Berita Terkini

Evaluasi Kinerja 2024: KPU Papua Pegunungan Dapat BB

Wamena – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Pegunungan berhasil meraih predikat BB (Baik Sekali) dalam Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Tahun 2024. Capaian ini menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam tata kelola kinerja, serta menjadi indikator kuat atas upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja lembaga di wilayah baru ini. Nilai Akuntabilitas Meningkat dari Tahun Sebelumnya Berdasarkan hasil evaluasi resmi, KPU Papua Pegunungan memperoleh nilai 72,00, menempatkannya dalam kategori BB. Angka ini mengalami peningkatan dari nilai 70,80 pada tahun 2023, yang sebelumnya masih dalam rentang Baik (B). Nilai tersebut merupakan hasil akumulasi dari empat komponen utama dalam evaluasi kinerja: Perencanaan Kinerja – Bobot nilai: 20,70 Pengukuran Kinerja – Bobot nilai: 21,30 Pelaporan Kinerja – Bobot nilai: 11,10 Evaluasi Akuntabilitas – Bobot nilai: 18,00 Komitmen Terhadap Reformasi Birokrasi dan Transparansi Pencapaian predikat BB ini menjadi bukti nyata bahwa KPU Papua Pegunungan terus berbenah dalam membangun sistem kerja yang lebih akuntabel, terukur, dan transparan. Meski telah menunjukkan progres positif, hasil evaluasi juga menyertakan catatan dan rekomendasi yang harus segera ditindaklanjuti guna mempertahankan dan meningkatkan kinerja di tahun mendatang. Baca juga: Monev KPU Papua Pegunungan 2025: Yahukimo Unggul, Dua Daerah Merosot Relevansi Menjelang Pemilu Capaian ini juga menjadi landasan penting dalam menghadapi agenda besar Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, di mana kesiapan kelembagaan menjadi faktor krusial. Evaluasi ini menegaskan bahwa KPU Papua Pegunungan berada pada jalur yang tepat dalam memperkuat tata kelola organisasi dan memastikan keberhasilan penyelenggaraan pemilihan yang jujur, adil, dan efisien.

Monev KPU Papua Pegunungan 2025: Yahukimo Unggul, Dua Daerah Merosot

Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi (Monev) program pada delapan KPU kabupaten di Provinsi Papua Pegunungan menunjukkan hasil yang beragam hingga September 2025. Berdasarkan data E-Monev Bappenas, capaian masing-masing kabupaten mencerminkan tingkat efektivitas dan akuntabilitas pelaksanaan program di triwulan ketiga Tahun Anggaran 2025. Yahukimo Terdepan dalam Realisasi KPU Kabupaten Yahukimo mencatatkan realisasi tertinggi sebesar 96,6%, menjadikannya sebagai yang paling unggul dalam pelaksanaan program. Angka ini menunjukkan pelaksanaan kegiatan yang tepat waktu dan penggunaan anggaran yang efisien, sekaligus menjadi tolok ukur bagi KPU lainnya di Papua Pegunungan. Menyusul di posisi kedua adalah KPU Kabupaten Jayawijaya dengan capaian 92,5%, juga tergolong dalam kategori Sangat Baik. Kedua kabupaten ini berhasil melampaui batas realisasi 90%, yang mencerminkan komitmen kuat dalam mewujudkan target program. Empat Kabupaten Berstatus “Baik”                     Empat kabupaten masuk dalam kategori Baik, yakni dengan capaian realisasi antara 80% hingga 90%. KPU Lanny Jaya memimpin kelompok ini dengan 89,1%, disusul oleh Nduga (87,7%) dan Tolikara (84,7%). Sementara itu, KPU Yalimo mencatatkan realisasi 79,8%, sedikit di bawah batas kategori Baik, namun masih dianggap Cukup. Posisi ini menunjukkan bahwa terdapat ruang perbaikan untuk mencapai kategori lebih tinggi di akhir tahun. Pegunungan Bintang dan Mamberamo Tengah Jadi Perhatian Kondisi berbeda terjadi pada KPU Pegunungan Bintang dan Mamberamo Tengah, yang masih berada di bawah angka 75% realisasi, menempatkan mereka dalam kategori Perlu Peningkatan. Khususnya Mamberamo Tengah, dengan realisasi sangat rendah di angka 23,3%. Hal ini disebabkan oleh rendahnya realisasi Hibah Pilkada 2024 yang tercatat dalam DIPA, yang secara signifikan memengaruhi keseluruhan persentase realisasi keuangan. Perlu Evaluasi Mendalam Kasubag Perencanaan, Data dan Informasi Provinsi Papua Pegunungan, Fadhillah Rizkiawaty Jamil menjelaskan bahwa: “Capaian di atas 80% menunjukkan kinerja yang solid dari masing-masing subbagian, terutama dalam koordinasi antar Bagian Perencanaan, Penganggaran, dan Keuangan. Namun, tetap dibutuhkan evaluasi mendalam untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang membuat sebagian daerah belum mencapai target hingga September 2025.”

Apa Itu Demokrasi dan Perkembangannya di Indonesia

Papua Pegunungan - Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan tertinggi kepada rakyat. Konsep ini pertama kali diterapkan di Yunani Kuno, khususnya di kota Athena pada abad ke-6 SM, ketika warga memiliki hak langsung dalam menentukan kebijakan negara. Sejak saat itu, prinsip demokrasi menjadi inspirasi bagi banyak bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Makna Demokrasi Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos berarti rakyat dan kratos berarti kekuasaan. Secara sederhana, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem ini, warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik, baik secara langsung maupun melalui wakil yang mereka pilih. Contoh nyata penerapan demokrasi adalah pemilihan umum (pemilu), di mana rakyat menentukan siapa yang berhak mewakili dan memimpin mereka. Pemerintah yang lahir dari kehendak rakyat berkewajiban menjalankan kekuasaan demi kesejahteraan masyarakat luas. Baca juga: Sura dan Sulu: Mengingat Kembali Maskot Resmi Pemilu 2024, Simbol Semangat Demokrasi Indonesia Ciri-Ciri Negara Demokrasi Pemerintahan yang menganut sistem demokrasi memiliki beberapa ciri utama, antara lain: Adanya keterlibatan rakyat dalam proses politik dan pengambilan keputusan. Persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara. Kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin oleh hukum. Adanya pemilihan umum yang bebas dan berkala untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem demokrasi, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Mengapa Indonesia Disebut Negara Demokrasi Indonesia disebut sebagai negara demokrasi karena seluruh proses pemerintahan dijalankan atas dasar kedaulatan rakyat. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia berhak menentukan nasibnya sendiri. Dalam praktiknya, kedaulatan rakyat diwujudkan melalui pemilihan umum anggota DPR, presiden, hingga kepala daerah. Selain itu, ciri demokrasi di Indonesia juga tampak dari adanya pembagian kekuasaan yang diatur konstitusi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta keberadaan lembaga perwakilan rakyat yang dipilih secara bebas dan transparan. Baca juga: Mengenang Bung Tomo: Pahlawan 3 Oktober, Inspirasi Demokrasi Empat Sistem Demokrasi yang Pernah Diterapkan di Indonesia Sejak kemerdekaan, Indonesia telah mengalami beberapa perubahan sistem demokrasi sesuai dengan kondisi politik dan sosial pada masanya. Berikut adalah empat periode utama: 1. Demokrasi Parlementer (1950–1959) Dikenal juga sebagai Demokrasi Liberal, masa ini ditandai dengan penggunaan UUD Sementara 1950. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen, bukan presiden. Namun, masa ini ditandai dengan seringnya pergantian kabinet akibat konflik politik antarfaksi. 2. Demokrasi Terpimpin (1959–1965) Dimulai setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, sistem ini berlandaskan pada prinsip musyawarah dan kekeluargaan sesuai UUD 1945. Soekarno menolak liberalisme dan menekankan pentingnya kepemimpinan terpusat yang dianggap sesuai dengan budaya Indonesia. 3. Demokrasi Pancasila pada Era Orde Baru (1966–1998) Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Demokrasi Pancasila dijalankan dengan tujuan menerapkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni. Namun, dalam praktiknya terjadi penyimpangan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta pembatasan kebebasan politik dan pers. Krisis ekonomi 1997 menjadi puncak runtuhnya Orde Baru. 4. Demokrasi Pancasila Era Reformasi (1998–sekarang) Setelah Soeharto lengser, BJ Habibie membawa perubahan besar dengan membuka kebebasan politik dan pers. Sistem multipartai kembali berlaku, dan pemilu dilaksanakan secara lebih terbuka dan demokratis.  Ciri khas demokrasi era reformasi antara lain rotasi kekuasaan yang damai, jaminan hak asasi manusia, serta partisipasi publik yang lebih luas. Demokrasi menjadi fondasi penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sistem ini memastikan bahwa kekuasaan tidak hanya berada di tangan segelintir orang, tetapi dijalankan berdasarkan kehendak rakyat. Seiring perkembangan zaman, demokrasi di Indonesia terus beradaptasi dengan tantangan baru, namun tetap berpegang pada semangat utama: kedaulatan rakyat demi keadilan dan kesejahteraan bersama. (GSP)

Deretan Film Bertema Pemilihan Kepala Daerah yang Penuh Intrik Politik

Papua Pegunungan - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu momen penting dalam dinamika politik di Indonesia. Pada masa ini, para calon pemimpin daerah bersaing untuk mendapatkan kepercayaan dan suara rakyat. Tak hanya di dunia nyata, tema tentang kontestasi politik sering diangkat dalam berbagai film, baik lokal maupun internasional. Melalui film-film tersebut, penonton bisa melihat sisi lain dari dunia politik — mulai dari strategi kampanye, pencitraan publik, hingga intrik yang terjadi di balik layar. Baca juga: 5 Rekomendasi Film Bertema Pemilu yang Sarat Makna Demokrasi Berikut Film yang Memiliki Tema Pilkada Berikut ini delapan film yang memiliki tema dan nuansa mirip dengan Pilkada, menggambarkan bagaimana politik bekerja dalam berbagai level pemerintahan dan kehidupan masyarakat. 1. The Candidate (2016) Film dokumenter ini menyajikan potret autentik tentang proses kampanye politik dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat. Walaupun konteksnya berbeda, film ini menampilkan dinamika yang juga relevan dengan Pilkada, seperti bagaimana kandidat membentuk citra diri, menarik simpati publik, hingga memengaruhi opini masyarakat. Penonton akan diajak memahami strategi komunikasi politik dan bagaimana setiap langkah kampanye bisa menentukan hasil akhir pemilihan. 2. The Ides of March (2011) Film garapan George Clooney ini menggambarkan kerasnya dunia politik saat masa kampanye presiden. Meski berlatar di Amerika, film ini memiliki kesamaan tema dengan Pilkada di Indonesia: perebutan kekuasaan, intrik antar tim, hingga dilema moral antara idealisme dan kepentingan politik. “The Ides of March” mengajak penonton menyelami bagaimana pengkhianatan dan strategi tersembunyi sering kali menjadi bagian dari perjalanan menuju kursi kekuasaan. 3. Madam Secretary (Serial TV, 2014–2019) Serial ini mengikuti perjalanan seorang diplomat perempuan yang kemudian menjadi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Walaupun tidak secara langsung membahas pemilihan kepala daerah, “Madam Secretary” memperlihatkan bagaimana strategi politik, negosiasi, dan citra publik dibentuk di balik layar pemerintahan. Banyak episodenya yang menggambarkan situasi mirip Pilkada, seperti persaingan politik dan pengaruh opini masyarakat terhadap karier seorang pemimpin. 4. Election (1999) Film bergenre komedi satir ini menyoroti pemilihan ketua OSIS di sebuah sekolah menengah, namun dengan bumbu politik yang sangat kental. “Election” menggambarkan bagaimana ambisi, pencitraan, dan manipulasi bisa muncul bahkan di lingkungan yang tampak sederhana. Dengan gaya ringan namun tajam, film ini memberikan gambaran bagaimana perebutan kekuasaan dan dinamika kampanye bisa mencerminkan realitas Pilkada dalam skala yang lebih kecil. 5. The Great Debaters (2007) Walau fokus utamanya pada dunia debat akademik, “The Great Debaters” menyoroti pentingnya kemampuan berbicara dan persuasi dalam meraih kepercayaan publik. Nilai-nilai yang ditonjolkan dalam film ini sangat relevan dengan dunia politik lokal: bagaimana calon pemimpin daerah harus mampu berargumen, menyampaikan visi, serta menginspirasi masyarakat. Film ini juga menekankan pentingnya pendidikan dan keberanian dalam memperjuangkan kebenaran. Baca juga: Jenderal Oerip Sumohardjo: Peletak Dasar Profesionalisme TNI dan Teladan Demokrasi Indonesia 6. Sang Kiai (2013) Film Indonesia ini mengisahkan perjuangan seorang tokoh agama yang menghadapi tekanan politik di masa penjajahan dan awal kemerdekaan. Meskipun bukan tentang Pilkada secara langsung, “Sang Kiai” menampilkan relasi antara kekuasaan, moralitas, dan keimanan dalam konteks sosial-politik. Film ini merefleksikan bagaimana nilai-nilai kepemimpinan, integritas, dan pengaruh agama sering kali menjadi faktor penting dalam politik daerah. 7. Berkas (2013) “Berkas” merupakan film yang secara eksplisit menggambarkan kehidupan politik lokal di Indonesia. Ceritanya mengikuti perjalanan seorang calon kepala daerah yang berjuang menghadapi tekanan, konflik internal, serta berbagai strategi kampanye demi mendapatkan dukungan rakyat. Film ini menunjukkan sisi realistis dari Pilkada—di mana politik bukan hanya soal visi, tetapi juga tentang strategi, komunikasi, dan kekuatan jaringan. 8. Tanda Tangan (2015) Film ini menceritakan seorang calon pemimpin daerah yang harus melewati berbagai rintangan untuk memenangkan Pilkada. “Tanda Tangan” menyoroti bagaimana perjuangan, integritas, serta intrik politik lokal membentuk perjalanan seorang calon pemimpin. Film ini menyajikan gambaran menarik tentang dinamika sosial dan moral yang menyertai proses pemilihan di tingkat daerah. Meskipun tidak semuanya secara langsung menyoroti Pilkada, kedelapan film ini memberikan sudut pandang yang beragam tentang politik, strategi kampanye, dan perjuangan dalam meraih kekuasaan. Bagi penonton yang tertarik memahami bagaimana politik bekerja, baik di sekolah, pemerintahan, maupun masyarakat, film-film ini bisa menjadi refleksi menarik dari realitas Pilkada di dunia nyata.

Jenderal Oerip Sumohardjo: Peletak Dasar Profesionalisme TNI dan Teladan Demokrasi Indonesia

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sosok Jenderal Oerip Sumohardjo. Sebagai tokoh perintis militer nasional, Oerip berperan penting dalam membangun fondasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan menunjukkan bahwa disiplin militer dapat berjalan seiring dengan semangat demokrasi. Pembentukan TKR: Awal Lahirnya TNI Sejarah mencatat bahwa pada 5 Oktober 1945, pemerintah membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Oerip memegang peran vital dalam menyatukan berbagai pasukan rakyat dan laskar daerah ke dalam satu komando. Tugas ini tidak mudah, sebab pasukan rakyat memiliki latar belakang berbeda-beda. Namun dengan kepemimpinan disiplin dan pandangan strategis, Oerip berhasil menanamkan profesionalisme yang menjadi dasar kekuatan TNI hingga saat ini. Warisan ini membuktikan bahwa perjuangan mempertahankan kedaulatan membutuhkan organisasi militer yang solid, sah, dan terikat aturan. Pemilihan Panglima TKR dan Semangat Demokrasi Puncak perjalanan Oerip terlihat ketika rapat pemilihan Panglima TKR pada 12 November 1945. Dalam sidang tersebut, Kolonel Soedirman terpilih sebagai Panglima Besar, sedangkan Oerip tetap menjabat Kepala Staf Umum. Sikap negarawan Oerip yang menerima hasil pemilihan menunjukkan penghormatan terhadap keputusan bersama dan semangat demokrasi. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa kepemimpinan dalam republik tidak ditentukan oleh ambisi pribadi, melainkan melalui mekanisme kolektif yang menghargai suara mayoritas. Dari sinilah kita belajar bahwa demokrasi dan disiplin militer dapat berjalan beriringan demi kepentingan bangsa. Baca juga: Mengupas Perjalanan Karier Sekjen KPU RI, Bernad Dermawan Sutrisno: Dedikasi Luar Biasa untuk Demokrasi Indonesia Warisan Kepemimpinan dan Nilai Demokrasi Jenderal Oerip Sumohardjo wafat pada 17 November 1948, dan dianugerahi gelar Jenderal TNI Anumerta atas jasa-jasanya. Ia dikenang sebagai “Bapak Staf Umum TNI” sekaligus teladan dalam menjaga profesionalisme, integritas, dan loyalitas kepada negara. Warisan kepemimpinannya bukan hanya untuk TNI, tetapi juga untuk sistem demokrasi Indonesia. Sebagaimana TNI menjaga kedaulatan, demokrasi memastikan bahwa kedaulatan tersebut tetap berada di tangan rakyat. Sinergi keduanya menjadi fondasi penting bagi perjalanan Republik Indonesia hingga hari ini.  (Pram) Wikipedia - Oerip Soemohardjo Jurnal UNY - Sejarah TKR dan Awal TNI RRI - Mengenal Sosok Oerip Soemohardjo Perpustakaan Nasional RI - Arsip Sejarah TNI

Mengupas Perjalanan Karier Sekjen KPU RI, Bernad Dermawan Sutrisno: Dedikasi Luar Biasa untuk Demokrasi Indonesia

Dalam perjalanan panjang penyelenggaraan demokrasi di Indonesia, nama Bernad Dermawan Sutrisno menjadi salah satu sosok penting di balik layar yang memastikan tegaknya integritas pemilu. Kiprahnya melintasi tiga lembaga utama penyelenggara demokrasi — Bawaslu, DKPP, dan kini KPU RI — menandai dedikasi yang konsisten terhadap tata kelola kepemiluan yang profesional dan berintegritas. Sebagai bagian dari generasi birokrat yang tumbuh di era reformasi, Bernad bukan hanya memahami sistem pemilu secara teknis, tetapi juga menempatkan nilai-nilai etika, transparansi, dan keadilan sebagai fondasi utama demokrasi. Dalam setiap peran yang diemban, ia menunjukkan komitmen kuat untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Hari ini, 5 Oktober 2025, menjadi momen istimewa bagi Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (Sekjen KPU RI), Drs. Bernad Dermawan Sutrisno, MSi, yang genap berusia 51 tahun. Perjalanan panjangnya sejak masa pendidikan hingga menduduki jabatan strategis di KPU RI merefleksikan dedikasi penuh terhadap demokrasi dan tata kelola pemerintahan di Indonesia. Profil dan Latar Belakang Bernad, sapaan akrabnya, adalah Pria kelahiran Gorontalo, 5 Oktober 1974 ini merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Masa kecil hingga remaja ia habiskan di Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, tempat ia menempuh pendidikan dasar hingga menengah. Latar belakang ini turut membentuk karakter kepemimpinan dan komitmen yang ia bawa dalam kiprah profesionalnya. Pendidikan Tinggi dan Penelitian Bernad memulai pendidikan formal tingkat tinggi di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN/IPDN), lulus D-3 pada tahun 1995. Ia kemudian melanjutkan ke jenjang S-1 Ilmu Politik di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) yang kini menjadi IPDN (2000), serta melanjutkan pendidikan S-2 Ilmu Politik di Universitas Indonesia (2004). Selain menempuh pendidikan formal, Bernad juga aktif di dunia penelitian. Sejak era reformasi, ia berkontribusi sebagai peneliti di berbagai lembaga bergengsi, di antaranya: The Habibie Center (1999–2001)  Yayasan API (2000–2002)  Pusat Kajian Etika Politik dan Pemerintahan (PUSKAP) (2003–2006) Aktualisasi pemikirannya juga ia tuangkan melalui berbagai buku dan opini di media nasional, di antaranya: Buku Panduan Parlemen Indonesia (2000) Buku Konflik Politik di KPU dalam Pemilu 1999 (2002) Buku Membangun Manusia Indonesia (2004) Buku Masa Depan di Timur (2004) Buku Potret Dinamika Kekuatan Politik Indonesia Pasca Reformasi (2004) Opini di Harian Kompas, Sindo, dan Fajar Makassar (1999–2004). Jejak Karier dan Jabatan Perjalanan karier Bernad dimulai sebagai pegawai Pemda Kabupaten Pinrang (1995–1998). Setelah menempuh studi lanjut, ia dipercaya menduduki sejumlah posisi penting di pemerintahan, di antaranya di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri, serta lembaga penyelenggara pemilu seperti Bawaslu dan DKPP. Di Bawaslu, ia pernah menjabat sebagai Kabag Tata Laksana dan Karo Teknis. Sementara di DKPP, ia mengemban amanah sebagai Karo Administrasi hingga menjadi Sekretaris DKPP. Puncak kariernya tiba saat ia resmi dilantik sebagai Sekretaris Jenderal KPU RI pada 6 Januari 2021, berdasarkan Keputusan Presiden No. 201/TPA Tahun 2020. Sebagai Sekjen, ia memimpin jajaran Sekretariat Jenderal KPU yang menjadi unsur pendukung utama dalam pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban KPU di seluruh tingkatan. Prestasi dan Penghargaan Dedikasi Bernad mendapatkan apresiasi melalui sejumlah penghargaan, di antaranya: Satyalancana Karya Satya X Tahun (2005) Satyalancana Karya Satya XX Tahun (2015) Penghargaan Peserta Diklatpim Tingkat II (2016) Dedikasi untuk Demokrasi Kini, dalam kapasitasnya sebagai Sekjen KPU RI, Bernad Dermawan Sutrisno berperan strategis memastikan jalannya sistem pemilu yang transparan, akuntabel, dan demokratis. Kepemimpinannya menjadi pilar penting dalam mendukung integritas lembaga KPU, baik di tingkat pusat maupun daerah. Momentum ulang tahunnya ke-51 ini menjadi pengingat atas perjalanan panjang dedikasi seorang birokrat, peneliti, dan pemikir politik yang konsisten mengabdi untuk demokrasi Indonesia. Baca juga: 5 Rekomendasi Film Bertema Pemilu yang Sarat Makna Demokrasi