Artikel

Lembaga Survei Wajib Daftar ke KPU, Ini Tujuannya!

Wamena — Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa setiap lembaga survei, jajak pendapat, atau hitung cepat (quick count) yang ingin melakukan kegiatan selama penyelenggaraan Pemilu wajib terdaftar secara resmi di KPU. Kebijakan ini tidak hanya berlaku di tingkat nasional, tetapi juga di seluruh provinsi, termasuk KPU Provinsi Papua Pegunungan. Kewajiban pendaftaran lembaga survei diatur untuk menjamin transparansi, akurasi, dan akuntabilitas data yang disampaikan kepada publik, terutama menjelang masa kampanye dan penghitungan suara. Dengan terdaftarnya lembaga survei di KPU, masyarakat dapat mengetahui bahwa hasil survei yang dipublikasikan bersumber dari lembaga yang terverifikasi dan diawasi secara resmi. Baca juga: Perbedaan Pemilu dan Pilkada: Pengertian, Sistem, dan Penyelenggaraannya Mengapa Harus Terdaftar di KPU? KPU menegaskan bahwa lembaga survei memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik. Namun, jika tidak diawasi dengan baik, hasil survei dapat menimbulkan bias dan bahkan disalahgunakan untuk mempengaruhi persepsi pemilih. Oleh karena itu, pendaftaran ke KPU menjadi bentuk tanggung jawab lembaga survei agar: Terjamin kredibilitasnya dalam melakukan riset politik dan publikasi data; Menjaga netralitas dan etika penelitian selama masa pemilu; Mendukung transparansi penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil; Melindungi masyarakat dari hasil survei yang menyesatkan atau tidak berbasis metodologi ilmiah. Baca juga: Perlu Surat Pemberitahuan untuk Mencoblos? Ini Penjelasan KPU Papua Pegunungan Kewajiban Lembaga Survei yang Telah Terdaftar Setelah mendapatkan izin dari KPU, lembaga survei diwajibkan untuk: Menyampaikan metodologi penelitian, sumber pendanaan, dan waktu pelaksanaan survei secara terbuka; Melaporkan hasil kegiatan survei, jajak pendapat, atau hitung cepat kepada KPU; Tidak memublikasikan hasil survei pada masa tenang, sesuai ketentuan undang-undang pemilu; Menjaga independensi dan tidak berpihak kepada peserta pemilu mana pun. Dengan mekanisme ini, KPU berharap agar hasil survei yang beredar di masyarakat dapat menjadi bahan informasi yang sehat, objektif, dan mendukung demokrasi. KPU Papua Pegunungan Ajak Masyarakat Cerdas Menyikapi Hasil Survei KPU Provinsi Papua Pegunungan mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada hasil survei yang tidak jelas sumbernya. Pastikan lembaga survei yang mempublikasikan hasil surveinya sudah terdaftar di KPU. Ini penting agar data yang diterima publik benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Ke depan,  KPU Papua Pegunungan akan berupaya mengedukasi masyarakat melalui kegiatan sosialisasi dan media digital agar pemilih semakin melek literasi data politik, serta dapat membedakan antara hasil survei dan hasil resmi pemilu. Melalui kebijakan ini, KPU tidak bermaksud membatasi kegiatan lembaga survei, tetapi justru ingin memastikan seluruh proses pengumpulan dan publikasi data dilakukan secara jujur, ilmiah, dan transparan. Dengan demikian, keberadaan lembaga survei yang terdaftar di KPU akan menjadi bagian penting dalam mewujudkan Pemilu yang berkualitas dan dipercaya masyarakat, termasuk di wilayah Papua Pegunungan. Baca juga: Pemilu Paling Unik di Dunia: Dari Luar Angkasa hingga Voting di Discord

Apa Itu Pemilu Dua Putaran? KPU Jelaskan Syarat dan Tahapan Pelaksanaannya

Papua Pegunungan - Dalam sistem demokrasi Indonesia, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) dilaksanakan untuk memilih pasangan pemimpin negara secara langsung oleh rakyat. Namun, dalam situasi tertentu, pemilihan presiden bisa berlangsung hingga dua putaran. Sebagai penyelenggara resmi Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki kewenangan untuk melaksanakan dan mengatur tahapan Pemilu dua putaran sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Lalu, apa yang dimaksud dengan Pemilu dua putaran, dan bagaimana syarat serta mekanisme pelaksanaannya? Berikut penjelasan lengkapnya dari KPU. Pengertian Pemilu Dua Putaran Pemilu dua putaran adalah sistem pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan apabila pada putaran pertama tidak ada pasangan calon (paslon) yang memenuhi ketentuan perolehan suara mayoritas yang disyaratkan oleh undang-undang. Berdasarkan Pasal 416 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu dua putaran dilakukan jika: “Tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh lebih dari 50% suara sah nasional dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.” Artinya, apabila tidak ada satu pasangan calon pun yang mencapai ambang batas tersebut, maka KPU akan menyelenggarakan pemungutan suara putaran kedua. Siapa yang Berhak Mengikuti Putaran Kedua? Dalam pelaksanaan Pemilu dua putaran, hanya dua pasangan calon yang berhak maju ke tahap berikutnya, yakni: Pasangan calon dengan perolehan suara terbanyak pertama, dan Pasangan calon dengan perolehan suara terbanyak kedua pada putaran pertama. Selanjutnya, pada putaran kedua, pasangan yang memperoleh suara terbanyak secara nasional ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, tanpa lagi memperhitungkan sebaran perolehan suara antar provinsi. Dasar Hukum dan Regulasi Pelaksanaan Pelaksanaan Pemilu dua putaran mengacu pada, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Peraturan ini menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggara Pemilu di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota agar pelaksanaan tahap kedua dapat berjalan secara transparan, akuntabel, dan sesuai jadwal. Tahapan Pemilu Dua Putaran (Contoh Berdasarkan Jadwal Pemilu Terakhir) Sebagai ilustrasi, berikut tahapan pelaksanaan Pemilu dua putaran sebagaimana diatur dalam peraturan KPU pada penyelenggaraan Pemilu terakhir: Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih Dilakukan kembali untuk memastikan keakuratan data pemilih yang akan menggunakan hak suaranya pada putaran kedua. Masa Kampanye Kedua pasangan calon diberi kesempatan berkampanye kembali untuk menyampaikan visi, misi, serta program unggulan kepada masyarakat. Masa Tenang Tiga hari sebelum pemungutan suara, seluruh kegiatan kampanye dihentikan agar pemilih dapat menentukan pilihannya secara jernih tanpa tekanan. Pemungutan dan Penghitungan Suara Dilaksanakan serentak di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Indonesia dan luar negeri. Rekapitulasi dan Penetapan Hasil Pemilu KPU melakukan rekapitulasi berjenjang mulai dari tingkat kecamatan hingga nasional, lalu menetapkan pasangan calon dengan suara terbanyak sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Setelah seluruh tahapan selesai dan tidak ada sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), pasangan terpilih akan diambil sumpah/janji dalam sidang MPR RI. Mengapa Pemilu Bisa Berlangsung Dua Putaran? KPU menegaskan bahwa Pemilu dua putaran bukanlah kegagalan demokrasi, melainkan bagian dari mekanisme konstitusional untuk memastikan presiden dan wakil presiden yang terpilih benar-benar memiliki legitimasi kuat dari mayoritas rakyat Indonesia. Sistem dua putaran ini menjamin bahwa pemimpin yang terpilih bukan hanya unggul secara jumlah suara, tetapi juga memiliki dukungan yang luas dan merata di berbagai wilayah Indonesia. Dengan demikian, hasil Pemilu dapat mencerminkan kehendak rakyat secara lebih menyeluruh. Prinsip pelaksanaan oleh KPU sebagaimana seluruh tahapan Pemilu lainnya, pelaksanaan Pemilu dua putaran tetap berlandaskan pada asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adill (Luber-Jurdil) KPU memastikan setiap tahapan berlangsung secara terbuka, profesional, dan menjunjung tinggi kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia. (GSP)

Penjelasan Pemilu Susulan dan Pemilu Lanjutan, Mekanisme dan Teknis Pelaksanaan

Papua Pegunungan - Pemilu Susulan dan Pemilu Lanjutan, meski terdengar mirip, kedua istilah ini memiliki definisi dan skenario pelaksanaan yang sangat berbeda. Begini penjelasan beserta mekanisme penundaan dan teknis pelaksanaannya. Sebagai penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyadari bahwa dalam dinamika penyelenggaraan pemilu, terdapat kemungkinan terjadinya gangguan. Gangguan ini, seperti kerusuhan, bencana alam, atau gangguan keamanan, dapat mengakibatkan tahapan pemilu terhambat. Untuk memastikan hak konstitusional pemilih tetap terpenuhi dalam kondisi darurat, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah mengatur dua mekanisme khusus: Pemilu Susulan dan Pemilu Lanjutan. Kedua istilah ini memiliki definisi dan skenario pelaksanaan yang sangat berbeda. Melalui artikel ini, KPU ingin memberikan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat mengenai perbedaan mendasar antara keduanya. Baca juga: Kilas Balik Pemilu 2019: Fakta, Keunikan, dan Momen Bersejarah Pesta Demokrasi Indonesia Apa Itu Pemilu Susulan? Berdasarkan UU Pemilu, Pemilu Susulan adalah Pemilu yang dilaksanakan untuk mengulang seluruh tahapan pemilu dari awal di suatu wilayah. Konsep "mengulang semua tahapan" inilah yang menjadi kunci. Skenario dilaksanakannya Pemilu Susulan diatur dalam Pasal 432 Ayat (1) UU Pemilu, yaitu ketika terjadi gangguan di sebagian atau seluruh wilayah Indonesia yang mengakibatkan seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan sama sekali. Artinya, proses seperti pendaftaran pemilih, kampanye, hingga pemungutan suara gagal dijalankan karena kondisi force majeure. Dengan demikian, Pemilu Susulan bukan hanya sekadar pemungutan suara ulang, tetapi merupakan proses penyelenggaraan pemilu baru yang dimulai dari tahap paling awal untuk menggantikan pemilu yang gagal dilaksanakan. Apa Itu Pemilu Lanjutan? Berbeda dengan Pemilu Susulan, Pemilu Lanjutan adalah Pemilu yang dilaksanakan untuk melanjutkan tahapan pemilu yang terhenti atau tahapan yang belum dilaksanakan. Pasal 431 Ayat (1) UU Pemilu menjelaskan bahwa Pemilu Lanjutan dilakukan ketika gangguan hanya mengakibatkan sebagian tahapan Pemilu tidak dapat dilaksanakan. Misalnya, pemungutan suara di suatu Tempat Pemungutan Suara (TPS) terganggu dan tidak dapat dilanjutkan pada hari yang ditentukan, sementara tahapan sebelumnya (seperti pendaftaran dan kampanye) sudah berjalan dengan normal. Dalam hal ini, Pemilu Lanjutan hanya memfokuskan pada melanjutkan tahapan yang terhenti tersebut, bukan mengulang seluruh proses dari nol. Perbedaan Utama Pemilu Susulan dan Pemilu Lanjutan Untuk memudahkan pemahaman, berikut adalah tabel perbedaan inti antara keduanya:     Aspek Pemilu Lanjutan Pemilu Susulan Penyebab Gangguan yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilu terhambat. Gangguan yang mengakibatkan seluruh tahapan pemilu tidak dapat dilaksanakan. Cakupan Tahapan Hanya melanjutkan tahapan yang terhenti atau yang belum dilaksanakan. Mengulang seluruh tahapan pemilu dari awal. Dasar Hukum Pasal 431 UU No. 7 Tahun 2017. Pasal 432 UU No. 7 Tahun 2017. Konteks Sebagian proses sudah berjalan, tetapi ada yang harus diselesaikan. Seluruh proses pemilu di wilayah tersebut gagal dan harus dimulai ulang. Baca juga: Rahasia Sukses KPU Papua Pegunungan di Pemilu 2024: SIAKBA Jadi Kunci! Mekanisme Penundaan dan Teknis Pelaksanaan Sebelum Pemilu Lanjutan atau Pemilu Susulan dilaksanakan, terlebih dahulu harus ada penetapan penundaan pemilu. Mekanisme penundaan ini diatur dalam Pasal 433 UU Pemilu, di mana kewenangannya diberikan secara berjenjang: KPU Kabupaten/Kota menetapkan penundaan untuk tingkat kelurahan/desa atau kecamatan. KPU Provinsi menetapkan penundaan untuk tingkat kabupaten/kota. KPU RI menetapkan penundaan untuk tingkat provinsi. Untuk memastikan keseragaman dan keadilan proses, KPU telah menerbitkan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara Lanjutan dan Susulan. Beberapa ketentuan penting di dalamnya adalah: Pemungutan suara lanjutan/susulan dilaksanakan paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah hari pemungutan suara nasional. Mekanisme persiapan dan pelaksanaan di TPS, baik di dalam maupun luar negeri, mengikuti ketentuan yang berlaku untuk pemungutan suara biasa. Komitmen KPU KPU berkomitmen untuk menyelenggarakan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Keberadaan regulasi tentang Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan merupakan bentuk antisipasi dan jaminan hukum bahwa hak pilih setiap warga negara akan tetap dilindungi dan dipenuhi, bahkan dalam situasi yang tidak terduga sekalipun. Dengan memahami perbedaan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih berpartisipasi dengan tenang dan tertib apabila suatu ketika mekanisme ini perlu diterapkan. (GSP)

Perbedaan Pemilu dan Pilkada: Pengertian, Sistem, dan Penyelenggaraannya

Wamena - Dalam sistem demokrasi Indonesia, rakyat memiliki hak untuk menentukan pemimpin dan wakil rakyatnya melalui mekanisme pemilihan. Dua bentuk pemilihan yang sering dilakukan adalah Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sekilas keduanya tampak serupa karena sama-sama diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), namun sebenarnya terdapat perbedaan mendasar dari sisi cakupan, peserta, dan sistem pelaksanaannya. Berikut penjelasan lengkap mengenai perbedaan Pemilu dan Pilkada agar kamu lebih memahami bagaimana proses demokrasi berjalan di Indonesia. Baca juga: Ini Dia 11 Prinsip Dasar Penyelenggara Pemilu yang Jadi Dasar Pemilu Jujur Pengertian dan Singkatan Pemilu Pemilu merupakan singkatan dari Pemilihan Umum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (1), Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemilu di Indonesia dilaksanakan dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil — dikenal dengan istilah Luber Jurdil. Prinsip ini menjadi landasan agar setiap warga negara dapat berpartisipasi secara setara dan bebas dari tekanan. Penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh tiga lembaga utama: Komisi Pemilihan Umum (KPU) – sebagai pelaksana teknis pemilihan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) – sebagai pengawas proses pemilihan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) – sebagai pengawal integritas penyelenggara Pemilu. Sistem Pelaksanaan Pemilu Pemilu di Indonesia berpedoman pada lima asas utama berikut: Langsung - Setiap warga negara memberikan suaranya sendiri tanpa diwakilkan. Tidak ada perantara yang boleh memilih atas nama orang lain. Umum - emua warga negara yang berusia 17 tahun atau sudah menikah memiliki hak untuk memilih tanpa diskriminasi suku, agama, ras, jenis kelamin, maupun status sosial. Bebas - Pemilih berhak menentukan pilihannya sesuai hati nurani, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun. Rahasia - Pilihan setiap pemilih dijamin kerahasiaannya dan tidak boleh diketahui oleh orang lain. Jujur dan Adil - Semua pihak, baik penyelenggara, peserta, dan pemilih wajib bersikap jujur, serta setiap peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama tanpa kecurangan. Melalui asas-asas tersebut, Pemilu diharapkan menjadi cerminan demokrasi yang sehat dan berintegritas tinggi. Baca juga: Wajib Tahu! Syarat Menjadi Pemilih Sah di Pemilu  Pengertian Pilkada Berbeda dengan Pemilu yang bersifat nasional, Pilkada merupakan singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah. Pilkada adalah proses pemilihan langsung oleh masyarakat di tingkat daerah untuk menentukan pemimpin daerahnya, seperti gubernur, bupati, atau wali kota, beserta wakilnya. Penyelenggara Pilkada meliputi: KPU Provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan bupati, wali kota, dan wakilnya, Dengan pengawasan dari Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Siapa yang Dipilih dalam Pilkada? Dalam Pilkada, rakyat memilih secara langsung dua posisi sekaligus, yaitu: Kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota), dan Wakil kepala daerah yang akan bekerja sama menjalankan roda pemerintahan daerah. Kedua jabatan ini merupakan satu paket dan dipilih secara bersamaan oleh penduduk daerah yang memenuhi syarat. Sistem Pelaksanaan Pilkada Peserta Pilkada adalah pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Partai-partai ini harus memenuhi syarat sebagai peserta Pilkada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam perkembangannya, Pilkada juga terbuka untuk calon independen atau perseorangan yang memenuhi ketentuan dukungan minimal. Sistem ini memungkinkan masyarakat memilih pemimpin daerah tanpa bergantung sepenuhnya pada partai politik. Pilkada dilaksanakan dengan asas yang sama seperti Pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil). Prinsip ini menjadi jaminan agar proses pemilihan di tingkat daerah berlangsung demokratis dan transparan. Baca juga: Asas-asas Pemilu di Indonesia dan Penjelasannya: Memahami Pilar Demokrasi Luber-Jurdil Perbedaan Pemilu dan Pilkada Berikut beberapa poin perbedaan antara keduanya secara ringkas: Aspek Pemilu Pilkada Tingkat Pelaksanaan Nasional Daerah (provinsi/kabupaten/kota) Tujuan Pemilihan Memilih DPR, DPD, Presiden/Wapres, dan DPRD Memilih Gubernur, Bupati/Wali Kota dan wakilnya Penyelenggara KPU, Bawaslu, DKPP KPU Provinsi/Kabupaten/Kota, Panwaslu Peserta Pemilihan Partai politik dan calon legislatif nasional Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Hasil Pemilihan Menentukan arah kebijakan nasional Menentukan arah kebijakan daerah Baik Pemilu maupun Pilkada merupakan wujud nyata dari kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi Indonesia. Pemilu berperan di tingkat nasional untuk menentukan pemimpin negara dan anggota legislatif, sedangkan Pilkada fokus pada pemilihan pemimpin di tingkat daerah. Keduanya diharapkan berjalan secara langsung, jujur, dan adil, serta mampu melahirkan pemimpin yang amanah, berintegritas, dan berpihak kepada kepentingan rakyat. (GSP)  

Perlu Surat Pemberitahuan untuk Mencoblos? Ini Penjelasan KPU Papua Pegunungan

Wamena, Papua Pegunungan - Menjelang Hari Pemungutan Suara, banyak masyarakat yang sangat berantusias menanyakan apakah perlu membawa Surat Pemberitahuan memilih di TPS ( Form Model C-Pemberitahuan KPU) untuk dapat mencoblos. Baca juga: Pemilih Wajib Bawa KTP ke TPS, Tapi Ada 3 Dokumen Alternatif Jika Hilang Tak Perlu Panik! KPU Jelaskan Syarat Sah untuk Memilih di TPS Tanpa Formulir C-Pemberitahuan Berdasarkan Pasal 348 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum “Pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) menggunakan hak pilihnya di TPS sesuai dengan tempat pemungutan suara yang telah ditetapkan oleh KPU.” Sebagai tindak lanjut, KPU melalui PKPU Nomor 25 Tahun 2023 menjelaskan bahwa surat pemberitahuan atau Formulir Model C-Pemberitahuan diberikan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) kepada setiap pemilih yang terdaftar dalam DPT sebagai tanda dan informasi lokasi mencoblos. Namun, apabila Pemilih tidak membawa surat pemberitahuan, mereka tetap dapat mengunakan hak pilihnya, selama : Terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT); Membawa KTP-EL saat datang ke TPS. Baca juga: Awas! Hak Pilihmu Hilang Jika Tak Terdaftar, Cek DPT Sekarang! Petugas KPPS akan mencocokan data pemilih sesuai dengan daftar yang ada di TPS, lebih lanjut dalam Pasal 348 ayat 9 UU Nomor 7 Tahun 2017 dan diatur dalam PKPU No 25 tahun 2024 pasal 8 ditegaskan bahwa pemilih yang tidak membawa surat pemberitahuan tetapi terdaftar dalam DPT tetap dapat dilayani oleh KPPS dengan terlebih dahulu mencocokkan identitas di KTP-el. Sedangkan bagi pemilih yang belum terdaftar dalam DPT, dapat menggunakan hak pilihnya pada pukul 12.00–13.00 waktu setempat, dengan membawa KTP-el sesuai alamat domisili. Dengan penjelsan ini, KPU Papua Pegunungan menghimbau masyarakat se-Papua Pegunungan untuk menjaga dan membawa surat pemberitahuan saat hari pencoblosan guna mempercepat proses di TPS. sehingga, KPU dapat memastikan tidak ada pemilh yang kehilangnan hak piih haya karena tidak membawa surat tersbut. Baca juga: Waspada! Bawa HP ke Bilik Suara Saat Mencoblos Bisa Kena Sanksi

Kartu Kendali Kepegawaian: Strategi KPU Papua Pegunungan Kawal Disiplin dan Kinerja ASN

Sebagai lembaga negara dengan tugas utama untuk menyelenggarakan pemilu yang menjunjung prinsip keterbukaan dan akuntabilitas, KPU Papua Pegunungan terus berupaya melakukan evaluasi dan monitoring di setiap sub bagian di lingkungan sekretariatnya. Salah satunya, yaitu Sub Bagian Partisipasi, Hubungan Masyarakat (Parhumas), dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki peran strategis dalam melakukan manajemen kepegawaian melalui Kartu Kendali Kepegawaian. Kartu kendali kepegawaian merupakan instrumen penting yang digunakan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi. Kartu kendali kepegawaian terdiri dari tiga komponen, antara lain: rekap absensi, penilaian kinerja, dan Daftar Urut Kepangkatan (DUK). Selain istrumen pemantauan dan evaluasi, ketiganya juga digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pembinaan kepegawaian di lingkungan sekretariat KPU se-Papua Pegunungan. Baca juga: Kartu Kendali Keuangan: Langkah KPU Papua Pegunungan Wujudkan Tertib dan Transparansi Anggaran 1. Rekap Absensi: Cerminan Disiplin dan Loyalitas Rekap absensi bukan sekadar catatan kehadiran, melainkan juga indikator kedisiplinan dan loyalitas pegawai terhadap lembaga bahkan negara. Melalui data absensi, pimpinan dapat menilai sejauh mana pegawai menunjukkan komitmen dan tanggung jawabnya terhadap tugas yang diemban. Sikap diisiplin hadir tepat waktu dan konsistensi bekerja menjadi bentuk sederhana dari dedikasi ASN kepada pelayanan publik. 2. Penilaian Kinerja: Ukur Capaian dan Produktivitas Pegawai Dalam lembaga pemerintahan, penilaian kinerja atau Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) memiliki fungsi serupa dengan KPI (Key Performance Indicator) di dunia korporasi. SKP digunakan untuk mengukur apakah pegawai telah menjalankan tugas dan fungsi pokoknya sesuai target yang ditetapkan. Penilaian SKP dilakukan setiap triwulan, sedangkan penyusunannya bersifat tahunan. Hasil SKP ini nantinya menjadi dasar dalam kenaikan pangkat, penilaian prestasi, hingga pemberian penghargaan atau sanksi. 3. Daftar Urut Kepangkatan: Dasar Penggajian dan Pengakuan Negara Komponen ketiga dari kartu kendali kepegawaian adalah Daftar Urut Kepangkatan (DUK). DUK berfungsi sebagai dasar dalam menentukan hak keuangan pegawai, seperti gaji dan tunjangan. Lebih dari itu, daftar kepangkatan juga menjadi bentuk pengakuan resmi dari negara atas prestasi, loyalitas, dan kompetensi pegawai. Kenaikan pangkat tidak hanya menjadi simbol karier, tetapi juga wujud penghargaan atas dedikasi dan kontribusi pegawai kepada lembaga. Pendisiplinan ASN: Tegas Mengutamakan Pembinaan Sub Bagian ParHumas dan SDM KPU Papua Pegunungan juga berwenang untuk menindaklanjuti hasil evaluasi melalui proses pembinaan dan pendisiplinan pegawai jika diperlukan. Dalam pelaksanaannya, seluruh proses pendisiplinan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pendekatan yang dilakukan tidak semata-mata bersifat hukuman, namun lebih pada pembinaan karakter ASN agar semakin profesional dan berintegritas. Melalui sistem kendali kepegawaian ini, KPU Papua Pegunungan menunjukkan komitmen untuk terus membangun birokrasi yang transparan, tertib, dan berbasis data. Langkah ini menjadi bagian dari pembenahan internal kelembagaan agar KPU se-Papua Pegunungan dapat terus memberikan pelayanan publik yang optimal dan terpercaya kepada masyarakat. Baca juga: Kinerja SPIP KPU Provinsi Papua Pegunungan Melejit! Capaian 100% di Awal 2025