Artikel

Politik Uang: Ancaman Demokrasi dan Hukuman Berat

Wamena – Politik uang masih menjadi persoalan serius menjelang pesta demokrasi di Indonesia. Sayangnya, praktik ini kerap dianggap hal biasa, bahkan dijadikan lelucon, seakan-akan sesuatu yang normal. Padahal, politik uang merusak keadilan demokrasi. Praktik ini melahirkan pemimpin yang tidak berintegritas dan berpotensi memicu konflik sosial akibat ketidakpuasan masyarakat. Baca juga: Cek Keanggotaan Partai Politik Hanya dengan NIK, Begini Caranya! Apa Itu Politik Uang? Politik uang adalah pemberian atau janji berupa uang, barang, atau imbalan lain kepada pemilih untuk memengaruhi pilihan politik. Praktik ini umumnya terjadi menjelang pemilu atau pilkada. Suara rakyat pun seolah dapat diperjualbelikan hanya demi kemenangan kandidat tertentu. Politik Uang dalam Aturan Hukum Dalam hukum Indonesia, politik uang termasuk pelanggaran berat. Hal ini diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Siapa pun yang memberi atau menerima politik uang dapat dikenakan sanksi pidana. Hukumannya bisa berupa denda hingga penjara. Aturan ini dibuat untuk menjaga asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dampak Politik Uang Dampaknya sangat berbahaya bagi demokrasi. Pemimpin yang lahir dari politik uang cenderung bekerja untuk kepentingan golongan tertentu, bukan untuk rakyat. Selain itu, politik uang menumbuhkan budaya korupsi sejak awal, menurunkan kepercayaan publik terhadap pemilu, serta berpotensi memicu konflik di tengah masyarakat. Ajakan untuk Masyarakat Masyarakat memegang peran penting dalam memutus rantai politik uang. Suara rakyat adalah amanah yang menentukan masa depan bangsa. Dengan menolak politik uang, demokrasi dapat dijaga tetap bersih, melahirkan pemimpin berintegritas, dan memastikan pesta demokrasi benar-benar menjadi kedaulatan rakyat, bukan transaksi sesaat. Baca juga: George Washington: Presiden Pertama di Dunia yang Dipilih Melalui Pemilu Konstitusional 

Cek Keanggotaan Partai Politik Hanya dengan NIK, Begini Caranya!

Wamena - Kekhawatiran masyarakat terkait penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk pendaftaran keanggotaan partai politik menjadi perhatian publik. Meskipun tahapan pendaftaran partai politik telah berakhir, isu ini tetap relevan karena berkaitan dengan perlindungan data pribadi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyediakan layanan resmi bagi masyarakat yang ingin memastikan apakah NIK miliknya tercatat sebagai anggota partai politik tertentu. Cara Cek Keanggotaan Partai Politik Masyarakat cukup menyiapkan NIK yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Caranya cukup mudah, dengan  mengakses laman resmi KPU di https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/cari_nik, lalu masukkan NIK pada kolom yang tersedia. Setelah itu, sistem akan menampilkan apakah NIK tersebut tercatut sebagai anggota atau pengurus partai politik. Apa yang Harus Dilakukan Jika Nama Dicatut Partai Politik Jika setelah melakukan pengecekan ternyata NIK Anda tercatut sebagai anggota atau pengurus partai politik tanpa izin, segera laporkan. Masyarakat bisa melaporkan temuan tersebut ke KPU Kabupaten/Kota atau KPU Provinsi setempat untuk meminta perbaikan data. Selain itu, aduan juga bisa disampaikan langsung ke partai politik yang bersangkutan agar nama Anda segera dihapus dari keanggotaan partai politik. Dengan adanya layanan pengecekan NIK, masyarakat lebih mudah mengetahui namanya benar-benar tercatut sebagai anggota partai politik. Langkah ini penting untuk mencegah dan menindaklanjuti kasus pencatutan nama tanpa izin.

Sejarah dan Tugas KPU: Lembaga Penyelenggara Pemilu yang Menjaga Demokrasi Indonesia

Papua Pegunungan - Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar utama demokrasi yang memungkinkan rakyat menentukan arah kepemimpinan bangsa secara langsung, bebas, dan bermartabat. Agar proses tersebut berjalan adil dan berintegritas, dibutuhkan lembaga penyelenggara yang independen dan permanen. Dari sinilah lahir Komisi Pemilihan Umum (KPU), lembaga negara yang berwenang mengatur, melaksanakan, dan mengawasi seluruh tahapan Pemilu. Latar Belakang Pembentukan KPU Setelah dilakukannya amandemen ketiga UUD 1945 dan disahkannya Undang-Undang Pemilu, pemerintah menetapkan KPU sebagai lembaga nasional yang bersifat tetap dan mandiri. Kedudukan KPU sejajar dengan lembaga tinggi negara lain seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial, sebagaimana diatur dalam konstitusi. Secara historis, lembaga ini telah mengalami beberapa kali perubahan sejak masa Reformasi 1998. KPU pertama kali dibentuk pada masa Presiden BJ Habibie melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 16 Tahun 1999, dengan keanggotaan sebanyak 53 orang yang berasal dari unsur pemerintah dan partai politik. KPU ini bertugas menyelenggarakan Pemilu 1999 dan berakhir masa kerjanya pada tahun 2001. Baca juga: Evaluasi Kinerja 2024: KPU Papua Pegunungan Dapat BB KPU kedua dibentuk oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui Keppres Nomor 10 Tahun 2001, beranggotakan 11 orang dari kalangan akademisi dan organisasi masyarakat sipil. Lembaga ini berfungsi hingga 2007. Sementara itu, KPU ketiga terbentuk pada 23 Oktober 2007 melalui Keppres Nomor 101/P/2007, berisi tujuh anggota yang berasal dari unsur akademisi, birokrat, dan penyelenggara Pemilu daerah. Pada masa ini, pemerintah dan DPR mulai memperkuat dasar hukum penyelenggaraan Pemilu agar lebih profesional dan transparan. Landasan Hukum dan Prinsip Penyelenggaraan Peningkatan kualitas Pemilu mendorong DPR dan pemerintah menyusun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Regulasi ini menegaskan KPU sebagai lembaga nasional yang bekerja di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tiga karakter utama KPU ditetapkan melalui undang-undang tersebut, yaitu: Nasional, berarti kewenangan KPU mencakup seluruh wilayah Indonesia. Tetap, menandakan lembaga ini terus berfungsi meski periode kepengurusan berganti. Mandiri, yang menegaskan independensi KPU dari pengaruh pemerintah, partai politik, maupun kelompok kepentingan. UU No. 22 Tahun 2007 juga menyatukan aturan penyelenggaraan Pemilu legislatif, presiden, dan kepala daerah ke dalam satu regulasi yang lebih komprehensif. Dalam struktur kelembagaan, KPU bekerja bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu sistem penyelenggara Pemilu yang utuh — di mana KPU bertugas melaksanakan, Bawaslu mengawasi, dan DKPP menjaga etikanya. Selain di tingkat nasional, KPU juga memiliki perpanjangan tangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta membentuk badan adhoc seperti PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN yang berperan penting dalam pelaksanaan Pemilu di lapangan. Rekrutmen dan Komposisi Anggota KPU Proses pembentukan anggota KPU dilakukan melalui tim seleksi yang ditunjuk presiden. Misalnya, pada periode 2007, terdapat lebih dari 500 pendaftar, namun hanya 7 anggota terpilih yang dilantik setelah melalui tahapan administrasi, tes tertulis, dan uji kelayakan di DPR. Jumlah anggota KPU kemudian ditetapkan tujuh orang, dengan ketentuan bahwa sedikitnya 30 persen di antaranya harus merupakan perempuan. Masa jabatan anggota berlangsung selama lima tahun sejak pengucapan sumpah. Dalam menjalankan tugasnya, KPU berpegang pada asas mandiri, jujur, adil, profesional, transparan, dan akuntabel, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Baca juga: Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 Soal Pemisahan Pemilu dan Pilkada: Tantangan Baru Tata Kelola Pemilu Indonesia Tugas KPU Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tugas utama KPU meliputi: Merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal. Menyusun tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN. Menyusun Peraturan KPU untuk setiap tahapan Pemilu. Mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan dan memantau semua tahapan Pemilu. Menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data Pemilu terakhir dengan memperhatikan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh pemerintah dan menetapkannya sebagai daftar pemilih. Membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu. Mengumumkan calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan Pasangan Calon terpilih serta membuat berita acaranya. Menindaklanjuti dengan segera putusan Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran atau sengketa Pemilu. Menyosialisasikan penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat. Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. Melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wewenang KPU Sementara itu, Pasal 13 UU No. 7 Tahun 2017 menetapkan sejumlah wewenang KPU, antara lain: Menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN. Menetapkan Peraturan KPU untuk setiap tahapan Pemilu. Menetapkan peserta Pemilu. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU provinsi untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan untuk Pemilu Anggota DPR, serta hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU provinsi untuk Pemilu Anggota DPD dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara. Menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya. Menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu Anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota. Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan. Membentuk KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPLN. Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota PPLN. Menjatuhkan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPLN, anggota KPPSLN, dan sekretaris Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan putusan Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye Pemilu dan mengumumkan laporan sumbangan dana Kampanye Pemilu. Melaksanakan wewenang lain dalam penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, KPU juga berwenang melaksanakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD, serta pemilihan kepala daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sejak awal berdirinya, KPU telah memainkan peran penting dalam menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Sebagai lembaga independen, KPU tidak hanya menjadi pelaksana teknis Pemilu, tetapi juga simbol komitmen bangsa terhadap pemilihan yang jujur, adil, dan transparan. Melalui mekanisme yang semakin baik dan partisipasi publik yang luas, KPU terus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di tanah air. (GSP)

George Washington: Presiden Pertama di Dunia yang Dipilih Melalui Pemilu Konstitusional

Sejarah demokrasi dunia dimulai dari satu momen penting—terpilihnya George Washington sebagai Presiden pertama Amerika Serikat melalui pemilihan konstitusional. Proses ini menjadi tonggak awal sistem demokrasi modern yang kini diikuti oleh banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 1. Awal Lahirnya Demokrasi Konstitusional George Washington menandai babak baru dalam sejarah politik dunia ketika terpilih sebagai presiden pertama melalui sistem pemilu yang berlandaskan konstitusi. Momen ini menjadi fondasi bagi praktik demokrasi modern yang menjunjung kedaulatan rakyat. Baca juga: Masa Tenang Pemilu: Ini Aturan, Definisi, dan Dasar Hukumnya! 2. Sebelum Washington: Pemimpin Tanpa Dasar Konstitusi Modern Beberapa negara telah mengenal sistem kepemimpinan sebelumnya, namun belum ada yang menggunakan dasar hukum tertulis seperti Amerika Serikat. Inilah yang membuat Washington menjadi pelopor pemilihan presiden secara sah dan demokratis. 3. Proses Pemilu Pertama Amerika Serikat Tahun 1789 Pemilu perdana di Amerika Serikat berlangsung dengan penuh sejarah. George Washington terpilih secara aklamasi tanpa penolakan, menjadikannya simbol kepercayaan rakyat dan legitimasi hukum yang kuat. 4. Warisan Demokrasi dan Pembatasan Kekuasaan Keputusan Washington untuk tidak mencalonkan diri pada periode ketiga memperkuat tradisi pembatasan kekuasaan—sebuah prinsip yang kini menjadi bagian penting dalam demokrasi di seluruh dunia. Baca juga: Demokrasi Indonesia tegak bersama KPU Papua Pegunungan 5. Inspirasi bagi Dunia Modern Warisan Washington melampaui batas negaranya. Prinsip pemilu yang jujur, transparan, dan berdasarkan hukum kini menjadi semangat demokrasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. (Pram)

Masa Tenang Pemilu: Ini Aturan, Definisi, dan Dasar Hukumnya!

Wamena — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Pegunungan menegaskan pentingnya pelaksanaan masa tenang Pemilu sebagai bagian dari tahapan pemilu yang wajib dipatuhi oleh semua peserta dan pihak terkait. Apa Itu Masa Tenang? Masa tenang adalah periode selama tiga hari sebelum hari dilakukannya pemungutan suara, di masa ini seluruh aktifitas kampanye tidak diperbolehkan ataupun dilarang. Tujuannya yaitu untuk memberikan waktu bagi pemilih untuk merenung dan menentukan pilihannya tanpa tekanan dari kampanye politik. Aturan Selama Masa Tenang Selama masa tenang, KPU Provinsi Papua Pegunungan membuat beberapa larangan, di antaranya: Tidak diperbolehkan adanya kampanye dalam bentuk apapun, baik langsung maupun melalui media sosial. Dilarang menyebarkan bahan kampanye, memasang alat peraga, atau menyelenggarakan kegiatan yang mengarah pada ajakan memilih calon tertentu. Peserta pemilu  dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih. KPU bekerja sama dengan Bawaslu dan aparat keamanan untuk menertibkan pelanggaran, termasuk menurunkan alat peraga kampanye (APK) yang masih terpasang saat masa tenang dimulai. Baca juga: Demokrasi Indonesia tegak bersama KPU Papua Pegunungan Dasar Hukum Masa Tenang Dasar hukum pelaksanaan masa tenang diatur dalam: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024. Sekretaris KPU Provinsi Papua Pegunungan, Agus Filma mengimbau semua pihak untuk menjaga ketertiban selama masa tenang dan menghormati hak pemilih agar dapat menentukan pilihannya secara jujur dan bebas. “Masa tenang bukan berarti masa bebas. Justru ini adalah waktu krusial untuk memastikan proses demokrasi berjalan jujur, adil, dan damai,” tegas Agus Filma.

Demokrasi Indonesia tegak bersama KPU Papua Pegunungan

Demokrasi di Indonesia merupakan sistem pemerintahan yang berakar dari nilai-nilai kedaulatan rakyat, di mana rakyat memiliki hak penuh untuk menentukan arah bangsa melalui pemilihan umum yang jujur, adil, dan transparan. Konsep demokrasi di Indonesia tidak hanya sekadar proses politik, tetapi juga bagian dari sejarah panjang perjuangan bangsa dalam meraih kemerdekaan dan menjaga persatuan. Sejarah Demokrasi di Indonesia Sejarah demokrasi Indonesia dimulai sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945. UUD 1945 menetapkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut konstitusi. Pada awal kemerdekaan, Indonesia sempat mengalami berbagai bentuk demokrasi, mulai dari demokrasi parlementer hingga demokrasi terpimpin. Reformasi 1998 menjadi tonggak penting yang mengembalikan prinsip demokrasi secara lebih murni, termasuk pemilihan umum langsung, jujur, adil serta transparan. Ciri-Ciri Demokrasi di Indonesia Demokrasi Indonesia memiliki sejumlah ciri khas yang membedakannya, antara lain: Pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL). Partisipasi rakyat yang luas dalam menentukan pemimpin dan kebijakan publik. Adanya kebebasan berpendapat dan kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi. Supremasi hukum yang memastikan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Keterlibatan lembaga independen seperti KPU untuk menjamin jalannya proses demokrasi yang bersih dan berintegritas. Prinsip Dasar Demokrasi Prinsip dasar demokrasi di Indonesia bertumpu pada: Kedaulatan rakyat sebagai sumber kekuasaan tertinggi. Kebebasan dan kesetaraan bagi seluruh warga negara tanpa diskriminasi. Akuntabilitas pemerintah kepada rakyat. Transparansi dalam penyelenggaraan negara. Musyawarah mufakat sebagai nilai luhur bangsa. Peran KPU Provinsi Papua Pegunungan dalam Demokrasi KPU Provinsi Papua Pegunungan memiliki peran penting sebagai ujung tombak pelaksanaan demokrasi di wilayah yang kaya budaya dan keberagaman ini. Tugas utama KPU adalah menyelenggarakan pemilu yang transparan, adil, dan berintegritas, sekaligus memastikan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk di daerah-daerah terpencil. Sebagai provinsi pemekaran yang baru saja dibentuk, Keberadaan KPU Provinsi Papua Pegunungan mencerminkan bagaimana demokrasi Indonesia dijalankan dengan prinsip inklusif, menghargai kearifan lokal, serta menjaga persatuan dalam keberagaman. Hal ini dapat dilihat dari suksesnya pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah pada tahun 2024 yang berjalan lancar Baca juga: Sura dan Sulu: Mengingat Kembali Maskot Resmi Pemilu 2024, Simbol Semangat Demokrasi Indonesia