Berita Terkini

Resmi! 3 PPPK KPU Kabupaten Pegunungan Bintang Terima SK Pengangkatan Hari Ini

Jayapura – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Pegunungan secara resmi menyerahkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kepada tiga orang pegawai yang akan bertugas di lingkungan KPU Kabupaten Pegunungan Bintang. Penyerahan SK ini berlangsung di Kantor Perwakilan KPU Kabupaten Pegunungan Bintang dan dihadiri oleh Sekretaris KPU Kabupaten, Kepala Sub Bagian SDM, serta para PPPK yang bersangkutan. Baca juga: Komisi II Dorong Penguatan SDM dan Regulasi Demi Pemilu yang Kredibel Langkah Strategis Perkuat Kelembagaan KPU di Wilayah Papua Pegunungan SK diserahkan langsung oleh Kepala Bagian SDM KPU Provinsi Papua Pegunungan, Linda Rumbiak, yang menyampaikan bahwa penempatan PPPK merupakan bagian dari strategi penguatan kelembagaan KPU, khususnya dalam menghadapi tahapan Pemilu dan Pilkada serentak yang akan datang. “Pengangkatan PPPK ini adalah bentuk komitmen KPU untuk memperkuat kapasitas SDM di tingkat kabupaten, sehingga penyelenggaraan Pemilu berjalan profesional, transparan, dan akuntabel,” ujar Linda. Harapan Profesionalisme dan Integritas ASN PPPK di KPU Dengan diterimanya SK tersebut, ketiga pegawai PPPK kini resmi menjadi bagian dari struktur organisasi KPU Kabupaten Pegunungan Bintang. Mereka diharapkan mampu mendukung operasional kelembagaan secara optimal dan menjaga standar integritas ASN, khususnya dalam konteks kerja-kerja kepemiluan. Pengangkatan ini juga diharapkan menjadi solusi jangka panjang dalam mengatasi kekurangan tenaga teknis dan administrasi di daerah dengan tantangan geografis seperti Papua Pegunungan. PPPK KPU Jadi Aset Penting Menyongsong Pemilu dan Pilkada 2029 Penambahan SDM melalui skema PPPK menjadi bagian dari penguatan sistem birokrasi KPU, yang pada akhirnya akan mendukung kelancaran dan kesuksesan Pemilu dan Pilkada 2029. Kehadiran PPPK diharapkan tidak hanya memperkuat struktur organisasi, tetapi juga meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat sebagai pemilih. Baca juga: KPU Papua Pegunungan Genjot Akselerasi Informasi: Perkuat SDM dan Keterbukaan Publik Melalui Bimtek Website

Rapat Rutin Kedisiplinan PPPK, Persiapan PDPB, dan HUT KORPRI KPU Provinsi Papua Pegunungan Tahun 2025

Wamena – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Pegunungan mengadakan Rapat Rutin yang melibatkan seluruh pegawai dan jajaran sekretariat. Rapat ini menjadi bagian dari agenda internal guna memperkuat koordinasi, evaluasi, dan pembinaan kinerja pegawai. Pembukaan oleh Aden Siagian (Kabag Keuangan, Umum, dan Logistik): Menekankan persiapan menjelang peringatan HUT KORPRI pada 29 November 2025. KPU Papua Pegunungan akan ikut serta dalam berbagai perlombaan dan kegiatan kebersamaan guna memperkuat semangat korps ASN yang profesional dan solid. Pesan dari Daniel Jingga: Mengingatkan pegawai, terutama PPPK, agar meningkatkan kedisiplinan sebagai fondasi utama dalam membangun integritas dan kualitas pelayanan publik. Penegasan dari Ketua KPU, Naftali E. Paweka: Menyampaikan pentingnya persiapan pelaksanaan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB). Seluruh tim diajak menjaga akurasi dan konsistensi data demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Rapat ini menegaskan komitmen KPU Papua Pegunungan dalam memperkuat disiplin kerja, sinergi kelembagaan, dan semangat kebersamaan, baik dalam pelaksanaan tugas pemilu yang berkualitas maupun dalam menyambut HUT KORPRI.  

Usai Pleno PDPB Triwulan III, KPU Papua Pegunungan Dorong Partisipasi Masyarakat

Wamena - Dalam rangka memastikan data pemilih yang valid, akurat, dan mutakhir, Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus melaksanakan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) secara rutin di seluruh Indonesia. Kegiatan ini dilakukan setiap tiga bulan sekali di tingkat kabupaten/kota dan enam bulan sekali di tingkat provinsi. Langkah ini menjadi upaya penting untuk menjaga kualitas daftar pemilih yang akan digunakan dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada mendatang, sehingga setiap warga negara yang memiliki hak pilih dapat terfasilitasi dengan baik. Rapat Pleno PDPB di KPU Papua Pegunungan Sebagai bagian dari proses tersebut, delapan kabupaten di wilayah kerja KPU Provinsi Papua Pegunungan telah melaksanakan Rapat Pleno Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan Triwulan III pada tanggal 2 dan 3 Oktober 2025. Melalui kegiatan ini, KPU di tingkat kabupaten bersama pemangku kepentingan terkait melakukan pembaruan dan verifikasi terhadap data pemilih. Hasil pleno tersebut menjadi dasar bagi KPU Provinsi Papua Pegunungan dalam menyusun rekapitulasi dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemutakhiran data di setiap kabupaten. Usai Pleno PDPB Triwulan ke III ini masyarakat Provinsi Papua Pegunungan kini dapat melakukan pemeriksaan mandiri untuk memastikan dirinya terdaftar atau tidak. Baca juga: Awas! Hak Pilihmu Hilang Jika Tak Terdaftar, Cek DPT Sekarang! Kini, masyarakat yang berada di wilayah Provinsi Papua Pegunungan dapat dengan mudah mengecek statusnya sebagai pemilih melalui laman resmi KPU di https://cekdptonline.kpu.go.id Dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk (KTP-el), masyarakat dapat memastikan apakah dirinya sudah terdaftar sebagai pemilih tetap di kabupaten tempat tinggalnya. Jika setelah melakukan pengecekan ternyata nama belum tercantum dalam daftar pemilih, masyarakat dapat menyampaikan tanggapan atau laporan langsung ke kantor KPU Kabupaten masing-masing. Petugas KPU akan membantu melakukan verifikasi dan pembaruan data agar yang bersangkutan segera terdaftar dalam Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB). Syarat Terdaftar Sebagai Pemilih Berkelanjutan Agar dapat masuk dalam Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB), seseorang harus memenuhi syarat sebagai pemilih sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022, yaitu: Warga Negara Indonesia (WNI) Hanya warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam Pemilu dan Pilkada. Warga negara asing (WNA) tidak dapat terdaftar sebagai pemilih. Berusia 17 Tahun atau Lebih Atau sudah/pernah menikah, meskipun belum genap berusia 17 tahun. Memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) KTP-el digunakan sebagai dasar pencocokan data pemilih. Jika belum memiliki, dapat menunjukkan Surat Keterangan (Suket) dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Tidak Sedang Dinyatakan Tidak Memiliki Hak Pilih Misalnya, mereka yang sedang dicabut hak pilihnya oleh putusan pengadilan dalam kasus tertentu. Berdomisili Sesuai Alamat Resmi Domisili harus sesuai dengan alamat yang tercantum pada KTP-el atau dokumen kependudukan yang sah. Demokrasi Dimulai dari Data yang Akurat Melalui kegiatan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan ini, KPU Provinsi Papua Pegunungan menegaskan komitmennya untuk menjaga integritas data pemilih dan memastikan setiap suara rakyat tidak terlewatkan. Partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pengecekan dan pembaruan data menjadi bagian penting dalam mewujudkan Pemilu yang inklusif, transparan, dan berkeadilan, bahkan di wilayah dengan kondisi geografis yang menantang sekalipun. Dengan data yang akurat, demokrasi dapat tumbuh kuat — karena setiap warga berhak bersuara dan menentukan masa depan bangsanya. Baca juga: Pemilih Wajib Bawa KTP ke TPS, Tapi Ada 3 Dokumen Alternatif Jika Hilang

Komisi II Dorong Penguatan SDM dan Regulasi Demi Pemilu yang Kredibel

Jayapura - Dalam upaya memperkuat demokrasi dan menjaga kepercayaan publik terhadap proses Pemilu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bhatra Banong, menekankan pentingnya sinergi antara SDM profesional, regulasi yang kuat, dan dukungan anggaran memadai. Pesan ini disampaikan pada kegiatan Penguatan Kapasitas Lembaga yang digelar Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan di Hotel Swiss-Bel Jayapura, Sabtu (11/10/2025). Baca juga: Bawaslu Papua Pegunungan Perkuat Kolaborasi untuk Pemilu Bermartabat 1.⁠ ⁠Kualitas SDM Jadi Kunci Kepercayaan Publik Dalam pemaparannya, Bhatra Banong menegaskan bahwa kualitas sumber daya manusia penyelenggara pemilu menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan publik. Menurutnya, profesionalisme dan integritas para penyelenggara menjadi tolok ukur keberhasilan demokrasi. Ia menyoroti masih adanya tantangan di lapangan terkait pengalaman dan kompetensi penyelenggara. Karena itu, ia mendorong adanya rekrutmen berbasis meritokrasi serta kolaborasi dengan perguruan tinggi untuk menghasilkan tenaga penyelenggara yang kompeten dan berintegritas tinggi. 2.⁠ ⁠Penguatan Regulasi dan Kewenangan Pengawasan Komisi II DPR RI juga berkomitmen memperkuat aspek regulasi agar Bawaslu memiliki kewenangan pengawasan yang lebih efektif. Bhatra menilai bahwa pembenahan aturan perlu dilakukan, termasuk memperjelas batas waktu tindak lanjut laporan masyarakat serta memperkuat dasar hukum penindakan pelanggaran. Langkah ini diharapkan menjadikan pengawasan pemilu lebih cepat, transparan, dan sesuai prinsip keadilan. “Penguatan regulasi bukan untuk menambah beban, tapi memastikan keadilan pemilu berjalan di semua level,” tegasnya. 3.⁠ ⁠Dukungan Anggaran untuk Daerah Sulit dan Terpencil Isu krusial lain yang disoroti ialah dukungan anggaran pengawasan di wilayah sulit seperti Papua Pegunungan. Kondisi geografis yang menantang menuntut perhatian khusus dari pemerintah pusat agar fungsi pengawasan berjalan optimal hingga tingkat desa. Menurutnya, ketersediaan anggaran yang memadai menjadi syarat agar Bawaslu dan penyelenggara di daerah tetap dapat bekerja efektif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. 4.⁠ ⁠Sinergi dan Profesionalisme Pilar Demokrasi Berkualitas Bhatra juga menekankan bahwa sinergi antara Komisi II, Bawaslu, akademisi, dan masyarakat merupakan langkah strategis dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap pemilu. Dengan profesionalisme penyelenggara, regulasi yang kuat, dan dukungan sumber daya yang memadai, penyelenggaraan pemilu akan semakin kredibel dan transparan. “Demokrasi berkualitas lahir dari sistem yang bersih, penyelenggara yang profesional, dan masyarakat yang percaya,” ujar Bhatra menutup materinya. Penutup: Menuju Demokrasi yang Semakin Kuat Pesan utama dari kegiatan ini menegaskan bahwa SDM, regulasi, dan anggaran merupakan tiga pilar yang saling berkaitan dalam mewujudkan pemilu yang berintegritas. Sinergi antar lembaga dan partisipasi publik menjadi kunci untuk memperkuat kepercayaan masyarakat dan menghadirkan demokrasi yang lebih baik menuju Pemilu 2029. Baca juga: KPU dan Bawaslu Papua Pegunungan Perkuat Sinergi untuk Pemilu Bermartabat

KPU dan Bawaslu Papua Pegunungan Perkuat Sinergi untuk Pemilu Bermartabat

Jayapura — Koordinator Divisi Teknis KPU Provinsi Papua Pegunungan, Melkianus Kambu, menegaskan pentingnya sinergi kelembagaan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam mewujudkan pemilu yang bermartabat dan dipercaya publik. Hal ini disampaikan dalam kegiatan Penguatan Kapasitas Kelembagaan yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan di Hotel Swiss-Bel Jayapura, Sabtu (11/10). Urgensi Penguatan Kelembagaan Menurut Kambu, penguatan kelembagaan menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan kemandirian, profesionalitas, dan netralitas lembaga penyelenggara pemilu di seluruh tingkatan, terutama di wilayah Papua Pegunungan yang memiliki tantangan geografis dan sumber daya manusia terbatas. “Lembaga penyelenggara pemilu yang kuat harus bebas dari intervensi politik, memiliki integritas tinggi, serta berkapasitas dalam teknologi dan tata kelola,” ujarnya. Baca juga: Perkembangan Sistem Pemilu Indonesia dari 2004-2019 Strategi Sinergi KPU dan Bawaslu Ia menjelaskan bahwa sinergi bukan berarti menyatukan fungsi, tetapi menyelaraskan langkah dan tujuan melalui komunikasi intensif di setiap tahapan pemilu. Strategi penguatan mencakup lima aspek utama: Struktural – penataan organisasi agar lebih efektif; SDM – peningkatan kompetensi dan integritas; Tata Kelola – penerapan good governance; Teknologi – optimalisasi sistem digital seperti SIREKAP dan SIDALIH; Budaya – membangun nilai integritas dan loyalitas kelembagaan. Langkah Implementatif Lebih lanjut, Kambu menyebutkan langkah implementatif yang harus segera dilakukan, antara lain evaluasi kelembagaan, reformasi internal, dan monitoring berkelanjutan. Ia menambahkan bahwa dukungan digitalisasi dan kolaborasi antarlembaga seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP menjadi peluang besar memperkuat demokrasi di Papua Pegunungan. “Penguatan kelembagaan adalah tanggung jawab kolektif seluruh penyelenggara pemilu. Hanya dengan integritas dan sinergi yang kuat, kepercayaan publik dapat terus terjaga,” tegasnya. Baca juga: Bawaslu Papua Pegunungan Perkuat Kolaborasi untuk Pemilu Bermartabat

Perkembangan Sistem Pemilu Indonesia dari 2004-2019

Wamena - Sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum, Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus melakukan pembenahan terhadap sistem dan tata kelola pemilu di Indonesia. Salah satu bentuk pembenahan tersebut tampak dari penyempurnaan sistem pemilu yang diterapkan dalam kurun waktu 2004 hingga 2019. Perjalanan sistem pemilu ini merupakan cerminan dari upaya berkelanjutan untuk memperkuat kedaulatan rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia. Dari Proporsional Tertutup ke Proporsional Terbuka Sejak Pemilu pertama tahun 1955 hingga Pemilu 1999, Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup. Dalam sistem ini, partai politik memiliki kewenangan penuh menentukan calon anggota legislatif berdasarkan nomor urut dalam daftar caleg yang mereka ajukan. Pemilih hanya memberikan suara kepada partai politik, bukan kepada individu calon legislatif. Artinya, masyarakat tidak dapat menentukan secara langsung siapa wakil mereka di parlemen. Baca juga: Asas-asas Pemilu di Indonesia dan Penjelasannya Kondisi ini menimbulkan berbagai kritik karena dianggap kurang memberikan ruang bagi rakyat untuk mengenal dan memilih wakil yang benar-benar mewakili aspirasi mereka. Seiring dengan tuntutan reformasi dan peningkatan partisipasi publik, muncul desakan kuat untuk mengubah sistem ini agar lebih terbuka dan akuntabel. Sistem Pemilu 2004: Awal Perubahan Pada Pemilu 2004, Indonesia masih menggunakan sistem proporsional tertutup untuk memilih anggota DPR dan DPRD provinsi serta kabupaten/kota. Meskipun sistem ini telah lama digunakan, praktiknya mulai dianggap tidak sejalan dengan semangat reformasi yang menuntut transparansi dan partisipasi publik. Dengan sistem proporsional tertutup, calon anggota legislatif yang terpilih ditentukan oleh partai berdasarkan nomor urut, bukan berdasarkan perolehan suara individu. Hal ini membuat masyarakat tidak dapat mengetahui siapa calon wakil mereka secara langsung. Kritik terhadap sistem ini semakin menguat dan akhirnya mendorong perubahan besar dalam sistem kepemiluan nasional menjelang Pemilu berikutnya. Perubahan Penting dalam Sistem Pemilu 2009–2019 Menjelang Pemilu 2009, sejumlah pihak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 214 huruf a–e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang mengatur penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut. MK kemudian memutuskan untuk mencabut pasal tersebut melalui Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008. Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa penetapan calon anggota legislatif harus berdasarkan suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut yang ditetapkan partai. Putusan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah kepemiluan Indonesia karena menandai peralihan sistem dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka. Ciri dan Keunggulan Sistem Proporsional Terbuka Sejak Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka resmi diterapkan untuk pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Dalam sistem ini, pemilih memiliki hak untuk memilih langsung calon legislatif (caleg) yang diinginkan, bukan hanya partainya. Beberapa keunggulan sistem ini antara lain: Meningkatkan keterwakilan rakyat — Pemilih dapat menentukan secara langsung wakil yang dianggap layak mewakili daerah dan aspirasinya. Mendorong kedekatan antara caleg dan masyarakat — Caleg perlu aktif berinteraksi dengan pemilih untuk mendapatkan dukungan. Memperkuat akuntabilitas — Caleg terpilih memiliki tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang memilihnya. Menumbuhkan persaingan sehat antarcaleg dalam satu partai, sehingga mendorong peningkatan kualitas calon wakil rakyat. Sementara itu, penentuan kursi legislatif dilakukan berdasarkan jumlah suara terbanyak yang diperoleh masing-masing caleg di daerah pemilihannya. Baca juga: Proporsional Terbuka vs Tertutup: Mencari Format Ideal untuk Pemilu 2029 Pemetaan Daerah Pemilihan (Dapil) Dalam penerapan sistem proporsional terbuka, daerah pemilihan (Dapil) menjadi unsur penting. Dapil ditetapkan berdasarkan wilayah administratif yang mempertimbangkan integralitas wilayah, jumlah penduduk, serta kesamaan sosial dan budaya. KPU melakukan penyesuaian Dapil pada setiap penyelenggaraan Pemilu untuk menyesuaikan dengan pemekaran wilayah dan perubahan demografi penduduk. Meskipun demikian, struktur dasar Dapil pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019 relatif konsisten, hanya mengalami penyesuaian teknis sesuai kondisi terbaru. Arah Perbaikan untuk Pemilu Mendatang KPU memandang bahwa transformasi sistem pemilu dari proporsional tertutup ke proporsional terbuka adalah langkah besar menuju demokrasi yang lebih partisipatif dan transparan. Perubahan ini memperkuat prinsip dasar Pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil). KPU terus berkomitmen menjaga integritas Pemilu dengan meningkatkan kualitas penyelenggaraan, transparansi data, serta literasi kepemiluan masyarakat di seluruh daerah. Dengan pengalaman penyelenggaraan Pemilu selama lebih dari dua dekade reformasi, KPU yakin sistem yang semakin terbuka akan semakin memperkuat kepercayaan publik dan kualitas demokrasi Indonesia ke depan. (GSP)