Artikel

Aturan Jam Kerja ASN 2025: Fleksibel tapi Tetap Produktif

Wamena - Tahun 2025 membawa banyak perubahan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah penerapan jam kerja fleksibel dan penegasan kembali hak-hak ASN, termasuk cuti PPPK. Berikut ini kita akan membahas aturan jam kerja ASN 2025 terbaru. Baca juga: Cuti PPPK: Jenis, Syarat, dan Aturan Terbaru yang Perlu Kamu Tahu Jam Kerja ASN 2025: 37,5 Jam per Minggu Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 21 Tahun 2023 tentang Hari dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan PermenPANRB No. 4 Tahun 2025, jam kerja ASN ditetapkan 37 jam 30 menit per minggu di luar jam istirahat. Jam kerja ini berlaku Senin sampai Jumat, dimulai sekitar pukul 07.30–08.00 waktu setempat, dengan durasi istirahat 60 menit (Senin–Kamis) dan 90 menit (Jumat). Selama bulan Ramadan, jam kerja dikurangi menjadi 32 jam 30 menit per minggu, dimulai pukul 08.00, dengan istirahat 30 menit di hari kerja biasa dan 60 menit di hari Jumat. Skema Kerja Fleksibel: WFA, FWA, dan Pemadatan Hari Kerja Kebijakan baru juga memberi ruang bagi ASN, termasuk PPPK, untuk bekerja dengan sistem Flexible Working Arrangement (FWA) atau bahkan Work from Anywhere (WFA). Menurut Kepala BKN Zudan Arif Fakrulloh, skema ini bertujuan menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan produktivitas layanan publik. Dalam praktiknya, ASN bisa bekerja 2 hari WFA dan 3 hari Work from Office (WFO), tergantung keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Selain itu, instansi bisa menerapkan pemadatan hari kerja — misalnya, menyelesaikan total jam kerja mingguan dalam waktu kurang dari lima hari, sehingga pegawai bisa mendapat satu hari libur tambahan. Baca juga: Perbedaan PNS dan PPPK: Status, Gaji, Tunjangan, dan Hak Kepegawaian Lengkap Hak Cuti PPPK Tetap Dijamin Selain pengaturan jam kerja, hak cuti bagi PPPK tetap diatur sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Dalam aturan tersebut, PPPK berhak atas beberapa jenis cuti, di antaranya: Cuti Tahunan – Diberikan setelah bekerja minimal 1 tahun, sebanyak 12 hari kerja per tahun. Cuti Sakit – Diberikan berdasarkan surat keterangan dokter, dengan durasi sesuai kebutuhan pemulihan. Cuti Melahirkan – Selama 3 bulan, untuk PPPK perempuan yang akan melahirkan. Cuti Besar dan Cuti Alasan Penting – Dapat diberikan atas pertimbangan khusus pimpinan instansi. Cuti PPPK bersifat berbayar selama memenuhi ketentuan dan disetujui oleh pejabat berwenang. Namun, pelaksanaannya tetap memperhatikan kebutuhan organisasi agar pelayanan publik tetap berjalan optimal. Pertimbangan Selama Mengambil Cuti Meski hak cuti dijamin, PPPK perlu memperhatikan aturan pelaporan dan persetujuan sebelum cuti. Dalam instansi yang menerapkan fleksibilitas kerja, pengajuan cuti bisa dilakukan secara digital melalui sistem informasi kepegawaian. Selain itu, PPPK juga diharapkan menjaga keseimbangan agar penggunaan cuti tidak mengganggu target kinerja atau pelaksanaan tugas kedinasan. Kombinasi antara jam kerja fleksibel, sistem digitalisasi absensi, dan pengaturan cuti yang lebih manusiawi menunjukkan arah baru birokrasi Indonesia: lebih adaptif, tetapi tetap profesional. Dengan penerapan kebijakan ini, ASN dan PPPK diharapkan bisa bekerja lebih produktif, lebih seimbang, dan lebih bahagia tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik. (GSP) Baca juga: Gaji PPPK Paruh Waktu 2025: Skema, Tunjangan, dan Perbedaannya dengan PPPK Penuh Waktu Sumber Hukum: Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari dan Jam Kerja Instansi Pemerintah Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan ASN Secara Fleksibel Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Sumber Berita: Badan Kepegawaian Negara (BKN), pernyataan Kepala BKN Zudan Arif Fakrulloh, 12 Februari 2025 Kementerian PANRB, Siaran Pers “Penetapan Hari dan Jam Kerja ASN 2025”, April 2025

Cuti PPPK: Jenis, Syarat, dan Aturan Terbaru yang Perlu Kamu Tahu

Elelim - Bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), memahami hak cuti adalah hal penting agar tidak salah langkah dalam mengajukan izin libur. Meskipun statusnya berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS), PPPK tetap memiliki hak cuti yang diatur secara resmi oleh pemerintah. Yuk, simak aturan lengkapnya biar nggak bingung lagi soal cuti! Apa Itu Cuti PPPK? Cuti PPPK adalah hak waktu istirahat yang diberikan kepada pegawai pemerintah dengan status perjanjian kerja, sesuai ketentuan masa kerja dan kebutuhan pribadi atau keluarga. Dasar hukumnya diatur dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Cuti bagi PPPK. Regulasi ini memastikan bahwa PPPK juga berhak atas waktu istirahat dan perlindungan kerja yang sama seperti ASN lainnya. Baca juga: Perbedaan PNS dan PPPK: Status, Gaji, Tunjangan, dan Hak Kepegawaian Lengkap Jenis-Jenis Cuti PPPK Berdasarkan aturan terbaru, PPPK memiliki empat jenis cuti utama yang diakui pemerintah: 1. Cuti Tahunan Hak ini diberikan kepada PPPK yang telah bekerja minimal 1 tahun secara terus-menerus. Durasi cuti tahunan adalah 12 hari kerja per tahun. Kalau kamu bekerja di daerah terpencil atau lokasi sulit dijangkau, jatah cuti bisa ditambah maksimal 6 hari kerja. Menariknya, cuti tahunan juga bisa diakumulasikan jika belum digunakan. Masa kerja di atas 2 tahun → bisa diakumulasikan jadi 18 hari kerja. Masa kerja di atas 3 tahun → bisa diakumulasikan jadi 24 hari kerja. Namun, untuk PPPK guru, libur semester dianggap sebagai cuti tahunan, sehingga tidak mendapatkan cuti tambahan. 2. Cuti Sakit Kalau kamu sakit, kamu berhak mengajukan cuti maksimal 1 bulan, dengan melampirkan surat keterangan dokter. Cuti ini bisa diperpanjang bila kondisi kesehatan belum membaik, tapi perlu diingat: cuti sakit lebih dari satu bulan bisa berakibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Apakah bisa di-PHK karena cuti sakit lama? Nah, ini yang sering bikin khawatir. Faktanya, PHK akibat cuti sakit tidak dilakukan secara otomatis. Ada beberapa tahapan dan pertimbangan yang dilakukan oleh instansi: Evaluasi Medis Resmi Jika cuti sakit sudah berlangsung lebih dari 1 bulan, instansi wajib meminta hasil pemeriksaan medis dari tim dokter pemerintah atau dokter yang ditunjuk oleh instansi untuk memastikan kondisi kesehatan pegawai. Penilaian Kemampuan untuk Bekerja Bila hasil pemeriksaan menyatakan pegawai belum mampu bekerja dalam waktu lama (lebih dari 3 bulan berturut-turut), instansi akan menilai apakah tugasnya bisa ditunda atau dialihkan sementara. PHK baru bisa dilakukan jika tidak ada kemungkinan pemulihan dalam waktu wajar, dan harus berdasarkan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), bukan sepihak. Pertimbangan Kemanusiaan dan Administratif Dalam banyak kasus, pegawai diberikan kesempatan perpanjangan cuti tanpa kehilangan hak kontrak, terutama jika ada bukti medis kuat bahwa pegawai masih menjalani pengobatan aktif. Jadi, PHK akibat cuti sakit hanya terjadi jika pegawai benar-benar tidak mampu lagi melaksanakan tugas setelah evaluasi resmi dan proses administratif yang panjang. Selama masih ada bukti pemulihan dan komunikasi aktif dengan instansi, status kerja biasanya tetap dipertahankan.  Selain itu, tunjangan kinerja bisa dikurangi jika cuti sakit melebihi tiga hari. Baca juga: Aturan Mutasi bagi PPPK 2025, Penjelasan Lengkap 3. Cuti Melahirkan Cuti melahirkan diberikan kepada pegawai perempuan untuk anak pertama, kedua, dan ketiga, dengan durasi maksimal 3 bulan. Hak ini bisa digunakan meski masa kerja belum genap setahun. 4. Cuti Bersama Cuti bersama untuk PPPK mengikuti ketentuan nasional yang ditetapkan pemerintah, seperti libur lebaran atau hari besar keagamaan lainnya. Menariknya, cuti bersama tidak mengurangi hak cuti tahunan PPPK. Cuti Sebelum Setahun Kerja, Boleh Nggak? Banyak yang mengira PPPK baru bisa cuti setelah masa kerja genap satu tahun. Faktanya, menurut Peraturan BKN No. 7 Tahun 2022, ada pengecualian untuk kondisi darurat atau kemanusiaan. PPPK bisa mengambil cuti meski belum genap setahun kerja dalam situasi berikut: Orang tua, suami/istri, anak, atau mertua sakit keras (dengan surat rawat inap dari rumah sakit). Salah satu anggota keluarga inti meninggal dunia. Pegawai akan menikah untuk pertama kalinya. Aturan ini dianggap sebagai bentuk perlindungan hak dasar bagi pegawai non-PNS agar tetap bisa menjalankan kewajiban keluarga tanpa kehilangan hak kerja. Cara Mengajukan Cuti PPPK Agar pengajuan cuti kamu lancar, berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan: Isi formulir resmi di bagian kepegawaian instansi. Lampirkan dokumen pendukung, seperti surat dokter, akta kematian, atau undangan pernikahan. Koordinasikan dengan atasan langsung agar tidak mengganggu pekerjaan tim. Ajukan cuti minimal 3 hari kerja sebelum tanggal cuti dimulai. Biasanya, proses verifikasi dan persetujuan cuti membutuhkan waktu 3–5 hari kerja, tergantung kebijakan internal instansi. Sejak rekrutmen besar-besaran PPPK dimulai pada 2021 hingga 2024, jumlah ASN berstatus kontrak meningkat tajam di berbagai sektor — terutama pendidikan, kesehatan, dan administrasi daerah. Baca juga: Apakah PPPK Bisa Diangkat Jadi PNS? Ini Penjelasan Lengkap Sesuai Aturan Terbaru Karena itu, aturan cuti PPPK menjadi penting untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kesejahteraan kerja. Pemerintah juga menegaskan bahwa cuti adalah hak, bukan hadiah, selama dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Cuti PPPK adalah hak dasar yang dijamin negara dan diatur melalui Peraturan BKN Nomor 7 Tahun 2022. Dengan memahami jenis, syarat, dan prosedur cutinya, kamu bisa menggunakan hak cuti tanpa khawatir kehilangan tunjangan atau status kerja. Jadi, jangan asal libur tanpa izin — tapi juga jangan takut menggunakan hak cuti yang sah! (GSP) Sumber Hukum: Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Cuti bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Sumber Berita: “Jangan Asal Libur! Ini Ketentuan Cuti PPPK Sesuai Aturan BKN” – [BKN.go.id / TVR Parlemen, 2025] “Cuti PPPK: Jenis dan Ketentuannya” – [GlobalSulteng.com, 2025]

Tunjangan Kinerja (Tukin) PNS 2025: Rincian dan Dasar Hukum

Dekai - Dalam upaya memperkuat reformasi birokrasi, Pemerintah menghadirkan kebijakan Tunjangan Kinerja (Tukin) 2025 yang lebih terstruktur dan bernuansa meritokrasi. Dengan pijakan hukum Perpres No. 19/2025, sistem 17 kelas jabatan ini dirancang untuk mencerminkan secara lebih nyata perbedaan beban kerja, tanggung jawab, dan prestasi. Namun, pertanyaannya, sudah siapkah seluruh instansi pemerintah menjalankan sistem penilaian yang menjadi kunci keadilan kebijakan ini? Apa Itu Tunjangan Kinerja (Tukin)? Tunjangan Kinerja, sering disebut tukin, adalah komponen penghasilan tambahan yang diberikan kepada pegawai negeri sipil (PNS) atau ASN atas capaian kinerja, beban jabatan, dan tanggung jawab yang diemban. Tukin bertujuan untuk mendorong profesionalisme, produktivitas, dan kualitas pelayanan publik. Dalam beberapa instansi, tukin juga berlaku bagi pegawai non-ASN tertentu yang diangkat berdasarkan persetujuan menteri. Baca juga: Perbedaan PNS dan PPPK: Status, Gaji, Tunjangan, dan Hak Kepegawaian Lengkap Dasar Hukum dan Kebijakan Terkini 2025 Kebijakan terbaru terkait tukin tahun 2025 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025, yang menetapkan 17 kelas jabatan untuk tukin dengan rentang nominal dari kelas 1 hingga kelas 17. Skema klasifikasi kelas jabatan ini menggantikan atau memperbarui ketentuan sebelumnya yang diterapkan di beberapa instansi dengan regulasi masing-masing. Rincian Kelas Jabatan dan Nominal Tukin 2025 Berikut adalah rincian lengkap besaran Tunjangan Kinerja (Tukin) PNS/ASN untuk tahun 2025 berdasarkan kelas jabatan 1-17 di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (sesuai Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025). Kelas Jabatan Besaran Tukin Per Bulan 1 Rp 2.531.250 2 Rp 2.708.250 3 Rp 2.898.000 4 Rp 2.985.000 5 Rp 3.134.250 6 Rp 3.510.400 7 Rp 3.915.950 8 Rp 4.595.150 9 Rp 5.079.200 10 Rp 5.979.200 11 Rp 8.757.600 12 Rp 9.896.000 13 Rp 10.936.000 14 Rp 17.064.000 15 Rp 19.280.000 16 Rp 27.577.500 17 Rp 33.240.000 Contoh konkret (instansi pusat) menunjukkan bahwa di instansi seperti Direktorat Jenderal Pajak atau Badan Kepegawaian Negara tukin untuk kelas tertinggi bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa tukin bukan hanya soal nominal dasar, tetapi juga beban jabatan, kinerja, dan prestige instansi. Baca juga: Kenaikan Gaji PNS 2025: Fakta, Dasar Hukum, dan Jadwal Pencairan Siapa yang Berhak dan Bagaimana Mekanismenya? Tukin berlaku untuk PNS serta PPPK atau pegawai non-ASN tertentu sesuai persetujuan instansi. Besaran tukin disesuaikan berdasarkan kelas jabatan yang berlaku dalam instansi, dan mekanisme pembayaran dilakukan setelah peraturan menteri terkait diterbitkan. Jika seorang ASN juga menerima tunjangan profesi yang lebih besar dari tukin, maka tunjangan profesi tersebut yang berlaku—artinya tukin akan disesuaikan agar tidak terjadi duplikasi pembayaran. Walau tukin merupakan komponen tambahan yang cukup besar, tetapi gaji pokok dan tunjangan lain tetap berlaku. Dalam beberapa instansi, terdapat pembahasan mengenai rencana kenaikan gaji pokok PNS tahun 2025 (misalnya wacana kenaikan hingga 16 %), tetapi hingga saat ini belum ada keputusan resmi. Meskipun demikian, tukin tetap menjadi elemen penting penghasilan ASN aktif. Dampak dan Implikasi Kebijakan Tukin 2025 Motivasi kerja meningkat: Dengan adanya nominal tukin yang signifikan, ASN diharapkan lebih termotivasi untuk bekerja produktif dan memberikan pelayanan berkualitas. Tekanan pada instansi: Instansi pemerintah perlu memastikan sistem penilaian kinerja dan struktur jabatan jelas agar tukin dapat diterapkan dengan adil dan transparan. Kewaspadaan terhadap disparitas: Perbedaan besar antara kelas jabatan terendah dan tertinggi menyiratkan tantangan pemerataan ASN terutama di daerah, sehingga kebijakan distribusi harus diperhatikan. Kebijakan tunjangan kinerja tahun 2025 menjanjikan peningkatan penghargaan yang lebih nyata bagi ASN yang bekerja dengan baik. Meskipun masih banyak detail teknis yang akan diatur lewat regulasi menteri, para PNS dan instansi perlu memahami bahwa tukin bukan hanya soal nominal besar, tapi juga soal kinerja, jabatan, dan peran instansi. Bagi instansi daerah maupun pusat, kesiapan menerapkan sistem ini secara adil dan transparan akan menjadi kunci keberhasilan. (GSP) Sumber Hukum: Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025 tentang Penetapan Tunjangan Kinerja ASN. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2024 tentang Gaji Pokok PNS.

Perbedaan PNS dan PPPK: Status, Gaji, Tunjangan, dan Hak Kepegawaian Lengkap

Wamena - Pemerintah Indonesia kembali membuka rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024 dengan total formasi lebih dari 250 ribu posisi di instansi pusat dan daerah. Keduanya sama-sama termasuk dalam rumpun Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, namun memiliki sejumlah perbedaan mendasar dalam status, hak, gaji, hingga sistem kepegawaiannya. Baca juga: Kenaikan Gaji PNS 2025: Fakta, Dasar Hukum, dan Jadwal Pencairan 1. Status Kepegawaian PNS dan PPPK Menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 2014, ASN terdiri dari dua jenis pegawai, yakni: Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk menduduki jabatan pemerintahan. PPPK, yaitu warga negara Indonesia yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Artinya, PNS berstatus tetap, sedangkan PPPK berstatus kontrak dengan masa kerja minimal 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan instansi serta penilaian kinerja. 2. Manajemen dan Karier ASN Perbedaan sistem manajemen diatur dalam: PP No. 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. PNS PNS memiliki jenjang pangkat, jabatan, promosi, dan mutasi yang dapat berkembang sepanjang masa kerja. PNS juga bisa menduduki jabatan struktural dan fungsional. PPPK PPPK hanya dapat menduduki jabatan fungsional dan jabatan pimpinan tinggi tertentu seperti kepala dinas, kecuali pada jabatan pimpinan tinggi tertentu, memberikan fokus pada peran teknis dan operasional, tanpa jenjang kepangkatan dan promosi karier seperti PNS. Hal ini dikarenakan sifat hubungan kerja PPPK yang berbasis kontrak waktu tertentu. 3. Gaji PNS dan PPPK Gaji PNS Besaran gaji pokok PNS diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan Kesembilan Belas atas PP Nomor 7 Tahun 1977. Kenaikan gaji tahun 2024 menyesuaikan dengan kebijakan reformasi birokrasi dan inflasi. Contoh gaji pokok PNS 2024: Golongan Ia: Rp 1.685.700 – Rp 2.522.600 Golongan IIId: Rp 3.154.400 – Rp 5.180.700 Golongan IVe: Rp 3.880.400 – Rp 6.373.200 Gaji PPPK Sementara, gaji PPPK diatur dalam Perpres Nomor 11 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Contoh gaji PPPK 2024: Golongan I: Rp 1.938.500 – Rp 2.900.900 Golongan VIII: Rp 2.979.700 – Rp 4.744.400 Golongan XVII: Rp 4.462.500 – Rp 7.329.000 Perbedaan pokoknya terletak pada sumber dan bentuk hak pensiun (yang dimiliki PNS namun belum dimiliki PPPK secara penuh). Baca juga: Aturan Mutasi PNS: Jenis, Syarat, dan Tata Cara Pengajuan Pindah 4. Tunjangan PNS dan PPPK Tunjangan PNS Mengacu pada beberapa regulasi seperti: Perpres No. 12 Tahun 2006 tentang Tunjangan Umum, PP No. 7 Tahun 1977 tentang Tunjangan Keluarga dan Anak, PMK No. 39 Tahun 2024 tentang Tunjangan Makan, serta Perpres No. 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan. PNS berhak atas berbagai tunjangan berikut: Tunjangan keluarga (suami/istri dan anak), Tunjangan pangan, Tunjangan jabatan struktural atau fungsional, Tunjangan kinerja (tukin), Tunjangan kemahalan (di daerah tertentu), Tunjangan profesi (guru, dosen, tenaga medis, dsb). Tunjangan PPPK PPPK juga memperoleh tunjangan yang besarnya disesuaikan dengan PNS pada instansi yang sama, meliputi: Tunjangan keluarga, Tunjangan pangan, Tunjangan jabatan struktural/fungsional, dan Tunjangan lainnya sesuai peraturan instansi. Namun PPPK tidak memperoleh tunjangan kinerja (tukin) dan jaminan pensiun sebagaimana PNS. 5. Hak dan Kewajiban ASN Hak PNS Mengacu pada Pasal 21 UU No. 5 Tahun 2014, PNS berhak atas: Gaji, tunjangan, dan fasilitas, Hak cuti, Jaminan pensiun dan hari tua, Perlindungan hukum dan sosial, Pengembangan kompetensi berkelanjutan (minimal 20 jam pelajaran per tahun). Hak PPPK Sesuai Pasal 22 UU ASN dan PP 49 Tahun 2018, PPPK berhak atas: Gaji dan tunjangan, Hak cuti (tahunan, sakit, melahirkan), Perlindungan (kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, dan bantuan hukum), Pengembangan kompetensi (maksimal 24 jam pelajaran per tahun masa kontrak). Belum termasuk jaminan pensiun dan hari tua, karena masih dalam pembahasan lintas kementerian. 6. Proses Rekrutmen dan Batas Usia PNS Seleksi meliputi: Administrasi, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD: TWK, TIU, TKP), Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Usia minimal 18 tahun, maksimal 35 tahun (PP No. 11 Tahun 2017 Pasal 23). PPPK Seleksi meliputi: Administrasi, Seleksi Kompetensi (manajerial, teknis, sosial kultural). Usia minimal 20 tahun, maksimal 1 tahun sebelum batas usia jabatan yang dilamar (PP 49/2018 Pasal 16). Baca juga: Informasi Lengkap Seleksi CPNS 2026: Jadwal, Formasi, dan Persyaratan Resmi 7. Masa Kerja dan Pensiun PNS Masa kerja hingga usia pensiun, yakni: 58 tahun (Pejabat Administrasi), 60 tahun (Pejabat Pimpinan Tinggi), 65 tahun (Pejabat Fungsional Ahli Utama), 70 tahun (Profesor dan peneliti utama). (PP No. 17 Tahun 2020 Pasal 349). PPPK Masa kerja sesuai kontrak (1–5 tahun) dan dapat diperpanjang. Usia pensiun mengikuti UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, yaitu: 60 tahun untuk pejabat pimpinan tinggi, 58 tahun untuk pejabat pelaksana. Sama-sama ASN, Tapi Berbeda Status dan Hak Baik PNS maupun PPPK merupakan bagian integral dari ASN yang berperan menjalankan tugas pemerintahan dan pelayanan publik. Namun, PNS bersifat tetap dengan jaminan karier dan pensiun, sedangkan PPPK bersifat kontrak dengan fleksibilitas kerja dan tanpa hak pensiun tetap. Meski berbeda, keduanya memiliki hak cuti, tunjangan, perlindungan sosial, dan peluang pengembangan kompetensi yang relatif seimbang. (GSP) Sumber Hukum dan Referensi: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2024 tentang Gaji PNS. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2024 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006 tentang Tunjangan Umum. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2024 tentang Tunjangan Makan. Sumber berita: Kementerian PANRB (2024) Badan Kepegawaian Negara (BKN) Kompas.com, Detik.com, CNBC Indonesia, dan CNN Indonesia (2024–2025).

Kenaikan Gaji PNS 2025: Fakta, Dasar Hukum, dan Jadwal Pencairan

Wamena - Belakangan ini, isu mengenai kemungkinan kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) kembali ramai dibicarakan di berbagai media daring dan media sosial. Sejumlah kabar menyebutkan bahwa penyesuaian gaji pokok (gapok) akan mulai berlaku pada November 2025. Namun, benarkah informasi tersebut? Hingga awal November 2025, pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait adanya perubahan atau kenaikan gaji pokok bagi PNS. Artinya, rumor yang beredar masih bersifat spekulatif dan belum didukung oleh kebijakan baru yang sah. Saat ini, struktur gaji pokok PNS masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2024, yang telah ditetapkan sejak awal tahun lalu. Selama belum ada regulasi baru diterbitkan, ketentuan dalam PP tersebut tetap menjadi dasar penghitungan gaji pokok seluruh ASN di Indonesia. Sebelumnya diberitakan pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan kenaikan gaji bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk PNS, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), anggota TNI/Polri, serta pejabat negara lainnya melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025. Baca juga: Aturan Mutasi PNS: Jenis, Syarat, dan Tata Cara Pengajuan Pindah Fakta dan Dasar Hukum Meski kabar kenaikan gaji PNS ramai diperbincangkan, belum ada keputusan resmi dari pemerintah mengenai penyesuaian gaji pokok di tahun 2025. Segala informasi yang beredar sejauh ini lebih bersifat opini dan prediksi tanpa dasar kebijakan baru. Selama belum ada peraturan pengganti, PP Nomor 5 Tahun 2024 tetap berlaku sebagai pedoman utama dalam sistem penggajian PNS di Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terus menjadi sumber informasi resmi terkait kebijakan ASN. Oleh karena itu, PNS dan calon PNS diimbau untuk selalu memantau pengumuman resmi dari instansi pemerintah, agar tidak mudah terpengaruh oleh isu atau kabar yang belum terverifikasi. Rincian Gaji Pokok PNS Berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2024 Per September 2025, besaran gaji pokok PNS masih berpedoman pada PP Nomor 5 Tahun 2024. Berikut kisaran gaji pokok berdasarkan golongan dan masa kerja: Golongan I IA: Rp 1.685.700 – Rp 2.522.600 IB: Rp 1.840.800 – Rp 2.670.700 IC: Rp 1.918.700 – Rp 2.783.700 ID: Rp 1.999.900 – Rp 2.901.400 Golongan II IIA: Rp 2.184.000 – Rp 3.633.400 IIB: Rp 2.385.000 – Rp 3.797.500 IIC: Rp 2.485.900 – Rp 3.958.200 IID: Rp 2.591.000 – Rp 4.125.600 Golongan III IIIA: Rp 2.785.700 – Rp 4.575.200 IIIB: Rp 2.903.600 – Rp 4.768.800 IIIC: Rp 3.026.400 – Rp 4.970.500 IIID: Rp 3.154.400 – Rp 5.180.700 Golongan IV IVA: Rp 3.287.800 – Rp 5.399.900 IVB: Rp 3.426.900 – Rp 5.628.300 IVC: Rp 3.571.900 – Rp 5.866.400 IVD: Rp 3.723.000 – Rp 6.114.500 IVE: Rp 3.880.400 – Rp 6.373.200 Baca juga: Informasi Lengkap Seleksi CPNS 2026: Jadwal, Formasi, dan Persyaratan Resmi Rumor kenaikan gaji PNS pada November 2025 hingga kini belum terbukti benar. Pemerintah belum merilis regulasi baru, dan PP Nomor 5 Tahun 2024 masih menjadi acuan yang berlaku. Jadwal Gaji Pensiunan PNS 2025 Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) baru untuk menyesuaikan gaji pensiunan agar selaras dengan kenaikan gaji ASN aktif. Kebijakan ini rencananya akan diberlakukan setelah PP disahkan oleh Presiden, dengan pencairan rapel gaji pensiunan mulai akhir November hingga awal Desember 2025. Rapel tersebut akan mencakup periode Januari–November 2025, dan pembayarannya akan dilakukan melalui PT Taspen. PT Taspen memastikan dana sudah siap disalurkan begitu PP disahkan. Namun, lembaga tersebut juga mengingatkan agar pensiunan tidak mempercayai kabar palsu yang beredar di media sosial sebelum ada pengumuman resmi dari Taspen dan Kemenkeu. Sementara itu, pihak Taspen menegaskan melalui media sosial resminya bahwa belum ada regulasi resmi terkait kenaikan gaji pensiunan, hingga PP baru tersebut benar-benar diterbitkan. Baca juga: Apakah PPPK Bisa Diangkat Jadi PNS? Ini Penjelasan Lengkap Sesuai Aturan Terbaru Menteri Keuangan menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk penghargaan terhadap dedikasi ASN dan PNS sebagai garda terdepan pelayanan publik. Sumber Hukum dan Referensi Berita: Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 tentang pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2024 adalah tentang perubahan kesembilan belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2024 tentang Gaji dan Tunjangan Pensiunan PNS. Kementerian Keuangan RI, Konferensi Pers Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa (Jakarta, Oktober 2025). Sumber berita: Amikom.co.id, TVR Parlemen, Kompas.com, dan PT Taspen (akun resmi @taspen).

Aturan Mutasi PNS: Jenis, Syarat, dan Tata Cara Pengajuan Pindah

Dekai - Mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu bagian penting dalam manajemen kepegawaian di Indonesia. Proses ini bukan sekadar pemindahan tugas dari satu instansi ke instansi lain, tetapi juga menjadi instrumen strategis dalam pembinaan karier, pemerataan sumber daya manusia (SDM), dan peningkatan kinerja aparatur negara. Pengertian Mutasi PNS Secara umum, mutasi PNS adalah perpindahan pegawai dari satu jabatan ke jabatan lain, dari satu instansi ke instansi lain, atau dari satu daerah ke daerah lain, baik di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menyesuaikan antara kompetensi pegawai dengan kebutuhan organisasi, mendorong pengembangan karier, serta menciptakan distribusi ASN yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Mutasi juga dapat diajukan oleh PNS atas permintaan sendiri, selain karena kebutuhan organisasi. Hal ini memungkinkan pegawai untuk mencari pengalaman baru atau menyesuaikan diri dengan situasi pribadi, selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Baca juga: Informasi Lengkap Seleksi CPNS 2026: Jadwal, Formasi, dan Persyaratan Resmi Jenis-Jenis Mutasi PNS Berdasarkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi, terdapat enam jenis mutasi yang dapat dilakukan, yaitu: Mutasi PNS dalam satu instansi pusat atau daerah. Mutasi PNS antar-kabupaten/kota dalam satu provinsi. Mutasi PNS antar-kabupaten/kota antar-provinsi dan antar-provinsi. Mutasi PNS dari pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) ke instansi pusat atau sebaliknya. Mutasi antar-instansi pusat. Mutasi PNS ke perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Selain keenam jenis mutasi tersebut, mutasi juga dapat dikategorikan menurut fungsinya, seperti mutasi antarjabatan, mutasi karena promosi, dan mutasi antarwilayah. Masing-masing jenis memiliki mekanisme dan persyaratan administratif yang berbeda, tergantung pada kewenangan instansi asal dan instansi tujuan. Syarat Umum Pengajuan Mutasi PNS yang ingin mengajukan mutasi wajib memenuhi sejumlah ketentuan administratif dan teknis. Beberapa persyaratan umum antara lain: Berstatus sebagai PNS aktif. Telah bekerja minimal dua tahun di instansi asal. Tidak sedang menjalani hukuman disiplin atau proses hukum. Mendapatkan persetujuan dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi asal dan instansi tujuan. Jabatan dan kualifikasi sesuai dengan kebutuhan di instansi penerima. Selain itu, berkas administrasi yang wajib disiapkan mencakup: Surat permohonan mutasi dari PNS. Surat usul mutasi dari PPK instansi penerima. Surat persetujuan mutasi dari PPK instansi asal. Dokumen Analisis Jabatan (Anjab) dan Analisis Beban Kerja (ABK). Salinan sah keputusan pangkat dan jabatan terakhir. Salinan sah penilaian prestasi kerja dua tahun terakhir bernilai baik. Surat keterangan tidak sedang tugas belajar atau ikatan dinas. Surat keterangan bebas temuan dari Inspektorat instansi asal. Prosedur dan Alur Mutasi PNS Secara garis besar, alur mutasi PNS mengikuti tahapan berikut: 1. Pengajuan Permohonan PNS mengajukan surat permohonan mutasi disertai dokumen pendukung kepada PPK instansi asal. 2. Verifikasi oleh Instansi Asal Instansi asal memeriksa kelengkapan dokumen dan kesesuaian syarat administratif. Jika memenuhi, diterbitkan surat persetujuan mutasi keluar. 3. Persetujuan Instansi Tujuan Instansi tujuan melakukan analisis kebutuhan jabatan dan memberikan surat kesediaan menerima pegawai bersangkutan. 4. Proses di BKN Seluruh berkas diajukan ke BKN atau Kantor Regional BKN untuk diverifikasi. Bila dinyatakan lengkap, BKN mengeluarkan Pertimbangan Teknis (Pertek) mutasi. 5. Penetapan Keputusan Mutasi Berdasarkan Pertek dari BKN, PPK instansi penerima menetapkan Surat Keputusan (SK) Mutasi sebagai dasar hukum perpindahan pegawai. 6. Pelaksanaan Tugas di Instansi Baru Setelah SK diterbitkan, PNS wajib melapor dan mulai aktif bekerja di unit kerja baru sesuai ketentuan waktu yang tercantum dalam SK. BKN menetapkan bahwa proses pertimbangan teknis mutasi dilakukan paling lama 15 hari kerja sejak berkas dinyatakan lengkap. Kewenangan dan Regulasi Daerah Dalam pelaksanaannya, beberapa pemerintah daerah juga memiliki peraturan tambahan terkait mutasi masuk dan keluar pegawai. Misalnya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mensyaratkan usia maksimal 50 tahun bagi PNS yang ingin mutasi masuk, sesuai Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2020. Sedangkan di Provinsi Jawa Timur, berdasarkan Pergub Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2022, batas usia maksimal adalah 40 tahun, dengan pangkat tertinggi Penata (Golongan III/C), kecuali untuk tenaga pendidik dan tenaga kesehatan. Perbedaan ini mencerminkan fleksibilitas daerah dalam menyesuaikan kebutuhan pegawai dengan kondisi masing-masing wilayah, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional. Baca juga: Apakah PPPK Bisa Diangkat Jadi PNS? Ini Penjelasan Lengkap Sesuai Aturan Terbaru Tujuan dan Prinsip Mutasi Kebijakan mutasi tidak hanya bertujuan untuk pemerataan pegawai, tetapi juga menjadi upaya memperkuat kapasitas organisasi pemerintahan. Melalui sistem rotasi dan promosi yang transparan, PNS diharapkan memperoleh pengalaman lintas unit kerja serta mampu beradaptasi dengan dinamika birokrasi yang berbeda. Selain itu, mutasi yang dirancang dengan baik dapat meningkatkan motivasi kerja, memperluas wawasan pegawai, serta mencegah praktik stagnasi birokrasi. (GSP) Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). (https://peraturan.bpk.go.id/Details/38580/uu-no-5-tahun-2014) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (beserta perubahannya dalam PP Nomor 17 Tahun 2020). (https://peraturan.bpk.go.id/Details/134462/pp-no-17-tahun-2020) Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi PNS. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pedoman Mutasi PNS. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2022 tentang Perpindahan PNS di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.