dapil masing-masing, sesuai ketentuan undang-undang. 5. Cari Nama Caleg Di dalam daftar yang tampil, masyarakat dapat melihat: nama caleg, perolehan suara, urutan peringkat suara, serta total suara partai. 6. Cocokkan dengan Jumlah Kursi Jika posisi seorang caleg berada dalam jumlah kursi yang tersedia di dapil tersebut, ia berpeluang besar terpilih. Namun status resminya tetap menunggu penetapan final KPU. Dengan cara ini, masyarakat dapat memantau proses secara mandiri tanpa bergantung pada informasi tidak resmi yang dapat memicu kesalahpahaman. Baca juga: Tips Memilih Caleg Berkualitas, Jangan Asal Coblos! Bagaimana Caleg Dinyatakan Lolos? Ini Dasar Perhitungannya Masyarakat sering mengira bahwa caleg dengan suara terbanyak otomatis terpilih. Padahal, penentuan caleg terpilih untuk DPR dan DPRD menggunakan metode pembagian kursi Sainte-Laguë, yaitu sistem proporsional yang menghitung kursi berdasarkan suara partai politik. 1. Penentuan Jumlah Kursi Partai Pertama, total suara partai politik di suatu dapil dihitung. Suara tersebut kemudian dibagi dengan bilangan ganjil (1, 3, 5, 7, dan seterusnya). Hasil pembagian dengan nilai tertinggi mendapatkan kursi. 2. Penentuan Caleg Terpilih dalam Partai Setelah kursi yang diperoleh partai ditentukan, kursi tersebut diberikan kepada caleg yang memiliki suara terbanyak di internal partai. Contoh Perhitungan Kursi Untuk memberikan gambaran jelas, berikut simulasi formal pembagian kursi di sebuah dapil dengan alokasi 5 kursi. Perolehan suara partai: Partai A: 50.000 suara Partai B: 30.000 suara Partai C: 20.000 suara Pembagian suara dengan metode Sainte-Laguë: Partai A: 50.000 ÷ 1 = 50.000 50.000 ÷ 3 = 16.667 50.000 ÷ 5 = 10.000 Partai B: 30.000 ÷ 1 = 30.000 30.000 ÷ 3 = 10.000 30.000 ÷ 5 = 6.000 Partai C: 20.000 ÷ 1 = 20.000 20.000 ÷ 3 = 6.667 20.000 ÷ 5 = 4.000 Lima nilai tertinggi yang mendapat kursi: 50.000 (Partai A) 30.000 (Partai B) 20.000 (Partai C) 16.667 (Partai A) 10.000 (Partai A) Hasil pembagian kursi: Partai A: 3 kursi Partai B: 1 kursi Partai C: 1 kursi Penentuan caleg terpilih: Caleg Partai A dengan tiga suara tertinggi menjadi caleg terpilih. Begitu juga dengan Partai B dan Partai C, masing-masing memberikan kursi kepada caleg dengan suara tertinggi. Simulasi ini menggambarkan bahwa suara partai memiliki peran menentukan sebelum melihat suara pribadi caleg. Penanganan Sengketa dan Penetapan Final Jika ada pihak yang tidak puas dengan hasil penghitungan suara, mereka dapat mengajukan sengketa hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Sambil menunggu putusan MK, KPU menunda penetapan calon terpilih untuk dapil yang disengketakan. Setelah MK membacakan putusan final, KPU kembali melanjutkan proses penetapan calon terpilih sesuai amar putusan. Baca juga: Bisakah Maju Jadi Caleg Lewat Jalur Independen? Ini Penjelasannya! Transparansi sebagai Pilar Demokrasi Salah satu indikator utama keberhasilan Pemilu adalah tingkat transparansi dalam penyelenggaraan. Dengan menyediakan data hasil Pemilu yang dapat diakses publik, KPU memastikan bahwa seluruh proses berlangsung akuntabel dan dapat diawasi masyarakat. Keterbukaan ini juga menjadi benteng untuk mencegah penyebaran hoaks serta klaim sepihak mengenai hasil Pemilu. Masyarakat dapat langsung memverifikasi informasi melalui situs resmi sehingga tidak mudah terpengaruh isu yang tidak berdasar. Baca juga: 580 Daftar Nama Caleg DPR RI 2024 yang Lolos ke Senayan

Lagu Mars KORPRI: Lirik, Makna, dan Sejarahnya

Wamena — Mars KORPRI merupakan salah satu simbol resmi Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang diciptakan oleh seorang komponis Indonesia bernama  E.L. Pohan, yang juga dikenal aktif dalam dunia musik kebangsaan pada era 1970-an. Saat ini Mars KORPRI menjadi salah satu simbol kebanggaan aparatur sipil negara (ASN) di seluruh Indonesia. Lagu ini ditetapkan sebagai Mars resmi KORPRI melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 82 Tahun 1971, pada tahun yang sama saat KORPRI resmi dibentuk secara nasional. Pada masa itu, pemerintah menilai perlu adanya identitas bersama bagi seluruh ASN melalui simbol-simbol pemersatu. Oleh karena itu Mars KORPRI hadir untuk menjadi identitas bersama sekaligus mengobarkan semangat pengabdian, disiplin, serta loyalitas ASN terhadap negara. Lirik dan melodinya yang tegas menggambarkan karakter ASN sebagai garda terdepan pelayanan publik. Mars KORPRI juga menjadi pengingat bahwa organisasi KORPRI dibangun atas nilai pengabdian, persatuan, dan profesionalitas. Sejak ditetapkan, lagu Mars KORPRI digunakan dalam berbagai kegiatan kedinasan seperti apel, upacara resmi, hingga peringatan Hari KORPRI setiap tanggal 29 November. Baca juga: Sejarah dan Arti Peringatan Hari KORPRI, Simbol Dedikasi ASN Indonesia Lirik Lengkap Lagu Mars KORPRI Satukan irama langkahmu, Bersatu tekad menuju ke depan, Berjuang bahu membahu, Membrikan tenaga tak segan. Membangun Negara yang jaya, Membina bangsa besar sejahtera, Memakai akal dan daya. Membimbing, membangun, mengemban, Berdasar Pancasila dan Undang-undang Dasar Empat Lima Serta dipandukan oleh haluan Negara Kita maju terus Di bawah Panji KORPRI, Kita mengabdi tanpa pamrih Di dalam Naungan Tuhan yang Maha Kuasa KORPRI Maju terus Makna dan Nilai dalam Lirik Lagu Mars KORPRI Mars KORPRI bukan hanya sekedar lagu, namun juga  memuat pesan moral yang menegaskan identitas ASN sebagai pelayan publik. Makna paling menonjol dalam lirik Mars KORPRI adalah ajakan untuk berbakti kepada bangsa dengan penuh disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab. Setiap bait lirik di dalam Mars KORPRI menekankan bahwa pengabdian ASN bukan hanya sekedar menjalankan tugas administratif, tetapi juga menjaga martabat profesi serta mengutamakan kepentingan publik di atas segalanya. Lirik Mars KORPRI mencerminkan nilai dasar yang melekat pada setiap ASN. Berikut beberapa makna yang terkandung di dalam Mars KORPRI, antara lain; Integritas dan Loyalitas kepada Pancasila dan UUD 1945, menegaskan bahwa ASN bekerja berdasarkan prinsip-prinsip konstitusi serta nilai moral Pancasila. Pengabdian kepada masyarakat dan negara, menunjukkan bahwa ASN adalah pelayan publik yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi. Semangat membangun bangsa, liriknya mengajak seluruh ASN untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional, mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Penegasan profesionalitas dan tanggung jawab, lirik di dalam Mars KORPRI juga mengandung pesan agar ASN bekerja dengan disiplin, semangat, dan dedikasi. Mars KORPRI juga menekankan makna untuk meneguhkan semangat solidaritas dan persatuan di dalam dunia birokrasi pemerintahan. KORPRI dimaknai sebagai satu keluarga besar yang harus bergerak serempak dan menjadi teladan bagi masyarakat. Pesan ini menjadi pengingat penting bahwa keberhasilan pelayanan publik sangat bergantung pada kekompakan dan integritas setiap ASN di Indonesia. Selanjutnya, melodi yang memiliki nuansa patriotik dalam Mars KORPRI mencerminkan harapan agar ASN selalu adaptif terhadap perubahan zaman. Di balik melodi yang cenderung sederhana, Mars KORPRI membawa pesan besar bahwa ASN adalah garda terdepan yang memastikan kebijakan publik dijalankan sehingga masyarakat terlayani. Baca juga: 29 November Hari KORPRI: Sejarah, Makna, dan Peran Peran Lagu Mars KORPRI dalam Upacara Resmi Tim Paduan Suara KPU Provinsi Papua Pegunungan pada Perlombaan Paduan Suara Peringatan HUT KORPRI Ke-54 Tahun 2025 (Sumber: KPU Provinsi Papua Pegunungan, 2025) Mars KORPRI kembali menjadi salah satu elemen penting dalam rangkaian upacara resmi di berbagai instansi pemerintah. Lagu ini bukan sekadar pembuka atau pelengkap acara, tetapi simbol yang menguatkan identitas dan semangat pengabdian aparatur sipil negara. Mars KORPRI memiliki peran penting dalam berbagai kegiatan seremonial yang melibatkan ASN. Mars KORPRI biasanya dinyanyikan saat; Setelah pembacaan sambutan Presiden RI atau Ketua Umum KORPRI dalam Upacara Peringatan Hari KORPRI. Momen ini kerap menjadi penegas suasana khidmat, sekaligus pengingat bagi ASN tentang peran strategis mereka sebagai pelayan publik. Dalam apel rutin ASN, khususnya kegiatan yang diselenggarakan di level nasional hingga level daerah. Pada upacara kedinasan yang berkaitan dengan pembinaan ASN seperti diklat, pelantikan, kegiatan pembinaan karakter, dan acara resmi internal instansi. Mars KORPRI juga memainkan fungsi edukatif. Lagu ini mengingatkan generasi ASN yang lebih muda tentang sejarah lahirnya KORPRI serta komitmen organisasi dalam membangun tata kelola pemerintahan yang modern. Melalui nyanyian Mars KORPRI, seluruh ASN diajak untuk kembali mengingat identitas dirinya sebagai bagian dari aparatur negara yang memiliki tanggung jawab moral, publik, dan profesional. Baca juga: Tata Cara Upacara Bendera HUT ke-54 KORPRI Tahun 2025 Makna Lagu Mars KORPRI di Era Modern Saat ini di era digitalisasi dalam birokrasi, Mars KORPRI tetap memiliki posisi penting sebagai simbol identitas seluruh ASN di Indonesia. Meski diciptakan lebih dari lima dekade lalu, makna lagu Mars KORPRI masih tetap relevan hingga  masa kini. Setiap bait pada liriknya menekankan pengabdian tanpa pamrih, yang kini diterjemahkan dalam bentuk pelayanan responsif, transparan, dan adaptif terhadap teknologi. Dalam konteks reformasi birokrasi, lirik dalam Mars KORPRI dimaknai sebagai wadah untuk penguatan tekad ASN agar terus berinovasi. Pesan tentang kesetiaan kepada bangsa diterjemahkan melalui upaya memperbaiki sistem birokrasi, memangkas prosedur rumit yang merugikan masyarakat, dan menghadirkan layanan [publik yang lebih inklusif. Dalam konteks perkembangan birokrasi modern, Mars KORPRI memiliki relevansi yang kuat. Berikut beberapa keterkaitan antara perkembangan birokrasi di era modern dengan makna-makna yang terkandung di dalam lirik Mars KORPRI, antara lain; Reformasi Birokrasi, semangat pengabdian, setia setiap saat, serta berjuang membela keadilan sejalan dengan agenda besar reformasi birokrasi, yaitu mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya. Transformasi Digital ASN, frasa bekerja berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dapat dimaknai sebagai landasan moral dalam menghadapi digitalisasi layanan publik. ASN dituntut adaptif, inovatif, dan profesional tanpa mengesampingkan etika dan integritas. Pelayanan Publik Prima, Mars KORPRI mengingatkan bahwa ASN adalah pelayan masyarakat. Di era modern, hal ini diimplementasikan melalui pelayanan publik yang cepat, transparan, tidak berbelit, dan mengutamakan kepentingan masyarakat. Wadah Penyatu ASN di Seluruh Indonesia, Dengan latar belakang sosial dan suku bangsa yang beragam, Mars KORPRI menjadi simbol pemersatu ASN untuk bekerja dengan semangat kebangsaan dan profesionalisme. Meski zaman berubah, Mars KORPRI terus bergema sebagai pengingat bahwa integritas dan etika dalam pelayanan publik adalah pondasi utama di dalam birokrasi modern. Mars KORPRI membuktikan bahwa nilai-nilai klasik yang diciptakan lebih dari 5 dekade lalu masih tetap mampu menuntun peran ASN di masa modern saat ini.

Sejarah Persatuan Guru Indonesia (PGRI): Dari Masa Penjajahan hingga Era Pendidikan Modern

Wamena — Setiap tanggal 25 November, Indonesia kembali menundukkan kepala penuh hormat untuk memperingati Hari Guru Nasional—sebuah momentum yang tidak hanya merayakan dedikasi para pendidik, tetapi juga menegaskan kembali betapa pentingnya peran mereka dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan masa depan bangsa. Di tengah perubahan zaman yang kian cepat, Hari Guru Nasional menjadi pengingat bahwa di balik setiap generasi hebat, selalu ada guru yang mengabdi dengan ketulusan, kesabaran, dan semangat tanpa batas. Sejarah PGRI dari Masa Penjajahan hingga Kemerdekaan Perkumpulan guru telah ada sejak masa kolonial melalui berbagai organisasi seperti Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada tahun 1912 yang beranggotakan guru pribumi. Pada masa itu, guru bukan hanya pendidik, tetapi juga tokoh pergerakan yang berperan menyebarkan semangat nasionalisme. Memasuki tahun 1930-an, semakin banyak organisasi guru yang berdiri, seperti: Persatuan Guru Bantu (PGB) Persatuan Guru Desa (PGD) Persatuan Guru Ambacht (PGA) Meski bergerak di bidang pendidikan, organisasi-organisasi ini juga menjadi wadah perjuangan politik melawan penindasan kolonial. Guru sebagai kaum terpelajar berperan dalam meningkatkan kesadaran kebangsaan di berbagai daerah. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, tantangan guru semakin besar. Selain memperjuangkan pendidikan rakyat, guru juga harus membantu mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang ingin kembali berkuasa. Kongres Guru Indonesia 1945:Tonggak Kelahiran PGRI Pada 24–25 November 1945, seluruh organisasi guru dari berbagai daerah sepakat untuk melebur diri dalam Kongres Guru Indonesia yang diselenggarakan di Surakarta. Dalam kongres itu, mereka memutuskan untuk membentuk satu organisasi tunggal yang bersifat kebangsaan, demokratis, dan non-politik: Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kongres ini menjadi tonggak penting karena: Menghapus seluruh sekat organisasi guru warisan kolonial. Mempersatukan guru dari seluruh Indonesia dalam satu wadah perjuangan. Menegaskan komitmen guru untuk mempertahankan NKRI. Menjadikan guru sebagai bagian dari kekuatan strategis bangsa. Sejak saat itu, 25 November diperingati sebagai Hari Lahirnya PGRI. Baca juga: Bulan Guru Nasional 2025: Tema, Jadwal, dan Rangkaian Kegiatan Resmi Kemendikdasmen Mengapa Hari Guru Nasional Diperingati Setiap 25 November? Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan 25 November sebagai Hari Guru Nasional. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan lahirnya PGRI pada 25 November 1945. Penetapan ini bertujuan untuk: Menghormati jasa dan perjuangan guru dalam membangun bangsa.Mendorong peningkatan kualitas pendidikan nasional. Memberikan pengakuan negara terhadap peran strategis PGRI. Dengan demikian, setiap 25 November diperingati dua momentum penting: Hari Guru Nasional, dan Hari Lahir PGRI. Peran PGRI dalam Memperjuangkan Martabat Guru Sejak berdiri, PGRI konsisten memperjuangkan harkat dan martabat guru melalui berbagai upaya: 1. Advokasi Kebijakan Pendidikan PGRI aktif memperjuangkan regulasi yang mendukung peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme guru, di antaranya: UU Guru dan Dosen (2005) Program sertifikasi guru Kesejahteraan tenaga pendidik honorer 2. Penguatan Kompetensi dan Profesionalisme PGRI mengadakan pelatihan, seminar, pendidikan profesi, dan pengembangan kurikulum untuk meningkatkan kualitas guru. 3. Solidaritas dan Kebersamaan Sebagai organisasi profesi, PGRI menjadi wadah silaturahmi, pertukaran gagasan, serta saling mendukung antar guru di seluruh Indonesia. 4. Memperjuangkan Hak Guru Honorer PGRI sering menjadi pihak terdepan dalam memperjuangkan status, kesejahteraan, dan pengangkatan guru honorer. Baca juga: Cara Menggunakan Logo Hari Guru Nasional 2025: Ukuran, Warna, dan Latar Belakang Peran PGRI di Era Pendidikan Modern Memasuki era digital dan teknologi pendidikan, PGRI terus menyesuaikan perannya antara lain: 1. Mendorong Transformasi Digital Pendidikan PGRI aktif mendorong guru untuk memanfaatkan teknologi pembelajaran seperti: E-learning Platform digital Inovasi media mengajar 2. Membangun Literasi dan Kompetensi Abad 21 Guru ditingkatkan kompetensinya dalam: berpikir kritis kreativitas komunikasi kolaborasi 3. Menjadi Mitra Pemerintah dalam Reformasi Pendidikan PGRI berperan aktif memberikan masukan terhadap kebijakan kurikulum merdeka, sistem evaluasi, dan regulasi pendidikan nasional. 4. Melindungi Guru dalam Dunia Digital PGRI membantu advokasi guru terhadap masalah: perundungan digital kriminalisasi guru kesalahpahaman di media sosial Tantangan Guru Indonesia dan Peran Organisasi Profesi di Masa Kini Guru Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan, antara lain: 1. Kesenjangan Kualitas dan Fasilitas Pendidikan Perbedaan akses internet, teknologi, serta sarana pembelajaran masih terjadi antara kota dan daerah terpencil. 2. Perubahan Kurikulum yang Cepat Guru dituntut adaptif terhadap perubahan kebijakan pendidikan, termasuk Kurikulum Merdeka. 3. Kesejahteraan Guru Honorer Masih banyak guru honorer yang belum mendapatkan hak dan kepastian status. 4. Beban Administratif yang Tinggi Guru sering terbebani administrasi sehingga waktu mengajar kurang optimal. Dalam menghadapi tantangan ini, organisasi profesi seperti PGRI memiliki peran penting: Menjadi wadah profesionalisme guru. Melakukan advokasi kebijakan. Menjaga martabat dan perlindungan profesi. Memberikan pelatihan dan peningkatan kompetensi. Mengawal reformasi pendidikan berbasis kualitas. Perjalanan Panjang PGRI untuk Pendidikan Indonesia Dari masa kolonial hingga era digital, PGRI telah membuktikan bahwa guru adalah pilar utama kemajuan bangsa. Dengan semangat persatuan, profesionalisme, dan pengabdian, PGRI terus menjaga martabat guru dan memperkuat sistem pendidikan nasional. Momentum 25 November bukan hanya peringatan formal, tetapi refleksi tentang bagaimana peran guru dan PGRI membentuk masa depan bangsa. Referensi : https://ftnews.co.id/hari-guru-nasional-2025-sejarah-makna-logo-dan-20-ucapan-untuk-sang-pahlawan-tanpa-tanda-jasa https://id.scribd.com/document/445449211/Sejarah-Hari-guru-docx

Milad Muhammadiyah ke-113 : Jejak Perjuangan, Pendidikan, dan Dakwah Pencerahan bagi NKRI

Wamena — Muhammadiyah memasuki usia 113 tahun. Usia yang panjang bagi sebuah gerakan yang lahir dari keresahan sosial dan keinginan untuk menghadirkan perubahan. Sejak 1912, organisasi ini tumbuh sebagai kekuatan pendidikan, kesehatan, dakwah, dan kebangsaan. Bulan November menambah makna bagi peringatan ini. Hari Pahlawan, Hari Guru, dan Hari Kesehatan memberikan ruang untuk melihat kembali kontribusi Muhammadiyah dalam perjalanan bangsa. Ketiganya memiliki hubungan erat dengan sejarah dan pengabdian yang dibangun oleh organisasi ini. Baca juga:  Kasman Singodimejo: Jembatan Persatuan dari Sumpah Pemuda hingga Dasar Negara Akar Perjuangan dan Gagasan Pembaruan KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan gagasan pembaruan yang berakar pada keberanian moral. Beliau melihat masyarakat membutuhkan ajaran Islam yang mendorong kerja, ilmu, dan kemajuan. Keputusan untuk memperbaiki arah ibadah, membangun sekolah modern, dan mengajarkan cara berpikir rasional menjadi fondasi gerakan ini. Beliau tidak memulai dari struktur besar. Beliaumemulai dari pengajian kecil, pembaruan cara mengaji, dan sekolah sederhana. Langkah yang terkesan kecil itu membuka jalan perubahan. Masyarakat diajak memahami agama dengan pendekatan yang dekat dengan realitas. Kesadaran bahwa ilmu harus digabungkan dengan kerja nyata menjadi ciri khas Muhammadiyah. Peran Nyi Ahmad Dahlan memperkuat pondasi gerakan ini. Melalui Aisyiyah, beliau memberi akses pendidikan bagi perempuan. Di masa ketika perempuan kesulitan memperoleh pendidikan, langkah ini sangat maju. Pengajaran membaca, menulis, dan agama membentuk kesadaran baru tentang keterlibatan perempuan dalam ruang sosial. Aisyiyah kemudian tumbuh menjadi gerakan perempuan besar yang memberi dorongan penting bagi kemajuan masyarakat. Akar pembaruan yang ditanam kedua tokoh itu membentuk karakter Muhammadiyah sebagai gerakan yang berpijak pada kemurnian ajaran dan komitmen sosial. Prinsip ini menjaga Muhammadiyah tetap relevan di setiap zaman. Baca juga:  Jenderal Soedirman: Biografi, Peran, dan Pengaruh Besarnya bagi Indonesia Jejak Kebangsaan dan Kontribusi Tokoh Muhammadiyah Peran Muhammadiyah dalam sejarah kebangsaan terlihat jelas dari tokoh-tokoh yang lahir dan tumbuh di dalamnya. Jenderal Sudirman adalah salah satu contohnya. Sebelum menjadi panglima perang, beliau adalah guru sekolah Muhammadiyah. Kedisiplinan, tanggung jawab, dan keteguhan yang dibawanya ke medan perang terbentuk dari budaya organisasi Muhammadiyah. Cara beliau memimpin pertempuran tidak lahir dari ambisi militer, tetapi dari jiwa seorang pendidik yang menjaga murid dan bangsanya. Kontribusi kecendekiawanan terlihat dari Ki Bagus Hadikusumo. Beliau berperan dalam perumusan dasar negara dan berada di pusat perdebatan di BPUPKI dan PPKI. Sikapnya menekankan pentingnya persatuan nasional. Beliau menjaga agar proses perumusan dasar negara berjalan dengan semangat kebangsaan yang luas. Jejak hubungan Muhammadiyah dengan pemikiran kebangsaan juga tampak pada masa muda Soekarno. Pendidikan yang ditemui di sekolah Muhammadiyah memberi pengaruh dalam cara berpikir dan etos kerjanya. Soekarno pernah mengakui bahwa disiplin dan nilai moral yang beliautemui pada masa sekolah memberi kesan mendalam. Gerakan intelektual Muhammadiyah juga terlihat dari Prof Lafran Pane. Beliau mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947 yang menjadi ruang bagi generasi muda untuk berpikir kritis dan berkomitmen pada keadilan sosial. Pemikiran yang membentuk HMI lahir dari tradisi Muhammadiyah yang kuat pada rasionalitas dan kebangsaan. Kontribusi dari tokoh-tokoh ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah memberikan fondasi kuat bagi lahirnya pemimpin bangsa. Jejak itu terus berlanjut melalui generasi baru yang tumbuh di sekolah, pesantren, organisasi otonom, dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Baca juga: Peringatan Hari Guru Nasional 2025: Menguatkan Peran Guru Menuju Pendidikan Berkualitas dan Berkarakter Jejak Pendidikan yang Membangun Generasi Pendidikan menjadi jantung pergerakan Muhammadiyah sejak awal. Pada masa kolonial, pendidikan modern hanya bisa dinikmati oleh kelompok terbatas. Muhammadiyah membuka pintu pendidikan bagi masyarakat luas. Sekolah-sekolah didirikan dengan sistem kurikulum modern yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum. Langkah ini melahirkan generasi terdidik yang mampu menatap masa depan dengan percaya diri. Saat ini jaringan pendidikan Muhammadiyah menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. Terdapat sekitar 20.000 sekolah dan madrasah, mulai dari TK hingga SMA dan SMK. Ada juga pesantren modern serta 172 perguruan tinggi Muhammadiyah–Aisyiyah yang tersebar di berbagai daerah. Semua lembaga ini menghasilkan guru, tenaga kesehatan, ekonom, birokrat, dan pemimpin organisasi yang berperan dalam pembangunan bangsa. Di bidang kesehatan, Muhammadiyah membangun layanan publik yang kuat dan berkesinambungan. Jaringan kesehatan ini mencakup 125 rumah sakit Muhammadiyah–Aisyiyah, lebih dari 300 klinik dan balai kesehatan, serta lebih dari 500 panti asuhan dan layanan sosial. Banyak dari fasilitas ini menjadi penopang masyarakat di wilayah terpencil. Pada masa pandemi dan bencana, tenaga kesehatan Muhammadiyah turun langsung membantu warga tanpa membedakan latar belakang. Komitmen kemanusiaan ini membuat Muhammadiyah tetap dipercaya di banyak daerah. Dakwah Pencerahan dan Pengabdian Sosial Dakwah Muhammadiyah menekankan aksi nyata. Gerakan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Program ekonomi, pembinaan keluarga, layanan sosial, bantuan bencana, dan advokasi pendidikan menjadi bagian dari dakwah pencerahan yang langsung menyentuh masyarakat. Pendekatan ini menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang dekat dengan kebutuhan sosial. Organisasi otonom seperti Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah membantu memperluas ruang gerak dakwah. Mereka aktif dalam program kemanusiaan, dialog kebangsaan, dan layanan sosial. Aktivitas ini membentuk generasi muda yang peduli dan terlibat dalam isu-isu publik. Dakwah pencerahan juga terlihat dalam cara Muhammadiyah merespons isu sosial dan nasional. Pandangan organisasi bersifat menyejukkan, rasional, dan berpihak pada kepentingan bangsa. Ini membuat Muhammadiyah menjadi penyangga stabilitas sosial yang kuat. Peran Muhammadiyah dalam Indonesia Modern Dalam konteks Indonesia modern, Muhammadiyah hadir sebagai kekuatan masyarakat sipil yang besar. Jaringan pendidikan dan kesehatan memberi kontribusi nyata. Peran kemanusiaan dan sosial membantu memperkuat daya tahan masyarakat. Selain itu, Muhammadiyah menjaga ruang publik yang sehat melalui dialog, riset, dan pandangan keagamaan yang terukur. Gerakan ini juga aktif berpartisipasi dalam isu global melalui kerja sama internasional. Pendekatan yang mengutamakan ilmu dan pengabdian membuat Muhammadiyah tetap relevan. Organisasi ini hadir di ruang akademik, teknologi, kesehatan, dan kemanusiaan. Nilai yang dibangun sejak masa KH Ahmad Dahlan menjadi petunjuk arah untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan identitas. Jejak yang Terus Bersinar Milad ke-113 memberi kesempatan untuk melihat kembali apa yang telah dikerjakan Muhammadiyah selama lebih dari satu abad. Jejak perjuangan, pendidikan, dan dakwah pencerahan menjadi modal penting bagi bangsa. Dari sekolah kecil di Kauman hingga universitas besar. Dari layanan kesehatan sederhana hingga rumah sakit modern. Dari pengajian kecil hingga gerakan sosial besar. Semua menjadi bukti bahwa pengabdian yang lahir dari keikhlasan dapat memberi dampak nyata. Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa nilai yang ditanam pendiri Muhammadiyah tetap hidup. Semangat perubahan, kepedulian, dan pemberdayaan akan terus menjadi cahaya bagi bangsa. Dalam suasana kebangsaan saat ini, semangat itu menjadi energi untuk menjaga Indonesia tetap kokoh dan inklusif.

29 November Hari KORPRI: Sejarah, Makna, dan Peran

Wamena - Sejarah panjang KORPRI tidak lahir dari ruang hampa. Ia tumbuh dari dinamika sosial dan politik Indonesia yang penuh ketegangan. Pada masa-masa awal republik, ketika partai-partai politik saling berebut pengaruh, para pegawai negeri sering berada di tengah pusaran yang tidak mereka pilih. Banyak di antara mereka yang sebenarnya hanya ingin bekerja dengan tenang sebagai aparatur negara, tetapi realitas politik memaksa mereka untuk menentukan keberpihakan. Dalam situasi yang penuh tekanan itu, seorang pegawai bisa merasakan bagaimana satu keputusan kecil saja—misalnya menghadiri rapat partai atau menolak permintaan politisi—dapat menentukan masa depan kariernya. Ada yang terpaksa pindah jabatan, ada pula yang tiba-tiba dicopot hanya karena dianggap tidak “sejalan”. Cerita-cerita seperti ini diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi bagian dari memori kolektif aparatur negara sebelum KORPRI berdiri. Konteks historis inilah yang membuat kelahiran KORPRI menjadi lebih dari sekadar pembentukan organisasi. Ia hadir sebagai wadah yang menyatukan pegawai negeri, memberikan perlindungan moral, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih stabil serta bebas dari tarik-menarik kepentingan politik. Setiap tanggal 29 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), sebuah momentum penting untuk merefleksikan perjalanan panjang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam mengabdi kepada negara. Peringatan ini bukan hanya tradisi seremonial, melainkan pengingat atas peran strategis ASN sebagai tulang punggung pemerintahan yang dituntut senantiasa netral, profesional, dan berintegritas. Untuk memahami makna Hari KORPRI, penting menelusuri sejarah panjang pembentukan organisasi ini, mulai dari dinamika politik Indonesia di masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin hingga konsolidasi birokrasi di era Orde Baru dan transformasi ASN di era Reformasi. Baca juga: Ini Syarat dan Mekanisme Jadi Duta KORPRI 2025-2026 Lambang Korpri pertama kali dikenalkan bersamaan dengan pendiriannya pada 29 November 1971.  Dinamika Birokrasi Sebelum Lahirnya KORPRI Pada masa Demokrasi Liberal (1950–1959), kondisi birokrasi Indonesia berada dalam ketidakstabilan politik. Partai politik memiliki pengaruh kuat dalam menentukan jabatan pegawai negeri. Para politisi secara agresif merekrut pegawai dalam berbagai tingkatan, dan jabatan publik banyak diberikan bukan berdasarkan kompetensi, melainkan kedekatan politik. Fenomena ini melahirkan loyalitas ganda: pegawai negeri tunduk pada atasan resmi di kantor, tetapi juga harus memenuhi kehendak partainya. Kondisi ini menempatkan banyak pegawai dalam dilema moral dan profesional. Sebagai contoh, seorang pegawai tingkat menengah pada departemen tertentu bisa saja menerima dua instruksi sekaligus—satu dari kepala dinas yang menugaskannya menyelesaikan laporan teknis, dan satu lagi dari pengurus partai yang mengharuskannya menghadiri rapat internal partai pada jam kerja. Jika ia menolak permintaan partai, kariernya terancam; namun jika ia meninggalkan tugas kantor, pelayanan publik terbengkalai. Dalam situasi seperti itu, tidak sedikit pegawai yang bekerja dengan rasa cemas dan selalu waspada, khawatir salah langkah dan dianggap tidak loyal oleh salah satu pihak. Sebagian pegawai bahkan memilih bekerja secara diam-diam untuk partainya demi menjaga posisi, meski hal itu bertentangan dengan etika profesi aparatur negara. Dilema-dilema inilah yang membuat birokrasi sulit bekerja secara objektif dan profesional pada periode tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan kegaduhan birokrasi. Jabatan sering berubah hanya karena pergantian kabinet. Kerahasiaan negara pun sering bocor karena pegawai yang berafiliasi politik melaporkan kebijakan pemerintah kepada partainya masing-masing. Untuk memperbaiki keadaan, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 1 Tahun 1957, yang memperkenalkan pembagian Pegawai Pusat dan Pegawai Daerah. Namun kebijakan ini tidak efektif karena pengangkatan pegawai daerah sering tidak mengikuti standar kepegawaian. Memasuki masa Demokrasi Terpimpin (1959–1965), pemerintah berusaha kembali menata birokrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, yang melarang PNS golongan tertentu menjadi anggota partai politik. Tujuannya adalah mengembalikan keutuhan PNS sebagai aparatur negara. Namun realitas politik berubah dengan hadirnya ideologi Nasakom. Pegawai negeri kembali menjadi objek perebutan kepentingan politik, terutama ketika PKI berhasil menyusup ke berbagai organisasi pegawai dan mendominasi birokrasi. Upaya untuk mengembalikan netralitas PNS muncul melalui UU Nomor 18 Tahun 1961, yang memungkinkan larangan keanggotaan organisasi politik bagi jabatan tertentu. Namun implementasi kebijakan ini terhambat karena tidak disertai peraturan pemerintah yang lebih teknis. Menuju Konsolidasi Birokrasi di Era Orde Baru Setelah memasuki Orde Baru, pemerintah berkomitmen menata ulang birokrasi yang telah kacau akibat tarik-menarik kepentingan politik. Pemerintah menegaskan kembali prinsip bahwa PNS harus dibina berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja, bukan berdasarkan afiliasi politik. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1970, yang melarang diskriminasi dalam penataan PNS berdasarkan agama, partai politik, keturunan, atau golongan. Di tengah dorongan menata birokrasi secara menyeluruh, muncul gagasan membentuk wadah tunggal bagi seluruh pegawai negeri agar disiplin, integritas, dan soliditas PNS dapat dipertahankan. Gagasan ini akhirnya diwujudkan melalui: Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang Pembentukan KORPRI. Pada 29 November 1971, KORPRI resmi berdiri sebagai organisasi tunggal untuk menghimpun seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) “di luar kedinasan”. Tujuan pokoknya adalah: Menjaga persatuan PNS. Mempertahankan netralitas politik aparatur negara. Memelihara stabilitas politik dan sosial demi kepentingan nasional. Sejak saat itu, 29 November ditetapkan sebagai Hari KORPRI dan diperingati setiap tahun oleh seluruh ASN di Indonesia. Perkembangan Peran KORPRI dari Masa ke Masa Seiring perubahan politik dan tata pemerintahan, peran KORPRI terus bertransformasi. 1. KORPRI di Masa Orde Baru KORPRI menjadi simbol pengabdian pegawai negeri dan memiliki fungsi strategis dalam menjaga stabilitas politik pemerintahan. Namun, pada masa ini organisasi pegawai belum sepenuhnya independen karena masih melekat erat dengan kebijakan pemerintahan pusat. 2. Era Reformasi: KORPRI sebagai Organisasi Profesi ASN Memasuki era Reformasi, paradigma birokrasi berubah total. Pemerintah menegaskan kembali prinsip netralitas ASN. Puncaknya terjadi melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menegaskan bahwa KORPRI harus menjadi organisasi profesi ASN yang: independen dan tidak berpolitik praktis, fokus pada profesionalisme, menjamin perlindungan hukum bagi ASN, meningkatkan kompetensi dan integritas aparatur, memenuhi tuntutan pelayanan publik modern. KORPRI bukan lagi alat politik, melainkan wadah pengembangan ASN sebagai tenaga profesional yang melayani masyarakat. 3. Era Digital: Transformasi ASN Menuju Smart Governance Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan revolusi digital, ASN dituntut menjadi pelayan publik yang adaptif dan inovatif. KORPRI berperan penting dalam: mendorong digitalisasi pelayanan publik, mempercepat implementasi e-government, meningkatkan literasi digital PNS, membangun budaya kerja transparan, efisien, dan berbasis data. Dengan jumlah ASN lebih dari 4 juta orang, KORPRI menjadi motor penggerak reformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang melayani. Baca juga: KORPRI: Pengabdian Tanpa Batas untuk Negeri Makna Peringatan Hari KORPRI Peringatan Hari KORPRI setiap 29 November mengandung nilai penting: 1. Pengingat Netralitas ASN ASN tidak boleh terlibat politik praktis dan harus menjadi penjaga persatuan bangsa. 2. Meneguhkan Profesionalisme ASN dituntut: memberikan pelayanan berkualitas, menjunjung etik dan integritas, bekerja berbasis kinerja, bukan kedekatan. 3. Memperkuat Pengabdian Kepada Negara Hari KORPRI menegaskan kembali komitmen ASN sebagai abdi masyarakat yang bekerja dengan hati, disiplin, dan tanggung jawab. 4. Momentum Transformasi dan Inovasi Setiap tahun tema Hari KORPRI disesuaikan dengan tantangan zaman, seperti: digitalisasi pelayanan, percepatan reformasi birokrasi, pelayanan publik inklusif, peningkatan akuntabilitas aparatur. Peringatan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa ASN adalah agen perubahan (agent of change) dalam memajukan Indonesia. KORPRI sebagai Pilar Pelayanan Publik Indonesia Lebih dari lima dekade sejak berdiri, KORPRI telah menjadi pilar penting dalam perjalanan birokrasi Indonesia. Dari dinamika politik masa lalu hingga transformasi digital hari ini, KORPRI terus mengawal ASN agar tetap profesional, netral, dan berintegritas. Hari KORPRI bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi momentum memperkuat tekad ASN untuk menghadirkan pemerintahan yang bersih, efektif, dan berorientasi pelayanan publik. Dengan semangat pengabdian yang terus menyala, KORPRI memainkan peran sentral dalam membangun Indonesia Maju. (GSP) Daftar Referensi Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Korpri.go.id. “Sejarah Singkat Hari KORPRI.” Artikel: “Sejarah KORPRI” (materi sejarah internal KORPRI – naskah sumber Anda). Artikel: “Sejarah dan Arti Penting Hari KORPRI bagi ASN Indonesia” (naskah sumber Anda).

Sejarah dan Arti Peringatan Hari KORPRI, Simbol Dedikasi ASN Indonesia

Wamena — Setiap tanggal 29 November diperingati sebagai Hari KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia). Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 1971 tentang Pembentukan KORPRI. Pembentukan Organisasi KORPRI dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menyatukan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam satu wadah yang profesional, netral, dan berorientasi pada pelayanan publik. Di awal berdiri yaitu pasca orde lama, KORPRI memiliki fungsi sebagai perekat antara pemerintah dan masyarakat. Organisasi ini menjadi simbol solidaritas dan tanggung jawab ASN dalam menjalankan tugas kenegaraan, terutama di tengah dinamika pembangunan nasional saat itu. Penetapan 29 November sebagai Hari KORPRI juga merupakan bentuk penghormatan terhadap perjalanan panjang aparatur negara dalam mendukung jalannya pemerintahan dan pembangunan di Indonesia. Baca juga: Tata Cara Upacara Bendera HUT ke-54 KORPRI Tahun 2025 Makna Hari KORPRI bagi ASN Indonesia Hari KORPRI memiliki makna yang mendalam bagi seluruh ASN. Momentum ini menjadi pengingat juga penegasan komitmen seluruh ASN untuk tetap netral, profesional, berintegritas, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Hari peringatan KORPRI adalah simbol persatuan ASN sebagai motor penggerak birokrasi yang bersih dan efektif. Jika menelusuri sejarahnya, KORPRI sebagai organisasi telah menjadi pilar penting dalam mendukung reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang transparan selama ini. Peringatan hari KORPRI juga dimaknai sebagai pengingat bahwa pengabdian ASN bukan sekadar pada sektor pekerjaan, lebih dari itu, pengabdian adalah panggilan hati untuk melayani bangsa dan rakyat Indonesia dengan dedikasi penuh. Kegiatan Sosial kunjungan ke Sekolah Dasar di Kampung Pugima, Wamena (Sumber: KPU Provinsi Papua Pegunungan) Baca juga: KORPRI Award 2025: Kategori, Kriteria, dan Mekanisme Seleksi Tujuan Peringatan HUT KORPRI Berikut beberapa tujuan diperingatinya Hari KORPRI di Indonesia, antara lain; Menumbuhkan semangat pengabdian ASN kepada masyarakat, bangsa, dan negara agar senantiasa hadir melayani dengan hati dan tanggung jawab. Menguatkan solidaritas dan kebersamaan antar pegawai negeri di seluruh Indonesia  tanpa sekat pemisah antar instansi maupun wilayah kerja. Mendorong reformasi birokrasi agar semakin adaptif, inovatif, dan berorientasi pada pelayanan publik yang cepat dan transparan. Menghargai kontribusi ASN dalam pembangunan nasional di berbagai sektor, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, hingga pemerintahan daerah. Meneguhkan netralitas dan profesionalitas ASN dalam menghadapi dinamika politik dan sosial. ASN diharapkan tetap berdiri tegak sebagai pelayan rakyat, bukan justru dimanfaatkan sebagai alat kepentingan politik tertentu. Baca juga: Panduan Peringatan HUT Ke-54 KORPRI 2025: Tema, Logo, dan Rangkaian Kegiatan Cara ASN Memaknai Hari KORPRI Jajaran ASN di seluruh Indonesia, dapat memaknai Hari KORPRI dengan berbagai tindakan nyata, tidak hanya dengan seremonial. Misalnya seperti; Meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan kerja cepat, tepat, dan responsif. Pelayanan yang seperti ini menjadi cerminan nyata pengabdian ASN kepada masyarakat di era birokrasi modern. Menjaga netralitas dan etika profesi dalam menjalankan tugas.Sikap profesional tanpa keberpihakan adalah kunci menjaga kepercayaan publik terhadap birokrasi pemerintah. Berinovasi dalam pelayanan digital dan tata kelola pemerintahan. Inovasi tidak selalu hanya soal perkembangan teknologi, namun juga bisa mencakup kemauan untuk menciptakan perubahan yang lebih baik untuk mencari cara terbaik melayani rakyat. Menumbuhkan rasa bangga menjadi bagian dari KORPRI yang berperan penting dalam mewujudkan Indonesia maju. KORPRI adalah organisasi besar yang memiliki peran penting dalam mewujudkan Indonesia yang maju dan berdaya saing tinggi baik di tingkat daerah, nasional hingga internasional. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan lingkungan sebagai bentuk kepedulian nyata terhadap masyarakat di sekitar. Kegiatan Jumat Pagi Bersih Lingkungan (JUMPA BERLIAN) sebagai bagian dari kegiatan rutin KORPRI di lingkungan KPU Provinsi Papua Pegunungan (Sumber: KPU Provinsi Papua Pegunungan) Dengan begitu, semangat Hari KORPRI tidak hanya dirayakan di lapangan dengan upacara-upacara seremonial. Namun alangkah lebih baiknya untuk dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari ASN. Tentu saja melalui kerja, dedikasi, dan pelayanan yang membawa manfaat bagi bangsa dan masyarakat luas.