Artikel

Menimbang Ulang Ambang Batas: Antara Stabilitas dan Keterbukaan Politik

Wamena - Isu ambang batas parlemen dan pencalonan presiden (threshold) kembali menjadi perdebatan dalam pembahasan revisi UU Pemilu 2029. Di satu sisi, sistem ini dianggap mampu menjaga stabilitas pemerintahan, namun di sisi lain dinilai dapat membatasi keterwakilan politik dan partisipasi rakyat secara luas. Baca juga: Kilas Balik Pemilu 2019: Fakta, Keunikan, dan Momen Bersejarah Pesta Demokrasi Indonesia 1. Ambang Batas dan Tujuan Awalnya Konsep threshold pertama kali diterapkan untuk menyaring partai politik agar parlemen tidak terfragmentasi. Dengan ambang batas parlemen, hanya partai yang memperoleh persentase suara tertentu yang berhak duduk di DPR. Begitu pula presidential threshold, yang mensyaratkan dukungan minimal dari partai atau gabungan partai untuk mengusung calon presiden. Kedua mekanisme ini dirancang untuk menciptakan efisiensi politik dan stabilitas pemerintahan, dengan asumsi bahwa semakin sedikit partai di parlemen, maka semakin mudah membangun koalisi dan merumuskan kebijakan nasional. 2. Dampak Positif: Stabilitas dan Efektivitas Pemerintahan Dari sisi positif, penerapan ambang batas diyakini dapat memperkuat sistem presidensial. Threshold mendorong terbentuknya partai-partai yang solid dan mencegah fragmentasi suara yang berlebihan di parlemen. Dengan berkurangnya jumlah partai di DPR, proses legislasi dan pembentukan pemerintahan menjadi lebih efisien. Koalisi pemerintahan pun relatif stabil karena hanya partai dengan basis suara kuat yang berperan dalam menentukan arah kebijakan. Selain itu, presidential threshold juga dianggap dapat menyaring calon presiden yang benar-benar memiliki dukungan politik kuat dan basis elektoral yang jelas, sehingga mengurangi risiko munculnya calon tanpa legitimasi. 3. Dampak Negatif: Keterbatasan Representasi Politik Namun di sisi lain, ambang batas juga menimbulkan dilema demokrasi. Banyak pihak menilai bahwa penerapan threshold tinggi justru menghambat representasi politik, terutama bagi partai-partai kecil yang membawa isu atau ideologi tertentu. Dalam konteks presidential threshold, ketentuan yang mensyaratkan partai atau koalisi besar dapat mengusung calon presiden dinilai membatasi hak politik rakyat untuk mendapatkan lebih banyak pilihan calon. Akibatnya, kompetisi demokratis berpotensi berkurang dan kualitas demokrasi bisa stagnan. Di daerah-daerah dengan keragaman sosial tinggi seperti Papua Pegunungan, sistem ini juga dapat berdampak pada minimnya representasi politik lokal di tingkat nasional. Baca juga: Jejak Demokrasi Papua: Dari Pepera 1969 ke Pemilu 1971 4. Arah Revisi UU Pemilu 2029: Mencari Titik Keseimbangan Dalam wacana revisi UU Pemilu 2029, banyak pihak mendorong peninjauan kembali besaran threshold baik untuk parlemen maupun pencalonan presiden. Tujuannya adalah menemukan titik seimbang antara stabilitas pemerintahan dan keterbukaan politik. Pendekatan alternatif seperti penurunan ambang batas, atau penerapan model bertahap berbasis perolehan kursi daerah, mulai dibicarakan. Prinsipnya, revisi tidak semata soal teknis perhitungan suara, melainkan soal masa depan kualitas demokrasi Indonesia yang inklusif dan representatif. 5. Penutup: Demokrasi yang Stabil dan Terbuka Penerapan threshold sejatinya bukan hanya urusan angka, melainkan strategi menjaga keseimbangan antara stabilitas sistem politik dan hak representasi rakyat. Revisi UU Pemilu 2029 menjadi momentum penting untuk memastikan bahwa demokrasi Indonesia tidak hanya kuat di struktur, tetapi juga adil dan terbuka bagi semua elemen bangsa. Dengan dialog terbuka dan partisipasi publik, revisi undang-undang ini diharapkan menghasilkan sistem yang lebih adaptif, transparan, dan mencerminkan semangat konstitusi. Baca juga: Demokrasi Terpimpin di Indonesia: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Sejarahnya Sumber: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Materi Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI tentang Revisi UU Pemilu, September 2025.

Badan Ad Hoc Pemilu: Pengertian, Struktur, Tugas, dan Haknya

Papua Pegunungan - Dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, peran Badan Ad Hoc menjadi salah satu komponen yang kerap disebut. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Badan Ad Hoc ini? Artikel ini akan menguraikan definisi, tugas, serta besaran remunerasi yang diterima oleh anggotanya. Ketentuan lengkap mengenai kelembagaan ini diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2022. Regulasi tersebut tidak hanya memuat pengertian, tetapi juga menjabarkan secara rinci wewenang dan tanggung jawab setiap anggota Badan Ad Hoc. Baca juga: Rahasia Sukses KPU Papua Pegunungan di Pemilu 2024: SIAKBA Jadi Kunci! Apa Itu Badan Ad Hoc Pemilu? Dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan di Indonesia, terdapat istilah badan ad hoc. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022, badan ad hoc adalah unsur penyelenggara Pemilu yang dibentuk sementara oleh KPU untuk membantu pelaksanaan tahapan Pemilu di tingkat kecamatan, desa, hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS). Badan ini mencakup: Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) Pantarlih Luar Negeri (Pantarlih LN) Petugas Ketertiban TPS Mereka merupakan garda terdepan pelaksanaan Pemilu, memastikan setiap tahapan berjalan langsung di lapangan secara transparan dan sesuai aturan. Struktur dan Wilayah Kerja Badan Ad Hoc 1. PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan. Beranggotakan 5 orang (1 ketua dan 4 anggota) dengan memperhatikan 30% keterwakilan perempuan. Masa kerja: dibentuk 6 bulan sebelum Pemilu dan dibubarkan maksimal 2 bulan setelah pemungutan suara. 2. PPS (Panitia Pemungutan Suara) Bertugas di tingkat kelurahan atau desa. Beranggotakan 3 orang (1 ketua dan 2 anggota). Masa kerja: sama seperti PPK, yaitu enam bulan sebelum dan dua bulan setelah pelaksanaan Pemilu. 3. KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) Dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Beranggotakan 7 orang (1 ketua merangkap anggota, dan 6 anggota). Masa kerja: dibentuk 14 hari sebelum pemungutan suara dan dibubarkan maksimal satu bulan setelahnya. 4. Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) Dibentuk oleh PPS untuk melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih. Mereka memastikan daftar pemilih akurat dan terkini sebelum pelaksanaan Pemilu. 5. Badan Ad Hoc di Luar Negeri (PPLN dan KPPSLN) PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) bertugas melaksanakan Pemilu di luar negeri, di bawah koordinasi KPU dan bekerja sama dengan perwakilan RI. KPPSLN melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara bagi warga negara Indonesia di luar negeri melalui tiga metode: TPS Luar Negeri (TPSLN), Kotak Suara Keliling (KSK), dan Pengiriman surat suara melalui pos. Tugas dan Wewenang Badan Ad Hoc Pemilu 1. Tugas PPK Melaksanakan seluruh tahapan Pemilu di tingkat kecamatan. Menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota. Melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS. Melaksanakan sosialisasi tahapan Pemilu kepada masyarakat. Membuat laporan dan evaluasi setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. 2. Tugas PPS Mengumumkan dan memperbaiki daftar pemilih sementara hingga menjadi daftar pemilih tetap (DPT). Mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya. Membentuk KPPS dan mengangkat Pantarlih. Menyampaikan hasil penghitungan suara ke PPK. Menjaga keutuhan kotak suara hingga diserahkan ke tingkat kecamatan. 3. Tugas KPPS Melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Menyerahkan berita acara hasil penghitungan kepada saksi, PPS, dan PPK. Menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemilih. Mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS secara transparan. Menjaga keamanan dan ketertiban selama pelaksanaan pemungutan suara. 4. Tugas Pantarlih Melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih. Memberikan tanda bukti terdaftar kepada pemilih. Menyampaikan hasil pemutakhiran data kepada PPS. 5. Tugas Badan Ad Hoc Luar Negeri (PPLN dan KPPSLN) Menyusun daftar pemilih luar negeri (DPTLN). Melaksanakan pemungutan suara di kantor perwakilan, TPSLN, atau melalui pos. Melakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara dan melaporkannya ke KPU. Baca juga: 15 Istilah Penting dalam Pilkada yang Masih Relevan Dipahami di 2025 Gaji dan Hak Badan Ad Hoc KPU menetapkan bahwa honorarium badan ad hoc Pemilu 2024 meningkat dibanding Pemilu sebelumnya. Berikut kisaran gajinya: Posisi Honorarium Ketua KPPS Rp 1.200.000 Anggota KPPS Rp 1.100.000 Ketua PPS Rp 1.500.000 Anggota PPS Rp 1.300.000 Ketua PPK Rp 2.500.000 Anggota PPK Rp 2.200.000 Pantarlih Rp 1.000.000 Pada Pemilu 2024 lalu, KPU memberikan biaya perlindungan kepada anggota badan ad hoc sebagai bentuk penghargaan atas risiko kerja mereka di lapangan yang besarannya: Meninggal dunia: Rp 36 juta Cacat permanen: Rp 38 juta Luka berat: Rp 16,5 juta Luka sedang: Rp 8,25 juta Biaya pemakaman: Rp 10 juta Syarat Menjadi Anggota Badan Ad Hoc Untuk menjadi anggota PPK, PPS, atau KPPS, seseorang harus memenuhi syarat berikut: Warga Negara Indonesia, berusia minimal 17 tahun. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Memiliki integritas, jujur, dan adil. Tidak menjadi anggota partai politik (minimal 5 tahun terakhir). Berdomisili di wilayah kerja badan ad hoc yang dilamar. Mampu secara jasmani dan rohani, bebas narkotika. Pendidikan minimal SMA/sederajat. Tidak pernah dipidana penjara dengan ancaman lebih dari 5 tahun. Badan Ad Hoc merupakan elemen penting dalam keberhasilan penyelenggaraan Pemilu. Mereka adalah ujung tombak KPU di lapangan — mulai dari mendata pemilih, melaksanakan pemungutan suara, hingga memastikan hasil rekapitulasi berjalan jujur dan transparan. Dedikasi mereka mencerminkan semangat bersama untuk menjaga integritas demokrasi di Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. (GSP)

KPU Tegaskan Kode Etik dan Prinsip Nilai Penyelenggara Pemilu: Integritas, Netralitas, dan Akuntabilitas

Jayawijaya - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan pentingnya penerapan kode perilaku dan prinsip nilai etik bagi seluruh jajaran penyelenggara Pemilu. Pedoman ini berlaku untuk anggota KPU RI, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, serta seluruh jajaran penyelenggara teknis seperti PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN, sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU. Kode perilaku ini menjadi panduan utama agar penyelenggara Pemilu bekerja secara profesional, netral, dan transparan dalam menjalankan seluruh tahapan demokrasi. KPU menekankan bahwa penyelenggara Pemilu adalah garda terdepan yang menentukan kualitas demokrasi di Indonesia. Baca juga: Tugas dan Wewenang KPU Provinsi Papua Pegunungan Kode Perilaku Penyelenggara Pemilu Dalam menjalankan tugas, setiap penyelenggara Pemilu wajib berperilaku jujur, netral, adil, dan profesional. Beberapa poin penting dari kode perilaku antara lain: TIDAK melakukan perbuatan atau tindakan yang menguntungkan atau memperkaya diri sendiri, keluarga dan kerabat dari jabatan sebagai Penyelenggara Pemilu. TIDAK melakukan perbuatan yang memperkaya dirisendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. TIDAK menyalahgunakan kewenangan yang dapat mempengaruhi keputusan lembaga Penyelenggara MENOLAK pemberian dalam bentuk apapun dari Peserta Pemilu, calon Peserta Pemilu, perusahaan atau individuyang dapat mempengaruhi keputusan PenyelenggaraPemilu, dan apabila tidak bisa ditolak wajib diserahkan kepada lembaga yang menangani pemberantasan korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. TIDAK menerima honor narasumber dari Peserta Pemilu,pasangan calon dan tim kampanye, TIDAK menerima imbalan dalam bentuk uang, barang,jasa, dan/atau pemberian lainnya secara langsungdan/atau tidak langsung dari Peserta Pemilu, pasangancalon dan tim kampanye. TIDAK menggunakan pengaruh atau kewenangan darijabatan sebagai Penyelenggara Pemilu untukmendapatkan keuntungan pribadi. TIDAK menerima fasilitas apapun dari pihak manapunyang akan menimbulkan konflik kepentingan. TIDAK menggunakan fasilitas jabatan berupa rumahdinas, mobil dinas, dan fasilitas jabatan lainnya selainuntuk kepentingan kedinasan. TIDAK menjabat sebagai komisaris atau direksi pada suatu perseroan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah atau perusahaan swasta. TIDAK menjabat sebagai pengurus, Dewan Pengarah, Dewan Kehormatan, Dewan Pembina atau sebutan lainnya pada struktur organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum selama menjadi anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, TIDAK berprofesi sebagai dosen, guru/staf pengajar atau staf administrasi pada perguruan tinggi/lembaga pendidikan negeri atau swasta selama menjabat anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, TIDAK menjadi narasumber dalam kegiatan: Peserta Pemilu; dan/atau Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Wakil Bupati, atau Calon Wali kota dan Wakil Wali Kota, tanpa adanya surat permintaan resmi dari Peserta Pemilu atau Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali kota dan Wakil Wali Kota, serta tanpa diputuskan dalam Rapat Pleno untuk menghadiri acara tersebut. TIDAK menghadiri pertemuan yang dapat menimbulkan kesan publik adanya ketidaknetralan sebagai Penyelenggara Pemilu, MEMPERLAKUKAN Peserta Pemilu dengan adil melalui ucapan, tindakan dan perbuatan sebagai Penyelenggara Pemilu. TIDAK melakukan pertemuan dengan Peserta Pemilu, tim kampanye di luar kantor Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota atau di luar kegiatan kedinasan TIDAK menempatkan kekerabatan dalam menentukan posisi/jabatan di Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, Sekretariat KPU Kabupaten/Kota, dan Sekretariat PPK, PPLN, PPS. MENYATAKAN secara terbuka dalam rapat pleno dan diberitahukan ke publik melalui surat resmi di media massa, papan pengumuman dan laman KPU, KPUProvinsi, dan KPU Kabupaten/Kota apabila memiliki hubungan keluarga atau sanak saudara dengan calon Peserta Pemilu, Peserta Pemilu, dan/atau tim kampanye. MENGAMBIL keputusan berdasarkan prinsip meritokrasi. MEMPERLAKUKAN calon Peserta Pemilu dan Peserta Pemiludengan adil tanpa dipengaruhi hubungan kekerabatan. TIDAK berhubungan atau berkomunikasi dengan penyedia barang dan jasa, serta wajib memberitahukan kepada publik apabila ada hubungan keluarga atau kerabat dengan penyedia barang dan jasa melalui laman KPU,KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya. Prinsip Nilai dan Etika Penyelenggara Pemilu Dalam melaksanakan PRINSIP MANDIRI anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: NETRAL atau tidak memihak salah satu Peserta Pemilu dan/atau tim kampanye; MENGHINDARI intervensi dari pihak lain dalam pengambilan keputusan sebagai Penyelenggara Pemilu; TIDAK mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang berpihak kepada Peserta Pemilu tertentu; TIDAK memberikan pendapat terhadap kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara lainnya sepanjang tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Penyelenggaraan Pemilu; TIDAK memberikan pendapat, komentar dan respon yang mempunyai kecenderungan keberpihakan kepada Peserta Pemilu di media sosial dan/atau media lainnya; TIDAK memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang secara jelas menunjukkan keberpihakan kepada Peserta Pemilu; dan TIDAK memberitahukan dan menanyakan pilihan politiknya kepada orang lain. Dalam melaksanakan PRINSIP JUJUR anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENYAMPAIKAN informasi yang benar kepada publik sesuai dengan data dan/atau fakta, MENYAMPAIKAN laporan harta kekayaan dan asset yang dimiliki kepada pihak yang berwenang. Dalam melaksanakan PRINSIP ADIL anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENDAFTARKAN Warga Negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih tanpa membedakan suku, agama, ras dan pilihan politiknya; MELAYANI pemilih dalam memenuhi hak konstitusionalnya; MEMPERLAKUKAN dan memberi kesempatan yang sama setiap Peserta Pemilu, MEMPERLAKUKAN dan memberi kesempatan yang sama bagi pelapor atau terlapor dalam laporan dugaan pelanggaran atau sengketa Pemilu. Dalam melaksanakan PRINSIP BERKEPASTIAN HUKUM anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MELAKSANAKAN serta tegas dan tepat waktu dalam menjalankan keputusan yang telah disepakati dalam rapat pleno; dan MENAATI aturan dan prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan PRINSIP TERTIB anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MEMATUHI ketentuan peraturan perundang-undangan; BERHATI-HATI dalam menyampaikan pendapat dani nformasi dengan menghindari timbulnya ketidakpastian atau kesimpangsiuran informasi; TIDAK memberikan tafsiran pribadi terhadap suatu aturan yang sudah ditetapkan. Dalam melaksanakan PRINSIP KEPENTINGAN UMUM anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENYELESAIKAN persoalan internal dengan tepat waktu sehingga tidak menganggu tahapan Pemilu; MEMBERIKAN respon menyelesaikan pengaduan, keluhan, keberatan dan aspirasi dari berbagai pihak; MEMBERIKAN dukungan terhadap partisipasi publik didalam penyelenggaraan Pemilu; MENCIPTAKAN kondisi yang kondusif dalam Penyelenggaraan Pemilu. Dalam melaksanakan PRINSIP TERBUKA anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MEMBERIKAN akses dan pelayanan kepada Pemilih, Peserta Pemilu, dan para pemangku kepentingan lainnyasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan MEMANFAATKAN teknologi informasi dalam rangka sosialisasi dan penyebarluasan informasi Pemilu. Dalam melaksanakan PRINSIP PROPORSIONAL anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENDAPATKAN dan mengumpulkan data dan informasi yang menyeluruh sebelum mengambil keputusan; dan MENGAMBIL keputusan berdasarkan fakta dan data yang diterima secara berimbang. Dalam melaksanakan PRINSIP PROFESIONAL anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENGIKUTI dan melakukan proses peningkatan pengetahuan yang menunjang pekerjaan khususnya tentang kepemiluan, ketatanegaraan dan kebangsaan melalui bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, seminar, lokakarya, berbagi pengetahuan (knowledge sharing), dan/atau media lain. MENEMPATKAN personel sesuai dengan tugas pokok, fungsinya, dan kapasitasnya dalam suatu kelompok kerja, kepanitiaan dan unsur pelaksana kegiatan lainnya. menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih, Peserta Pemilu dan para pemangku kepentingan sesuai dengan standar profesional administrasi Penyelenggaraan Pemilu; bertindak berdasarkan standar operasional prosedur dan subtansi profesi administrasi Pemilu dan Pemilihan; berani menghadapi dan menerima konsekuensi keputusan; mengambil keputusan dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang yang dilaksanakan secara kolektif dan kolegial; dan menjaga kerahasiaan isi dan dinamika Rapat Pleno. Dalam melaksanakan PRINSIP AKUNTABEL anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENJELASKAN keputusan yang telah diambil dan menyampaikan informasi terkait proses Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan; dan MENJELASKAN alasan setiap penggunaan kewenangan kepada publik. Dalam melaksanakan PRINSIP EFEKTIF anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku:: MENGGUNAKAN waktu secara efektif sesuai dengan tahapan dan jadwal Penyelenggaraan Pemilu; dan MENGGUNAKAN anggaran dan fasilitas kantor yang disediakan secara efektif. Dalam melaksanakan PRINSIP EFISIEN anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENGGUNAKAN anggaran secara optimal untuk memperoleh manfaat dengan maksimal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; MENGGUNAKAN anggaran yang berasal dari negara sesuai dengan kemanfaatan Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan; dan TIDAK melakukan pemborosan anggaran yang berasal dari keuangan negara. Dalam melaksanakan PRINSIP AKSESIBILITAS anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: MENYAMPAIKAN informasi terkait kepemiluan kepada penyandang disabilitas, minoritas, dan kelompok marginal; MEMBERIKAN pelayanan kepada penyandang disabilitas,minoritas, dan kelompok marginal untuk menggunakan hak pilihnya; dan MEMBERIKAN kesempatan yang sama kepada penyandang disabilitas, minoritas dan kelompok marginal untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu. Dalam melaksanakan PRINSIP INTEGRITAS, anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN wajib berperilaku: TINGGAL/berdomisili di wilayah kerja masing-masing selama masa jabatan; BEKERJA penuh waktu tanpa terikat hari dan jamkerja pada masa tahapan Pemilu dan Pemilihan,serta bekerja pada hari dan jam kerja pada masa non tahapan Pemilu dan Pemilihan; MENJAGA sikap dan tindakan agar tidak merendahkan integritas pribadi dengan menjauhkan diri dari perselingkuhan, penyalahgunaan narkoba, berjudi, menipu, minuman keras, tindak kekerasan, tindakan kekerasan seksual, dan tindakan lainnya yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundangundangan; TIDAK menikah dan/atau menikah siri, dan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara Pemilu selama masa jabatan; TIDAK menjalankan perkuliahan selama tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan berlangsung; TIDAK mengikuti perkuliahan yang berada di luar wilayah kerja dan menggunakan jam kerja; TIDAK mendaftar untuk mengikuti perkuliahan selama menjabat; TIDAK menjalankan aktivitas profesi lain selama masajabatan; TIDAK melibatkan kerabat, kroni, teman dekat dalam melaksanakan tugas-tugas Penyelenggaraan Pemiludan Pemilihan; MENYAMPAIKAN Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara kepada pejabat yang berwenang secara berkala selama masa jabatan; dan MENGEMBALIKAN aset, hutang, dan fasilitas negara diakhir masa jabatan. TINGGAL/berdomisili di wilayah kerja masing-masing selama masa jabatan bagi anggota KPU, KPU Provinsi,dan KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut: tinggal/berdomisili di ibu kota negara untuk anggotaKPU, tinggal/berdomisili di ibu kota provinsi untuk anggota KPU Provinsi; dan tinggal/berdomisili di kabupaten/kota untu kanggota KPU Kabupaten/Kota. Baca juga: Fungsi Lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif di Indonesia Kode Etik Badan Adhoc Penyelenggara Pemilu 2024 Kode Etik adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu (Keputusan KPU 337 Tahun 2020). Prinsip Kode Etik Badan Ad-Hoc Penyelenggara Pemilu 2024 : Mandiri Penyelenggara Pemilu bebas atau menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan atas perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau putusan yang diambil. Jujur Penyelenggara Pemilu didasari niat untuk semata-mata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Adil Penyelenggara Pemilu menempatkan segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya. Akuntabel Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepastian Hukum Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tertib Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, keteraturan, keserasian, dan keseimbangan. Ternbuka Penyelenggara Pemilu memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaedah keterbukaan informasi publik. Kepentingan Umum Penyelenggara Pemilu mendahulukan kepentingan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. Aksesibilitas Kemudahan yang disediakan Penyelenggara Pemilu bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan. Efisien Penyelenggara Pemilu memanfaatkan sumberdaya, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaraan Pemilu sesuai prosedur dan tepat sasaran. Efektif Penyelenggara Pemilu dalam penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan sesuai rencana tahapan dengan tepat waktu. Profesional Penyelenggara Pemilu memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas. Proporsional Penyelenggara Pemilu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum untuk mewujudkan keadilan. Menjaga Profesionalitas Penyelenggara Pemilu KPU menekankan bahwa seluruh prinsip dan kode perilaku ini bukan sekadar aturan administratif, tetapi juga merupakan komitmen moral dan etika yang wajib dijaga oleh seluruh penyelenggara Pemilu. Melalui penerapan prinsip-prinsip ini, KPU berharap seluruh jajaran dapat bekerja secara transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi, demi mewujudkan Pemilu yang berkeadilan dan dipercaya masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2019 Pasal 73–90, kode perilaku dan prinsip nilai ini menjadi pondasi utama dalam mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dan bermartabat di Indonesia. (GSP) <hr> Disarikan oleh Tim Media Center Puslitbang Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat 

Ternyata Gudang 10x10 Meter Mampu Tampung Kebutuhan 625 TPS, Ini Dia Perhitungannya!

Wamena - Sebuah perhitungan sederhana tapi brilian baru saja diungkap, menunjukkan kapasitas penyimpanan kotak logistik pemilu yang luar biasa efisien! Untuk sebuah bangunan berukuran ideal 10 meter x 10 meter dengan tinggi plafon 3 meter, ternyata bisa menampung jumlah kotak yang fantastis. Lupakan perhitungan rumit! Ini dia detailnya: Pondasi Kekuatan Panjang 10 m dibagi lebar kotak 0,4 m menghasilkan 25 kotak per baris. Lebar 10 m dibagi lebar kotak 0,4 m menghasilkan 25 kotak per kolom. Artinya, dalam satu lantai, bangunan ini bisa menampung 25×25=625 kotak! Baca juga: Transparansi Lelang Kotak Suara Eks Pemilu 2024 di Mamberamo Tengah Pencakar Langit Kotak Tinggi plafon 3 m dibagi tinggi kotak 0,6 m (asumsi 60 Cm) berarti bisa ditumpuk hingga 5 tingkat! Dan inilah yang bikin semua orang tercengang: Total kapasitas gudang adalah 625 kotak (per lantai)×5 tingkat=3.125 KOTAK! Artinya Apa? Jika setiap TPS membutuhkan 5 kotak, maka gudang berukuran 10 m×10 m ini mampu menampung seluruh kebutuhan kotak untuk 3.125 kotak/5 kotak per TPS=625 TPS! Efisiensi penyimpanan logistik Pemilu kini menemukan titik terangnya. Dengan perhitungan ini, masalah gudang sempit dan biaya sewa yang melambung tinggi bisa diatasi secara signifikan. Bayangkan potensi penghematan dan kecepatan distribusi. Baca juga: Apa Itu Pemilu Dua Putaran? KPU Jelaskan Syarat dan Tahapan Pelaksanaannya

Mengenal SIREKAP: Inovasi Digital KPU untuk Perhitungan Suara Cepat dan Akurat

Wamena - Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 66 Tahun 2024, Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) merupakan perangkat berbasis teknologi informasi yang digunakan sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara sekaligus alat bantu dalam proses rekapitulasi hasil pemilu. SIREKAP hadir sebagai bentuk inovasi digital KPU untuk mewujudkan pemilu yang lebih transparan, cepat, dan akurat. Sistem ini membantu petugas pemilu dalam mencatat, mengunggah, dan mempublikasikan hasil perolehan suara dari setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara real-time. Baca juga: Rahasia Sukses KPU Papua Pegunungan di Pemilu 2024: SIAKBA Jadi Kunci! Dua Jenis SIREKAP Untuk memudahkan penggunaannya, SIREKAP dibagi menjadi dua jenis: SIREKAP Mobile Aplikasi ini digunakan oleh petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di setiap TPS. Petugas dapat mengunduh aplikasi SIREKAP di ponsel masing-masing. Setelah proses penghitungan suara selesai, petugas memotret Formulir C Hasil menggunakan aplikasi. Aplikasi kemudian akan memindai (scan) formulir tersebut melalui sistem OCR/OMR untuk memastikan data sesuai dengan format yang ditetapkan. Hasil pemindaian tersebut selanjutnya diunggah secara langsung melalui SIREKAP Mobile. SIREKAP Web Sistem berbasis situs web ini digunakan oleh PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) serta KPU Kabupaten/Kota. Fungsinya adalah untuk mengakses, memverifikasi, dan merangkum seluruh laporan hasil perhitungan suara yang dikirimkan melalui SIREKAP Mobile dari tiap TPS di wilayahnya. Langkah Penggunaan SIREKAP Mobile Berikut tahapan umum penggunaan aplikasi SIREKAP oleh petugas KPPS: Unduh aplikasi SIREKAP Mobile di ponsel masing-masing. Masuk (login) menggunakan akun resmi yang telah terdaftar. Setelah proses penghitungan suara selesai, isikan hasilnya pada Formulir C Hasil. Ambil foto Formulir C Hasil menggunakan aplikasi SIREKAP. Sistem akan melakukan pemindaian otomatis (OCR/OMR) untuk membaca hasil perolehan suara. Setelah diverifikasi, unggah hasilnya agar dapat dipublikasikan dan diterima oleh pengawas maupun saksi melalui sistem. Baca juga: Waspada! Bawa HP ke Bilik Suara Saat Mencoblos Bisa Kena Sanksi Tujuan dan Manfaat SIREKAP Dengan penerapan SIREKAP, KPU berupaya: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas proses penghitungan suara. Meminimalisir potensi kesalahan input data secara manual. Mempercepat publikasi hasil perhitungan suara kepada masyarakat. SIREKAP menjadi bukti bahwa KPU terus berinovasi untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Baca juga: Sistem Pemilihan Umum di Dunia: Jenis, Ciri, dan Penerapannya

Profil Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin: Perjalanan Panjang Mengawal Demokrasi Indonesia

Papua Pegunungan - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu nasional memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia. Di periode 2022–2027, lembaga ini dipimpin oleh Mochammad Afifuddin, sosok yang telah lama berkiprah di bidang kepemiluan dan penguatan demokrasi partisipatif. Kepemimpinan Afifuddin menandai semangat baru dalam memperkuat transparansi, profesionalisme, serta partisipasi publik di setiap tahapan pemilu. Melalui pengalaman panjangnya di dunia kepemiluan, ia membawa komitmen untuk menjadikan KPU semakin terbuka, inklusif, dan responsif terhadap perkembangan zaman. Latar Belakang dan Pendidikan Mochammad Afifuddin lahir di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 1 Februari 1980. Sejak muda, ia dikenal aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan organisasi kemahasiswaan. Ia menempuh pendidikan tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan semasa kuliah sudah menunjukkan kepemimpinan yang kuat dengan menjabat sebagai Presiden Mahasiswa UIN (2000–2001). Selain itu, Afif juga aktif dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan terlibat langsung dalam pengawasan pemilu saat menjadi relawan pemantau TPS pada Pemilu 1999. Keterlibatannya di dunia kepemiluan sejak masa muda menjadi fondasi penting bagi perjalanan kariernya ke depan. Setelah menyelesaikan studi sarjana, Afif melanjutkan pendidikan magister di Universitas Indonesia (UI), mengambil program Magister Manajemen Komunikasi Politik pada periode 2005–2007. Di sela kesibukannya, ia juga sempat menjadi dosen tidak tetap di Jurusan Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta pada 2015–2017. Baca juga: Profil Usia Tertua Pegawai dengan Perjanjian Kerja Tahun Anggaran 2024 KPU Provinsi Papua Pegunungan Tahun 2025 Perjalanan Karier di Dunia Kepemiluan Keterlibatan Afifuddin di dunia kepemiluan semakin mendalam saat ia bergabung dengan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), sebuah organisasi yang fokus pada pendidikan politik dan pemantauan pemilu. Ia kemudian dipercaya menjadi Koordinator Nasional JPPR periode 2013–2015. Sebelum bergabung di lembaga negara, Afif juga aktif di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) UIN Jakarta, dengan fokus pada isu-isu demokrasi dan partisipasi masyarakat. Karier kelembagaannya mulai menanjak ketika ia terpilih sebagai anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI periode 2017–2022. Di lembaga tersebut, ia memegang tanggung jawab di Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga, sekaligus menjadi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ex officio Bawaslu pada 2020–2022. Menjadi Ketua KPU RI 2022–2027 Pada tahun 2022, Mochammad Afifuddin resmi dilantik sebagai anggota KPU RI periode 2022–2027, dan kini menjabat sebagai Ketua KPU RI. Sebelum menjabat sebagai Ketua, ia sempat memimpin Divisi Hukum dan Pengawasan, serta menjadi Wakil Ketua Divisi Data dan Informasi. Sebagai Ketua KPU, Afif berkomitmen untuk membawa lembaga ini menjadi pusat pengetahuan dan kolaborasi kepemiluan, sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Ia juga dikenal aktif mendorong digitalisasi sistem informasi pemilu serta memperkuat peran pendidikan pemilih di seluruh Indonesia. Afif telah mengoordinasikan pelaksanaan pemilu di berbagai wilayah, mulai dari Papua, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Lampung, hingga Jawa Timur. Pengalaman lintas daerah ini memperkaya wawasannya dalam memahami dinamika sosial dan geografis yang beragam di Indonesia. Karya dan Pemikiran tentang Demokrasi Selain aktif di dunia kelembagaan, Afifuddin dikenal sebagai penulis produktif yang kerap menyuarakan pandangan dan gagasannya tentang demokrasi, pemilu, dan partisipasi masyarakat. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media nasional seperti Kompas, Republika, Suara Pembaruan, Gatra, hingga Koran Jakarta. Beberapa karya tulis dan bukunya antara lain: Membangun Demokrasi dari Bawah Bersama Masyarakat Memantau Pemilu 2009 Aksesibilitas Pemilu bagi Penyandang Disabilitas Masa Pandemi: Catatan Perjalanan, Inovasi, dan Kolaborasi Melalui karya-karyanya, Afif menegaskan pentingnya pendidikan politik yang inklusif dan peran aktif masyarakat dalam mengawasi serta berpartisipasi dalam proses demokrasi. Baca juga: Apa Itu Pemilu Dua Putaran? KPU Jelaskan Syarat dan Tahapan Pelaksanaannya Penghargaan dan Dedikasi Atas kontribusinya di bidang demokrasi dan kepemiluan, Mochammad Afifuddin menerima berbagai apresiasi. Salah satunya adalah penghargaan Santri of The Year 2023 untuk kategori Santri Inspiratif Bidang Kepemimpinan Nasional. Penghargaan ini menjadi pengakuan atas dedikasi dan konsistensinya dalam memperkuat nilai-nilai demokrasi dan partisipasi publik melalui jalur kepemiluan. Komitmen KPU di Bawah Kepemimpinan Afifuddin Di bawah kepemimpinan Mochammad Afifuddin, KPU terus memperkuat diri sebagai lembaga yang terbuka, kolaboratif, dan berorientasi pada pelayanan publik. KPU berkomitmen untuk menjamin setiap proses pemilu berlangsung dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil). Melalui tata kelola yang semakin transparan dan modern, KPU bertekad menjaga kepercayaan masyarakat serta memastikan setiap warga negara dapat berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum sebagai bagian dari wujud kedaulatan rakyat. (GSP) Download Profil Mochammad Afifuddin